Luka Janar

223 20 0
                                    

: : D E T A K : :

.
.
.

HAPPY READING, LUVV

JANAR dan Naka kecil begitu riang sembari menyambut dekapan dari sang Nenek juga Kakek dari pihak sang ayah.

Namun, sepertinya dekapan itu tidak diperuntukkan untuk Janar. Kedua manusia paruh baya itu hanya menyambut Naka.

Naka kecil bukan tak menyadari nya, hanya saja ia belum paham. Ia kira Nenek juga Kakek nya sudah terlebih dahulu memeluk Janar baru memeluk dirinya.

Namun, Janar kecil sudah dipaksa paham di usia nya yang dini. Di paksa untuk mengerti tentang kehadirannya yang tak diinginkan oleh keluarga sang ayah terlebih Nenek dan Kakek nya.

Langkah Naka mengikuti langkah sang nenek yang mengajak nya untuk mencoba kue muffin yang sudah wanita itu buat.

"Nenek, Janar juga mau!" Dengan tawa kecilnya, Janar berlari menyusul langkah sang Nenek juga kembaran nya.

Ia pikir Nenek nya mengajak ia bercanda dengan alih-alih meninggalkan nya.

Begitu berhasil menyusul sang nenek juga kembaran nya, Janar ikut duduk disana. Memperhatikan Naka yang sedang nikmat-nikmatnya menyantap muffin buatan nenek nya.

Naka yang menyadari kehadiran Janar lantas menggeser piring yang ada muffin nya itu seraya bertanya, "Janar mau?" ucap bocah laki-laki itu.

Janar hendak mengambil salah satu dari kumpulan muffin itu, namun nenek nya menghentikan nya dengan cara menepis tangan kecilnya.

"Jangan mengambil yang bukan hak kamu!" ucap wanita paruh baya itu.

"Maaf, Nek." Janar menundukkan kepalanya.

Ia memutuskan untuk pergi menemui kakek nya saja. Siapa tau pria paruh baya itu akan mengajak berkebun–layaknya saat mengajak Naka kala itu.

Ternyata sang Kakek ada di ruang tamu. Sedang mengobrol bersama kedua orang tua nya.

Pria paruh baya yang menyadari kehadiran Janar itu pun berdeham sebentar.

"Saya dengar anak–"

"Janar namanya, Ayah," potong Jefri cepat.

Tuan Arnawama menghela nafasnya sebelum melanjutkan perkataannya.

"Saya dengar nilai Janar masih tetap merah. Bahkan kenaikan nya pun harus ditimbangkan oleh pihak sekolah," ucap ayah Jefri yang sering Janar panggil Kakek.

"Maaf, Yah. Kami sudah berusaha untuk menambah jam les Janar," ucap Airin tak enak hati pada sang mertua.

Jefri adalah anak satu-satunya di keluarga ini. Otomatis kedua anaknya akan menjadi pewaris suatu saat nanti. Terlebih, di keluarga ini nilai sangat di utamakan.

"Namanya bodoh ya bodoh saja!" suara pria itu naik satu oktaf.

"Apa kata orang keturunan Arnawama bodoh? Mau ditaruh dimana muka saya, Jefri?" cerca sang Kakek.

Janar hanya bisa menunduk dalam. Ia bukannya tak mengerti, namun ia sibuk terlihat baik-baik saja.

"Janar, lihat saya!" titah pria itu kembali. Mau tidak mau, manik berkaca-kaca Janar harus menatap balik manik tajam sang Kakek.

"Contoh Naka saudara kamu. Nilai dia bisa dibanggakan, tidak seperti kamu yang naik kelas saja harus jadi pertimbangan."

Kakek, maaf Janar tidak bisa mengimbangi akademik Naka. Ayah, Ibu ini sakit. Bahkan kalian hanya diam saja, seolah kalian juga setuju dengan penilaian Kakek tentang diriku

: : To Be Continue : :

-panggil Nda, jangan author. wandaafauziahh

Jangan lupa pantengin WATTPADNDAA di Instagram untuk info-info lainnya.



DETAK [TAMAT✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang