Bab 12 : [Tantangan?]

201 12 31
                                    

Makin di amati, semesta seakan makin memihaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makin di amati, semesta seakan makin memihaknya. Seolah apa yang ada di bumi ini berjuang bersamanya untuk mendapatkan dia. Bentala seakan bersekongkol dengan baskara, yang kemudian membisikkan pada cakrawala dan kini memanggil angin untuk ditiupkan benih-benih cinta.

Seminggu sudah Zhio melakukan pendekatan ekstrem nan ekstra pada Oxa. Ia benar-benar tidak membual tentang apa yang telah ia ucapkan. Cowok itu benar-benar menginginkan Oxa, cewek yang begitu susah menerimanya dan memasang wajah permusuhan yang ketara.

Anehnya, di sela-sela pendekatannya itu kegiatan organisasi dan perkuliahan Zhio terus berjalan tanpa hambatan. Bahkan cowok itu baru saja menyandang status ketua HIMA di prodinya. Suatu jabatan yang cukup memakan tanggungjawab tentunya. Walaupun begitu, seperti biasa Zhio sudah berada di depan gedung belajar fakultas kedokteran.

Beberapa mahasiswa kedokteran yang mengenalnya sontak menyapa cowok itu. Beberapa di antaranya bahkan dengan berani mempertanyakan kehadiran Zhio, yang seminggu ini selalu terlihat di pelantaran parkir fakultas.

Lagi, lagi ini hanyalah Zhio. Cowok gemini yang memiliki seribu alibi dan sejuta jawaban. Bahkan bila ada pertanyaan ke seribu satu, maka ia akan memiliki jawaban ke seribu dua. Ajaib bukan?

Seperti halnya sekarang, Zhio melambaikan tangannya ketika netra hitamnya melihat kedatangan Oxa yang berjalan bersama Rhea dan Fikri. Zhio tersenyum tipis, ketika balasan yang ia terima lagi-lagi sikap cueknya cewek itu. Zhio lantas berlari kecil, ia segera menutup pintu mobil Oxa ketika cewek itu baru saja membukanya.

"Kenapa, sih, lo?" ucap Oxa kesal, matanya mendelik tajam.

Namun, seolah tak mempan Zhio malah bertanya dengan santainya. "Pulang bareng gue?"

"Shit! Udah gue bilang dari kemarin-kemarin. Berhenti nemuin gue, Kak!" geram Oxa dengan wajah memerah. Kekesalannya pada Zhio narik beratus kali lipat, entah bagaimana bisa cowok ini masih nekat mendekatinya, sedangkan ia sendiri sudah menolak mentah-mentah cowok itu.

Fikri dan Rhea sendiri meringis ketika mendengar jawaban Oxa. Percayalah, tak ada yang begitu berani membentak dan menolak Zhio seperti itu. Yah, setidaknya ... dengan prestasi dan wajah yang rupawan itu membuat Zhio sendiri mudah untuk mendapatkan apa yang ia mau.

"Dan gue juga udah bilang, kalau gue nggak akan berhenti sampai lo mau terima ajakan gue. Gue udah bilang itu kemarin-kemarin juga." Jawaban Zhio lantas menambah kekesalan Oxa. Ia hampir buntu ide, bagaimana cara mengusir kakak tingkatnya ini?

Oxa menarik napasnya dalam, berusaha tenang dan tidak bersikap sembrono.

"Ingat, calon dokter harus selalu tenang. Oke, tenang Oxa tenang ...."

"Gini aja deh, Kak. Kita taruhan, dengan siapa yang kalah akan ngabulin permintaan pemenang. Dengan catatan, yang kalah nggak boleh protes untuk setiap permintaan dari si pemenang. Gimana?" Oxa benar-benar berharap Zhio mau menerima usulannya, dalam hati cewek itu terus merapalkan doa.

Ekspresi wajah Zhio sendiri tak dapat ditebak, cowok itu seolah menimbang-imbang sesuatu. Ia bukan takut kalah, tetapi lebih ke bertanya-tanya tantangan apa yang akan Oxa berikan sehingga dari tatapannya saja ia tahu ... Oxa serius tentang ini, dan mungkin akan mengajukan sesuatu yang benar-benar ia kuasai.

"Gimana, Kak? Nggak berani?"

"Kapan? Tentuin waktu dan tempatnya, gue siap kapan pun," jawab Zhio yakin.

Sekilas Zhio melihat senyum tipis Oxa, perasaannya benar-benar yakin, ada sesuatu yang cewek itu rencanakan.

"Oke, kalau gitu minggu jam empat sore di taman Seganti." Oxa lalu membuka mobilnya setelah menyingkirkan tangan Zhio, belum juga masuk ia kembali berucap, "ah, ya jangan lupa bawak skateboard lo, Kak." Setelahnya Oxa benar-benar masuk ke dalam mobil setelah berpamitan pada Rhea dan Fikri. Hingga mobilnya menghilang dari pandangan, Zhio terpaku di tempatnya.

"Kak, percaya atau nggak tapi ... gue nggak pernah lihat orang semahir Oxa ketika main skateboard." Tampak jelas raut wajah Rhea menunjukkan raut simpatinya.

Entahlah, kalau ia jadi Zhio, Rhea pasti langsung melambaikan bendera putih pada Oxa. Come on! Ini skateboard, permainan yang gak bisa dikuasai hanya dalam sekali coba. Lagi, kalau Rhea jadi Zhio dia akan protes dan meminta tantangannya diubah. Bukannya malah terdiam di tempat dengan ... menyeringai?

"Kak jangan bilang kalau ...." Rhe menatap Zhio dan Fikri bergantian.

"Dan Kakak juga sama, Rhe. Nggak ada yang sebaik Zhio dalam permainan itu," jelas Fikri sembari menatap penuh arti pada sahabatnya itu.

"Kalau gitu, Oxa salah ... strategi, dong?" tanya Rhea lagi.

Zhio menggelengkan kepalanya. "No, nggak sepenuhnya salah. Karena faktanya, gue udah nggak main lagi sejak dua tahun lalu. Waktu buat ngasah kemampuan itu lagi juga cuma dua hari, apa pun bisa terjadi."

***

"Xa, lo bener-bener yakin nantangin Kak Zhio main skateboard?" Rhea terus menanyakan hal yang sama selama dua hari ini.

Oxa yang sedang melakukan pendinginan usai berolahraga lantas menatap Rhea jenuh. "Memang kenapa, sih, Rhe? Kayak nggak yakin sama kemampuan gue aja," jawab Oxa sembari melempar minuman dingin ke Rhea.

Rhea menangkap minuman itu. "Bukannya ngeraguin tapi seperti yang gue bilang kemarin. Xa, Kak Zhio itu jago dalam permainan itu juga. Bahkan Kak Fikri ngeliatin mendali emas Kak Zhio as dia menang turnamen, walau katanya dia  udah lama nggak main tapi ...."

Oxa meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Rhea. "Tapi apa? Nggak usah khawatir gitu, Rhe. Gue pasti menang, udah gak usah mikirin soal ini pertandingannya besok juga. Sekarang yang diutamain itu soal quiz Hematologi nanti siang. Udah belajar belom lo?"

Mata Rhea membulat sempurna. "Anjir! Serius lo nanti siang quiz? Siapa yang bilang, Njir!"

Sontak Oxa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Rhea. Heran, bagaimana mungkin ia lupa dengan hal sepenting itu.

"Lo nggak buka grup? Anak-anak pada bahas soal quiz, loh."

Rhea menggeleng pelan. "Ponsel gue habis batre pas dipake chatingan sama Kak Fikri."

"Pacaran aja terus, kayaknya 24/7 deh kalian selalu ketemu. Masih kurang apa sampe selalu chatingan?"

Sontak Rhea menoyor dahi Oxa. "Mangkanya sekali-kali pacaran, Bu. Buku terus isi otak lo, kalau lo udah pacaran bakal ngerti kok gimana rasanya nggak berhubungan sehari aja. Waktu Kak Zhio malah sok-sokan nggak mau sampe nantangin dia, lama-kelamaan gue doain lo besok kalah dah."

Oxa mendelik. "Dih, jahat banget lo jadi temen."

Rhea lantas tertawa, ia memeletkan lidahnya. "Biarin, biar temen gue ini masa kuliahnya nggak monoton amat. Biar saat lo ceritain ke anak lo nanti bukan cuma sekadar buku, ujian, dan kampus doang."

"Terserah lo dah Rhe, iyain aja biar cepet."

Kira-kira siapa yang menang nih? 👀👀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kira-kira siapa yang menang nih? 👀👀



Sense of Stability[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang