Bab 2 [Dua Waktu]

480 35 169
                                    

"Lo kenapa, Xa?" Rhea menatap Oxa penasaran sembari mengambil tisu untuk mengelap tetesan keringatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Lo kenapa, Xa?" Rhea menatap Oxa penasaran sembari mengambil tisu untuk mengelap tetesan keringatnya. Seblak yang ia pesan lima belas menit lalu benar-benar membakar lambung, kuah merah dengan kekentalan yang hakiki, isi yang komplet serta harga terjangkau benar-benar favoritnya dan Oxa.

Oxa menatap Rhea sejenak, lalu menggelengkan kepala sebelum akhirnya meminum kembali jus alpukat yang ia pesan tadi. Walau pikirannya masih melayang memikirkan suatu hal, entahlah ... ia pikir Rhea tak perlu tahu segalanya.

"Lo mau main rahasia-rahasiaan, nih ceritanya? Kenapa, sih, nggak suka gue ngelihat muka lo kek ngebengong gitu, takutnya kesurupan siapa yang nyadarin coba?" tandas Rhea sembari meletakkan tisu di piring kecil dekat mangkuk seblak.

"Kalau gue kesurupan, ya lo lah yang wajib nyadarin gue, Rhe. Masak kang parkir, sih."

"Misik king pirkir, aduh Xa kalau gue yang nyadarin lo yang ada itu setan makin lengket. Secara gue ratu persetanan 2022," cibir Rhea sembari mengangkat sendok hendak kembali menikmati kuah seblak.

Terdengar gelak tawa dari Oxa, memperlihatkan barisan susunan rapi nan putih dari giginya yang terlihat sekali sangat dirawat dengan baik. Namanya juga calon dokter.

"Udah, ah. Cerita-cerita, kenapa dari tadi lo kayak banyak banget beban pikiran. Walau gue gak bisa bantu banyak setidaknya jadi tempat bersandar lo lah. Ceileh, bijak bener gue ... tempat bersandar gak tuh." Rhea tergelak di akhir ucapannya, orang-orang mungkin akan mengira keduanya adalah teman atau mungkin sahabat lama. Namun, pada kenyataanya baik Oxa dan Rhea baru berkenalan ketika PKKMB tahun lalu.

"Gue bingung aja, sih, Rhe. Kating kita ngajak gue ikut aktif di hima, malah terkesan maksa gue banget, tapi di sini posisinya gue lagi gak pengen gabung dulu," ungkap Oxa bercerita.

Rhea mengangguk-anggukan kepalanya, posisi keduanya yang saling berhadapan membuat ekpresi masing-masing sangat jelas terlihat. Rhea yang sedari tadi begitu fokus dengan seblaknya yang kini bersisa sedikit lantas langsung berubah haluan, bak lagi sayang-sayangnya lalu di ghosting seenak jidat.

"Nah, tapi ... gini loh, Rhe. Gue juga ngerasa nggak enak sama kakaknya, dia pas awal semester pernah ngebantu gue jadi pas dia minta gue aktif di hima rasanya agak berat langsung nolak. Gue harus gimana, dong?" Kening Oxa mengerut, mata cewek itu memutar 30° dengan wajah cemberut serta embusan napas dalam di akhirnya.

"Emang kakaknya ngebantuin lo dalam hal apa?" tanya Rhea kepo.

"Nunjukin arah toilet," jawab Oxa singkat.

Seketika Rhea berdecak, wajahnya melengos ke kiri sebelum akhirnya kembali menatap Oxa. "Gini loh, Xa. Lo ngerasa berhutang budi dan takut nolak cuma karena tuh kating nunjukin arah toilet ke lo kan?" Oxa mengangguk, ucapan Rhea menggantung cewek itu lalu kembali melanjutkan. "Dia cuma nunjukin arah, bukan sampe nganterin lo ke toilet, kan? Itu udah biasa kali Xa, nggak usah ngerasa nggak enakan kalau lo mau ya bilang mau, kalau nggak ya nggak. Simpel, kan?"

Sense of Stability[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang