Bab 18 : [Tersangka]

140 10 22
                                    

Netra itu bergerak perlahan, menutup lalu kembali terbuka, sangat perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Netra itu bergerak perlahan, menutup lalu kembali terbuka, sangat perlahan. Menyesuaikan dengan cahaya lampu yang tiba-tiba masuk ke retinanya. Lampu-lampu di tiap sudut kamar itu hidup dengan terang, menyinari sebuah ranjang yang berisikan seorang gadis yang baru terbangun dari tidur yang cukup panjang.

Mata indah itu kemudian terbuka lebar, terdiam dalam satu dua detik sembari mengingat-ingat kejadian tadi siang. Oxa kemudian beranjak dari tidurnya, menyandarkan punggung ke sandaran ranjang sembari melirik jam dinding yang terpasang di kamar.

"Delapan malam?" Ternyata ia tertidur kurang lebih tiga jam, pantas kepalanya cukup pusing sekarang. Ingatkan Oxa untuk tidak tidur di sore hari, yah ... walaupun dalam kondisi ketika phobianya kambuh sejujurnya istirahat adalah hal terampuh.

Bunyi suara pintu yang terbuka mengalihkan atensinya, seorang wanita cantik dengan dress rumahan mendekatinya, Mama.

"Udah bangun, Sayang?" tanya Amanda dengan pertanyaan retorikanya itu. Oxa pun menjawab dengan anggukan pelan, ia memejamkan matanya ketika Amanda memegang dahinya.

"Nggak anget ...."

"Ma, aku bukan sakit," ujar Oxa cepat. Amanda tersenyum simpul.

"Mama bercanda Sayang, minum dulu, ya?" Oxa mengangguk, Amanda pun memberikan segelas air yang sedari tadi berada di meja kecil di samping tempat tidur putrinya itu.

Setelah tiga tegukan Amanda kembali meletakkan gelas ke tempat semula sembari merapikan rambut anaknya. Oxa memejamkan mata, ia selalu suka ketika Amanda memegang rambut disekitar wajahnya, entah untuk merapikan ataupun mengelus. Rasanya begitu nyaman.

"Tadi kenapa? Nggak biasanya kambuh," tanya Amanda. Netra itu kembali terbuka, menatap wanita yang paling ia sayangi sembari memegang tangan Amanda yang masih setia di rambutnya.

"It's okay, Mom. I'n fine."

Amanda menggeleng. "No, honey. Kamu nggak tahu gimana khawatirnya Mama dan papa saat melihat kamu dibawa dalam keadaan lemas kayak tadi, itu nggak baik, Sayang."

Oxa tahu, ia sangat tahu. Apa pun yang berhubungan dengan kesehatannya, terutama mentalnya akan selalu membuat kedua orang tuanya itu khawatir. Ia juga tak tahu kenapa phobianya kambuh kembali di saat yang tak tepat.

"Oxa cuma kelelahan aja, Ma. Akhir-akhir ini quiz dan tugas cukup banyak, jadinya berpengaruh dengan tubuh Oxa," ucapnya sembari menatap netra Amanda, berusaha menyakinkan sang mama bahwa ia memang hanya kelelahan walau.

Terdengar embusan napas dari Amanda, ia membalas genggaman anaknya itu. Oxa memang seperti itu, selalu tidak ingin terlihat lemah apalagi membuatnya khawatir.

"Mama udah masak ayam nanas dengan sambal terasi kesukaan kamu, kita makan, ya."

"Mama duluan aja, nanti Oxa nyusul mau mandi dulu, gerah soalnya." Setelah mendapat persetujuan dari Amanda barulah Oxa beranjak dari ranjangnya tepat ketika sang mama menutup kembali pintu berwarna putih itu.

Sense of Stability[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang