01

1.3K 87 0
                                    

Salju turun membuat sekujur tubuhku terasa membeku, aku yang hanya mengenakan baju tipis tanpa terbalut jaket semakin memperparah tubuh kecilku.

Aku hanya bisa berteduh di dalam pipa beton besar yang diletakkan di taman.

Tak lama, aku mendengar langkah kaki berjalan ke arahku.

Aku membenamkan diriku dengan tangan dan kakiku yang gemetar takut.

Aku melihat tangan kecil yang memberikan uluran tangannya padaku, terdengar pula suara lirih namun masih terdengar jelas.

Aku menerima uluran tangan itu, lalu ia masuk di pipa beton dan berjongkok di depanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku menerima uluran tangan itu, lalu ia masuk di pipa beton dan berjongkok di depanku.

Aku melihat warna rambutnya yang terlihat unik, warna merah di sebelah kiri dan putih di sebelah kanan.

Tangan kecilnya menggenggam tanganku yang dingin, namun entah bagaimana asap kecil muncul dan seketika juga tanganku jadi hangat.

Ia tersenyum dan memperkenalkan dirinya padaku, lalu ia menanyakan siapa namaku.

Namaku? Sejujurnya aku tidak tau siapa diriku? Aku tak ingat apapun.

Aku juga tak punya tempat tinggal, tak ada yang dapat aku katakan padanya hingga aku hanya bisa diam.

Anak laki-laki yang menghangatkan tanganku terlihat sedih karena aku tak menjawab pertanyaannya.

Tak lama, suara wanita paruh baya memanggil namanya.

Apa itu suara ibunya? Anak laki-laki itu melambai padaku dan berjanji akan datang lagi besok.

Entah kenapa aku membalas lambaian tangannya, senyum tipisnya itu membuat hatiku merasa hangat.

*
*
*
*
Esok harinya, aku terbangun dari tidurku. Pipa betonku ini seperti sudah menjadi rumahku meski tak sehangat rumah yang selalu ku lihat di jalan.

Aku terbangun dengan di sambut rintihan perutku yang meminta makan. Aku mengelus perutku sembari meminta maaf padanya karena tak bisa memberi makan.

Mungkin aku akan mati kelaparan disini, akan lebih baik daripada aku harus hidup sebatang kara. Tuhan, tidakkah lebih baik Engkau membawaku kembali? Tapi apakah benar di dunia ini ada namanya Tuhan.

Dalam rasa pedihku lagi-lagi aku mendengar langkah kaki berlari ke arahku di sertai bau yang begitu harum.

Ternyata anak laki-laki itu datang lagi sembari membawa roti hangat untukku. Karena rasa lapar yang menggila, aku mengambil roti hangat itu dan memakannya dengan amat lahap.

"Aku memikirkan nama untukmu semalam, aku terpikir nama Yura" ucapnya padaku yang tengah sibuk melahap roti yang ia beri.

Yura terdengar bagus, tapi untuk apa nama itu lagipula aku akan mati tak lama.

Todoroki Shoto MY HEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang