Istirahat sudah dimulai sejak 20 menit yang lalu tapi Haechan baru mau keluar dari kelasnya. Tidak sengaja ia berpapasan dengan Jaemin, membuatnya tersenyum.Namun ekspetasi nya hancur ketika Jaemin dengan cepat menghampirinya dan menampar pipinya. Wajah Haechan langsung menoleh, merasa terkejut akan itu.
"Oh jadi gitu, chan? Main di belakang sama Renjun, iya?!"
Haechan memegangi pipinya yang merasa perih dan panas itu, "Kenapa sih, Na?"
"Jangan egois lah, chan. Masa aku doang gak cukup buat kamu? Aku kurang apa? Gila tau gak chan, kamu malem-malem datang ke rumah Renjun dan bawa beberapa bingkisan. Kamu kira aku gak tau?"
Haechan terdiam, mengapa Jaemin bisa tahu? Padahal semalam ia merasa tidak ada siapapun yang menguntitnya.
"Aku cemburu chan, aku sakit hati!"
"Na.. aku minta maaf."
"Nggak chan, udah terlanjur."
Haechan mengusap wajahnya, "Terus kamu mau nya aku ngapain?"
"Kita putus." Haechan merasa ekspresi wajah Jaemin jadi berbeda saat berkata seperti itu, yang awalnya tampak sedih dan hampir menangis kini terlihat menatapnya sambil tersenyum licik.
Kening Haechan berkerut, "Yakin?"
Jaemin lalu melipat kedua tangannya di depan dada, "Yakin, lagian kayaknya Jeno jauh lebih baik dari lo."
Kedua tangan Haechan langsung terkepal kuat, sudah Haechan duga selama ini tentang mereka berdua.
"Gitu, ya? Oke, berarti mulai sekarang gue bisa terang-terangan dong ya sama Renjun?"
Jaemin menatap Haechan tajam, lalu perlahan ia mendekat ke Haechan. Membisikkan sesuatu pada telinga laki-laki itu.
"Coba aja." kemudian Jaemin pergi dari sana.
Haechan benar-benar tidak bisa menahan emosinya, ia menendang pot di dekatnya sampai pecah dan tanaman di dalam nya hancur beserta tanah nya yang berserakan di lantai koridor.
Dengan langkah cepat, Haechan menuju kelas Renjun, takut sesuatu terjadi pada remaja itu. Tapi syukurlah, Renjun tampak sedang menghapus papan tulis.
"Haechan?" ujar Renjun membuat siswa lainnya ikut menoleh.
Haechan memberi isyarat pada Renjun untuk menghampirinya, Renjun menurut dan berjalan menuju Haechan.
"Kenapa?"
Haechan menatap wajah Renjun, lalu beralih menatap remaja di depan dari atas sampe bawah.
Renjun bingung dengan sikap Haechan yang seperti itu.
"Ada yang aneh sama gue?" tanya Renjun.
"Lo gak apa-apa kan?" Haechan balik bertanya.
Renjun mengangguk, "Gue oke, kenapa sih?"
Tanpa persetujuan, Haechan menyeret Renjun menuju lab yang untungnya sedang tidak digunakan.
Setelah sampai, Haechan menutup pintu kaca lab yang memang blur. Laki-laki itu membawa Renjun ke sebuah meja yang terletak paling belakang.
Haechan mengangkat tubuh Renjun agar remaja itu duduk di atas meja dan Haechan sendiri berdiri di depan Renjun dengan posisi yang masih tegap berdiri.
"Chan! Jangan bilang lo mau mesum lagi?!" panik Renjun.
"Siapa yang mau mesum? Kalo pun iya, gak elit banget, mending mah gue nyewa hotel."
Renjun mendecak sebal, laki-laki itu malah jadi melebih-lebihkan.
"Lo masih pacaran sama Jeno?" tanya Haechan yang membuat dahi Renjun berkerut.
"Masih." jawabnya.
"Gak ada niatan putus?"
Renjun menampar Haechan pelan, tak seperti waktu Jaemin menamparnya dengan sekuat tenaga.
"Denger ya!" Renjun mendorong tubuh Haechan kemudian turun dari meja yang ia duduki, "Jangan mentang-mentang kita dijodohin, lo dengan enaknya menghasut gue buat putus sama Jeno."
"Siapa yang menghasut? Gue.. cuma..."
"Cuma?" Renjun memiringkan kepalanya, "Cuma apa?!"
Lalu kedua tangan mungilnya meremat kerah seragam Haechan.
"Lo tetep gak punya hak ngatur apapun dalam hubungan gue sama Jeno! Inget tuh!!" lalu ia menghempaskan cengkraman nya dan pergi melenggang.
Meninggalkan Haechan yang sekarang tengah mengepalkan kedua tangannya geram.
"Padahal gue mencegah sesuatu yang bakal bikin dia-- ARGHH!!" sudah terlanjur kesal, Haechan menendang meja di depannya penuh emosi sampai meja itu sedikit berubah posisi.
.
.
."Oh, Jeno?" gumam Renjun ketika ia menemukan Jeno yang menyenderkan sebelah sisi lengannya di dinding, juga ia tengah mengobrol dengan entah siapa karena terhalangi tubuh Jeno.
"JENO!!" panggil Renjun membuat si oknum yang dipanggil menoleh, diikuti seseorang yang sepertinya sedang mengobrol dengan Jeno.
Oh, bukankah... itu Jaemin?
Tanpa ada rasa curiga, Renjun melangkah ke arah dua laki-laki itu. Selain menyapa Jeno, ia juga menyapa Jaemin. Rasanya tidak sopan saja jika tidak ikut menyapa Jaemin, padahal mereka sama sekali tidak dekat.
"Ok kalo gitu, karena udah ada Renjun, aku pergi ya, Jen?"
Jeno mengangguk sambil tersenyum. Sejujurnya Renjun suka ikut tersenyum melihat Jeno tersenyum, tapi kali ini senyumnya tiba-tiba lenyap saat tangan Jeno mengusak rambut Jaemin.
Apa-apaan?!
"Je-Jeno.. tadi kamu--"
Jeno menghadap ke arah Renjun masih dengan senyuman nya, ia juga mengusak rambut Renjun membuat laki-laki yang lebih pendek itu jadi kehilangan kata-kata.
"Tenang kok, dia cuma temen aku, aku kenal dia lebih dulu dari kamu."
"Tapi kamu gak pernah bilang tentang itu sama aku, Jen."
Perkataan Renjun membuat Jeno membeku. Air muka nya berubah menjadi datar, lalu tanpa berbicara apapun lagi, Jeno melenggang pergi begitu saja.
Kini tersisa Renjun yang masih terdiam dengan pikiran nya yang penuh akan kecurigaan terhadap dua orang itu.
.
.
.Haechan terkejut saat ia baru menekan tombol di remot mobilnya, sebuah tangan melingkar di perutnya.
"Renjun?!"
Haechan semakin terkejut melihat wajah Renjun yang sebentar lagi akan menangis. Dengan cepat, ia menarik tubuh itu untuk masuk ke dalam dekapannya.
"Kenapa?" tanya Haechan dengan lembut.
Namun respon Renjun hanya gelengan kepala, yang membuat Haechan semakin ingin tahu apa yang terjadi pada remaja di dekapannya.
"Gue pulang ke rumah lo, boleh ya?"
Haechan awalnya terdiam, kemudian mengangguk dan mengajak Renjun untuk masuk ke dalam mobilnya.
.
.
.Vote & komen

KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking | Hyuckren
FanfictionNot everything that is forced goes well • | bxb • | homophobic? left this ©niki, 2022