ASKfm | angkasaa | 7 years ago
Anonymous14: i'm going to a second date!!!
angkasaa: seminggu kemudian banget bales guenya?***
"Coba yang satunya, Ya."
"Yang mana? Yang kamar mandi luar, tapi kamarnya besar, atau kamar mandi dalam, tapi kamarnya kecil?"
"Yang paling murah di antara itu semua."
Aya tertawa mendengar ucapanku. Kami berdua sedang mencari-cari kos di internet--buatku tentu saja. Besok kalau sempat, setelah kuliah selesai Aya mau menemaniku survey lokasi. Seharusnya aku survey lokasi hari ini. Namun, karena ini hari minggu, Arthur mengajak hang out dan Aya mau ikut. Hanya saja sekarang Arthur masih memiliki jadwal pemotretan sampai jam sebelas siang. Tadinya Arthur bilang dia akan menjemputku dan Aya begitu dia selesai, tetapi aku dan Aya menolak lalu menghampiri dia di studionya dan menunggunya selesai di ruang wardrobe sambil cari-cari kosan.
"Lagian memang lo harus banget pindah, ya? Makin jauh dong kita," kata Aya sebelum berdecak sedih.
"Sebenernya bisa aja kalau nggak pindah, cuman gue mau irit aja. Lo kan tahu Ibu baru berenti kerja, jadi biar pengeluarannya at least lebih dikit lah. Lumayan buat nambah-nambah tabungan Ibu juga," kataku sambil menatap iklan kosan di laptop.
Aya menjentikkan jarinya. "Atau nggak lo tinggal di apartemen gue aja. Kita jadi roomies, yuhu!"
Aku menggeleng kepala. Aya ini lupa, ya, kalau apartemen dia kasurnya cuma satu ukurannya twin size pula? "Terus gue tidur di mana?" tanyaku.
"Beli kasur lagi," balas Aya.
"Apartemen lo bukannya boutique? Nggak bakal cukup, Aya." Aku mengangkat kedua alisku.
"Iya, sih." Aya menghela napasnya. "Habisnya, gue kan kasian lihat lo ribet cari kos lagi begini."
Aku tertawa. "Makanya, doain gue duitnya banyak biar bisa beli rumah sekalian."
"Amin. Eh, tapi," ucap Aya menggantung. Dia yang duduk di sebelahku memutar duduknya menghadapku dan tiba-tiba berucap dengan penuh semangat, "Kalau gue lihat-lihat dari situasi sekarang, nih, Ta, kayaknya lo bakal jadi trophy wife gitu deh."
Mulai kambuh lagi gilanya kan? "Jadi trophy wife tetep harus punya banyak duit lah. Bayangin kita jadi lawyer kaya raya, tapi jadi trophy wife juga. Anak gue hidup sejahtera banget pasti. Mau jajan di supermarket nggak perlu dilarang-larang kayak gue waktu kecil."
Aya terbahak-bahak. "Bener. Tapi kalau gue jadi anak lo, gue makin bahagia kali ya punya bokap ganteng kayak Angkasa atau Arthur. Apalagi kalau anak cowok, dih, mobil bapaknya pasti dipinjem-pinjem buat malem mingguan sama pacar."
"Angkasa atau Arthur banget?" Aku memutar kedua bola mataku. "Apa kek yang lain, konglomerat kan masih banyak. Aldebaran Hartono, Oliver Asvathama, atau Michael Leclair boleh juga. Kenapa Angkasa sama Arthur?"
"Satu, Aldebaran Hartono rumornya gay. Dua, Oliver Asvathama keluarganya banyak skandal. Tiga, Michael Leclair katanya galak dan kuliahnya juga kejauhan di Inggris. Nah, sekarang lo punya dua yang ada di depan mata lo, Amarta! Ngapain lihat yang jauh-jauh sih?" ucap Aya seperti reporter infotainment.
Aku sudah bilang belum ya, kalau Aya ini anak keluarga berada juga? Dia orang yang gaul banget dan punya teman di mana-mana karena sering nongkrong. Hiperbolisnya, Aya mungkin sudah kenal dengan setengah Jakarta Selatan dan Yogyakarta. Beda sama aku yang lebih suka nonton Netflix atau baca Percy Jackson di kamar. Well, sebenarnya aku mau banget jadi anak 'main', tapi apalah daya aku harus hemat. Aku nggak bisa open table semauku di Boshe atau misalnya waktu masih SMA ikut party tiap weekend di Ding Dong.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Tell The Stars About You | The Stellar Shelf #1
RomanceA romance novel (but as a love letter) || Completed. It's the truth, they say, that whoever comes to mind every time you look at the luminous skies is who you love, and when the dimming stars ask me, "who is it?" please remember my answer: you. i'll...