Bab 20

361 39 7
                                        

"Kak!" tubuh Azura terhenyak saat telinganya menangkap sebuah teriakan yang begitu dekat. Ia lalu menoleh dan mendapati Atlas yang tengah menunjukan ekspresi kesalnya. "Nggak usah pake teriak-teriak bisa kali, Tlas. Gue belum budeg." sungut Azura yang membuat Atlas mendengus.

"Gue udah manggil-manggil lo berapa kali ya, Kak! Udah niat mau manggil dukun kalo yang baru aja lo juga belum sadar." timpal Atlas kesal yang membuat kedua mata Azura mendelik. "Anjir lah, pake ngelibatin dukun segala."

"Gue takut aja lo kerasukan."

"Amit amit, Tlas. Pikiran lo ya."

Atlas tidak menyahuti ucapan kakaknya dan langsung berdiri lalu menarik kopernya ke arah pintu keluar bandara. Sontak, Azura pun berkomat-kamit menyebutkan nama sang adik yang ia campur sedikit dengan umpatan sembari menggerakan kedua kakinya dengan cepat menyusul laki-laki itu.

Sepertinya, hari ini memang Atlas diharuskan untuk bersabar lebih ekstra karena kakaknya yang terus saja berada di alam lamunan. Ia sampai harus beberapa kali berteriak ekstra keras saat perempuan itu tak kunjung juga menyahuti obrolan yang dilemparkan oleh Angga yang hari ini berbaik hati menyempatkan waktu menjemput mereka.

"Kakak lo kenapa sih, Tlas?" celutuk Angga yang sudah mulai menyerah mengajak ngobrol sahabatnya yang sepertinya sedang tidak fokus. Atlas menghela napas dengan pandangan yang terarah ke spion tengah mobil yang menampilkan pantulan diri kakaknya. Perempuan itu tengah menatap ke arah jendela dengan pandangan yang menerawang dan tangan yang mengusap pipi kirinya.

"Lo punya kenalan dukun nggak, Bang, di daerah sini? Takut aja gue dia ketempelan atau apa."

Angga melongo sesaat sebelum kemudian mendengus geli. Ia sudah hendak menyahuti ucapan Atlas, namun laki-laki di sebelahnya itu tiba-tiba saja mendapatkan lemparan botol minum dari belakang. "Curiga gue, lo sekarang nyambi jadi salesnya dukun Lampung. Dari tadi ngajak gue ke dukun mulu."

Sembari mengusap bagian kepalanya yang terkena lemparan botol air mineral, Atlas berkata, "Habisnya, dari tadi lo bengong mulu. Jangan gitu lah, Kak. Wajah lo tuh udah jelek, bakal makin jelek kalo lagi bengong. Jadi-" "Lo mau gue lempar pake power bank gue nggak, Tlas? Yang ini lebih padet dari pada yang tadi." potong Azura dengan memasang senyum sarkasnya.

Atlas tidak sempat menyahut karena suara tawa Angga tiba-tiba saja terdengar. "Ya ampun, kalo lihat kalian kayak gini, gue sebagai anak tunggal jadi bener-bener iri."

"Nggak perlu iri, Bang. Lo bakal nyesel ngomong begitu kalo punya kakak modelan kayak perempuan di belakang sono." sahut Atlas yang langsung ditimpali Azura. "Nah! Lo juga bakal nyesel setengah mati kalo sampe punya adek nggak jelas macam laki di sebelah lo, Ngga."

Lagi-lagi Angga tertawa. "Seru kali ya, kalo lihat kalian begini terus beberapa hari ke depan."

"Beberapa hari doang sih, nggak masalah. Tapi kalo keterusan, lo bakal eneg, Bang."

"Betul."

"See? Lihat kalian kompak, gue jadi makin iri, lho."

"Angga!" "Bang!"

~~~~~

Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya hari ini di rumah sakit, Khandra pun langsung pulang ke rumah. Tentu saja, ia tidak bisa berleha-leha karena ia masih harus berkencan dengan berkas-berkas perusahaan.

Dengan penampilan lelahnya, Khandra memasuki kamar Arka setelah beberapa saat yang lalu dirinya sampai di rumah dengan selamat. Ia tersenyum saat menemukan adik bungsunya yang terlihat begitu fokus dengan pensil dan buku gambar yang diletakan di meja lipat yang berada di atas kasur.

Rasa Berbalut SamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang