Renjun tersentak saat dirinya baru saja turun dari motor, tiba-tiba Haechan mengangkat tubuhnya dan membawanya masuk ke dalam rumah, ke kamar Haechan.Ia diturunkan diatas kasur, lalu Haechan berjongkok di depannya sambil memegang kedua tangannya.
"Kalau lo mau ngajak gue nikah sekarang, gue bakal nolak."
Suara Renjun membuat Haechan tertawa, "Geer. Gue cuma mau mastiin lo gak terluka sama sekali."
Haechan menaikkan lengan seragam Renjun dan mengecek setiap centi permukaan kulit Renjun. Haechan lalu menangkup wajah laki-laki itu dan memperhatikan setiap bagian nya.
"Lo gak di apa-apain sama Jeno, kan?"
Renjun menggeleng.
"Ada yang luka? Udah gue cek gak ada sih, tapi siapa tau ada luka yang sengaja lo sembunyiin. Jujur aja sama gue."
"Ada."
"Mana?"
Kemudian Renjun memegang dada nya sendiri sambil tersenyum meski matanya tampak berkaca-kaca sekarang.
Haechan terdiam untuk beberapa detik sebelum akhirnya ia memeluk tubuh mungil Renjun dengan erat. Dan tanpa keinginannya sendiri, air mata Renjun jatuh dan membasahi baju Haechan.
"Jangan nangis, lo kan... udah selesai sama Jeno."
Renjun memeluk tubuh Haechan semakin erat, bahkan tanpa sadar ia meremat baju bagian belakang Haechan.
"Seandainya kita gak ketemu, Chan." gumam Renjun.
"Gue cuma mau ngambil yang seharusnya gue miliki dari awal." Haechan menghela napas, "Sini deh."
Haechan mengajak Renjun untuk berbaring, dengan posisi tangan Haechan sebagai bantalan Renjun.
"Gue pernah bilang sebelum gue sama Jaemin, gue lebih dulu tau tentang lo. Kalau lo pengen tau, gue sama Jeno itu dulunya temenan baik. Gue selalu ceritain lo ke Jeno, tapi tanpa gue sangka ternyata Jeno ngambil lo dari gue."
Renjun hanya diam sambil terus mendengarkan cerita Haechan, karena terlalu asyik Renjun tidak sadar ia sudah sangat menempel dengan Haechan bahkan tangan kirinya sejak tadi berada di atas perut Haechan.
"Padahal gue tau banget Jeno sama Jaemin saling suka waktu itu. Gue cuma ngebales Jeno, gue jadian sama Jaemin dan disitu gue sama Jeno udah gak temenan lagi. Gue.. benci banget." jelas Haechan, tangannya tidak pernah berhenti mengusap rambut Renjun.
"Gue tau perusahaan papa lo lagi ada penurunan, itu kesempatan gue buat nyuruh papa gue bantuin papa lo dengan syarat kita harus dijodohin."
"..."
"Sebut aja gue nyari kesempatan dalam kesempitan. Gue cuma mau lo, gue gak pernah punya perasaan sama Jaemin walau kadang sesekali baper dikit."
"Jadi tolong jangan nentang lagi, lo udah selesai sama Jeno, begitupun gue sama Jaemin. Sekarang lo udah sama gue, dan seterusnya bakal sama gue." lanjutnya.
"..."
Menyadari Renjun sejak tadi hanya bergeming, Haechan melirik Renjun yang rupanya sudah tertidur, entah sejak kapan Haechan tidak tahu.
Hanya saja itu terasa lucu bagi Haechan, ia serasa sedang mendongeng anak kecil sebelum tidur.
Mungkin Renjun lelah, Haechan tidak tahu apakah Jeno benar-benar membiarkan Renjun diikat dengan kursi selama 2 hari ini atau tidak. Tapi jika benar, meski telah damai, Haechan ingin sekali lagi saja meninju wajah Jeno sampai membengkak.
Haechan juga lelah karena sejak kemarin ia memikirkan Renjun, jadi ia memilih untuk ikut memejamkan mata dengan posisi yang masih saling berpelukan bersama Renjun.
.
.
.Renjun membuka mata dan melirik ke arah jendela yang tidak ditutup gorden, langit masih terlihat gelap. Seingat Renjun, ia tertidur bersama Haechan, tapi kemana dia sekarang?
Renjun mencari ponselnya tapi tidak ada, namun dia menemukan ponsel milik Haechan yang tergeletak di sampingnya.
Renjun pun menyalakan ponsel itu hanya untuk sekedar melihat jam. Baru masuk pukul 3 pagi, pantas saja masih gelap.
Niatnya Renjun ingin pergi keluar kamar dan mencari Haechan, tapi urung. Jadilah ia hanya berbaring saja di kasur sambil menatap langit kamar Haechan.
Renjun baru ingat ponselnya ada di dalam tas dan... tas nya entah dimana. Tidak lama pintu kamar terbuka dan menampilkan Haechan yang baru saja datang dengan rambutnya yang berantakan.
"Loh? Kok udah bangun jam segini?" ujar Haechan saat melihat Renjun yang sudah membuka matanya.
Renjun tidak menjawab, hanya tersenyum ke arah Haechan. Haechan pun menghampiri Renjun, berbaring di samping laki-laki itu.
"Ngantuk." gumam Haechan.
"Lo baru bangun."
"Bahkan gue belum tidur."
Renjun menoleh pada Haechan, "Terus lo ngapain aja dari tadi?"
"Ngobrol bentar sama papa mama."
"Gak percaya kalau itu cuma bentar."
Haechan terkekeh, "Ntar gue kasih tau."
"Gue gak kepo."
"Lo makin sensi ya semenjak udahan sama Jeno." ucap Haechan.
Renjun mengubah posisi jadi membelakangi Haechan, "Itu tuh... love language namanya."
Haechan tertawa mendengar ucapan Renjun yang terdengar geli karena jarang sekali Renjun seperti ini atau bahkan tidak pernah sama sekali.
Kedua tangan Haechan melingkar di tubuh Renjun, Haechan mendekatkan hidungnya ke leher Renjun, mencium aroma Renjun yang sama sekali tidak wangi tapi tidak bau juga.
"Ren."
"Hm."
"Lo boleh geer sekarang."
Renjun terdiam walau dalam hati rasanya Renjun ingin mengobrak-abrik planet bumi, "Apaan emang?"
"Kalau gue ajak lo nikah... lo mau, kan?"
Renjun bingung harus menjawab apa, beberapa jam yang lalu Renjun sudah menolak lebih dulu padahal Haechan belum bertanya sama sekali padanya.
Tapi sekarang justru ia bingung, ingin menarik ucapannya yang sebelumnya, namun juga ia belum siap untuk ini.
"Jawab dulu aja, atau ntar aja deh jawabnya, gue ngantuk."
"Y-Ya tidur makanya!"
Haechan tersenyum lalu memejamkan matanya dan kali ini ia benar-benar tertidur. Renjun sendiri... oke, Renjun ingin jujur, dia sudah jatuh cinta pada Haechan.
.
.
.Baru up maaf ya TT
Vote & komen
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking | Hyuckren
FanficNot everything that is forced goes well • | bxb • | homophobic? left this ©niki, 2022