Atas keinginan Haechan, Renjun menginap di rumah laki-laki itu untuk sementara waktu. Kedua orang tua Renjun pun tidak mempermasalahkannya, justru mereka senang karena Renjun sudah mulai menerima perjodohan ini.Renjun juga menyuruh Jeno untuk tidak menjemputnya lagi, Renjun berbohong bahwa sekarang ia diantar oleh papa nya.
Haechan memberhentikan mobilnya di parkiran sekolah. Keduanya tidak langsung keluar, melainkan terdiam di tempat masing-masing.
Mesin mobil sudah mati, tapi Haechan masih mencengkram erat kemudinya. Lalu ia menoleh pada Renjun yang sedang menatap lurus ke depan.
Haechan menghembuskan napas kasar, "Lo masih marah sama gue?"
"Kapan gue bilang marah sama lo?"
Layaknya boomerang, Haechan tertohok atas pertanyaan balik dari Renjun. Memang benar, Renjun tidak mengatakan bahwa dirinya marah pada Haechan.
"Terus kenapa?"
Renjun menggeleng, "Buka kunci nya."
Haechan menghembuskan napas lagi, lalu membuka seluruh kunci pintu mobilnya, detik berikutnya Renjun keluar. Haechan sengaja tidak ikut keluar, takut ada salah paham sebab hampir beberapa orang tau bahwa Renjun adalah kekasih Jeno, dan ia kekasih Jaemin.
Hanya itu.
.
.
."Ren!"
Renjun berbalik ketika seseorang menarik pergelangan tangannya.
"Jujur sama aku, kamu gak aneh-aneh kan? Kenapa akhir-akhir ini kamu gak ada di rumah? Terus kenapa kamu nyuruh aku buat gak jemput kamu lagi?"
Pertanyaan Jeno yang beruntun membuat Renjun sulit bernapas, selain karena tidak siap, Renjun juga sulit memikirkan alasan yang akan ia berikan pada Jeno.
"Apa cuma karena ketidak sengajaan aku sama Jaemin waktu itu?" Renjun semakin terdiam saat Jeno sudah membawa nama Jaemin, "Kalau kamu marah, bilang marah aja gak apa-apa Ren, itu lebih baik daripada kamu diem aja."
"Aku udah minta maaf kan waktu itu, tapi kamu gak jawab jadi aku kira kamu pasti marah." lanjutnya.
"Emang aku keliatan marah Jen? Senyum aku waktu itu ngebuktiin kalau aku marah?" kini Jeno lah yang dibuat diam oleh Renjun, "Gak ada arti lain kalau diem berarti marah, Jen?"
Jeno menggeleng.
"Ada. Kecewa, Jeno." Renjun membuang napas lewat mulutnya, "Aku bohong kalau aku gak cemburu. Apalagi ucapan kamu yang katanya kenal Jaemin lebih dulu dari aku, berarti kalian juga udah deket dong?"
Jeno ingin menjawab, tapi tidak bisa yang berakhir pergi meninggalkan Renjun.
Renjun mendekati dinding, menyandarkan punggungnya sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
.
.
.Haechan terkejut ketika Jeno menarik kerah seragamnya, menyeretnya untuk ikut menuju rooftop. Sesampainya disana, Jeno mendorong Haechan sampai terjatuh. Untung Jeno tidak mendorongnya ke bawah.
"Kenapa sih Jen?!" ujar Haechan.
"Gue gak tau rencana lo apa, tapi gue yakin Renjun berubah pasti ada kaitannya sama lo."
"Berubah gimana maksud lo?"
"Dia udah gak mau gue jemput lagi, dia selalu jarang di rumah setiap gue kesana. Aneh gak sih? Semenjak ada lo, dia jadi beda." ucap Jeno, "Gue bilang, mending kita balapan motor buat ne--"
"Ayo!" potong Haechan, "Gue gak takut! Gue udah nentuin bahwa gue pengen menang dari lo! Supaya gue bisa ambil Renjun dari lo! Supaya gue bisa ambil Renjun gue lagi dari lo!!" teriak Haechan.
Jeno mengepalkan kedua tangannya, ingin sekali Jeno memukul wajah menyebalkan Haechan. Tapi tidak sekarang, Jeno tidak akan menyiksa Haechan sekarang sebab ia sudah menentukan kapan ia bisa menghabisi laki-laki itu.
Akhirnya Jeno memilih untuk pergi meninggalkan Haechan yang masih terhuyung disana.
.
.
.Haechan terkejut melihat Renjun yang sudah ada di dalam mobilnya. Ternyata Haechan lupa bahwa ia tidak mengunci pintu mobilnya lagi.
Renjun tampak memejamkan matanya dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dada.
"Ren?"
"Hm." sahut Renjun.
"Kirain tidur."
"Dikit lagi tidur."
"Oh, yaudah, tidur aja." Haechan menyalakan mesin mobilnya, melajukan mobilnya menjauh dari area sekolah.
Haechan menyetir mobil sedikit pelan, tidak seperti yang biasa ia lakukan, mengajak siapapun untuk balapan dengannya meski tidak ia kenal.
Sekarang ia membawa Renjun, Haechan tidak ingin remaja itu mengomel padanya lagi karena membawa mobil sudah seperti mengajak pergi ke akhirat.
"Chan." panggil Renjun meski matanya tertutup.
"Iya?"
"Lo kok keliatan jarang bareng Jaemin."
"Udah putus."
"Pantesan." ucapan Renjun membuat Haechan melirik sekilas pada laki-laki itu, "Lo jadi lebih bebas deketin gue."
Haechan terkekeh, "Belum sih, soalnya lo masih sama Jeno."
Tidak ada percakapan lagi setelah itu sampai keduanya sampai di tujuan pulang. Renjun dan Haechan keluar dari mobil, jalan bersama dan masuk ke dalam rumah Haechan.
Seperti biasa, tidak ada siapa-siapa di rumah Haechan di jam sekarang. Jadi mereka langsung menuju kamar Haechan, Renjun lebih dulu masuk kamar mandi untuk mencuci muka dan berganti baju. Setelah Renjun selesai, giliran Haechan.
"Lo mau makan apa?" tanya Haechan.
"Gue mau tidur aja." jawab Renjun yang sudah merebahkan tubuhnya diatas kasur Haechan dengan posisi menghadap jendela.
"Kalau gitu ntar malem makan, ya." ujar Haechan yang berhadapan dengan cermin sambil menyisir rambutnya asal.
"Heem."
Kemudian Haechan ikut menidurkan diri di samping Renjun. Haechan menatap Renjun yang membelakanginya. Tanpa pikir panjang, Haechan memeluk tubuh itu dari belakang, melingkarkan kedua tangannya di perut Renjun, menyembunyikan wajahnya di belakang leher Renjun.
Renjun tidak memberontak atas perlakuan Haechan sebab ia merasa nyaman dan butuh diperlakukan seperti itu oleh Haechan untuk sekarang.
.
.
.Vote & komen
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking | Hyuckren
Fiksi PenggemarNot everything that is forced goes well • | bxb • | homophobic? left this ©niki, 2022