BAB 17 : [Orang Ke ?]

160 10 20
                                    

Setelah berbicara santai dengan papanya Oxa, Zhio lalu berpamitan untuk pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah berbicara santai dengan papanya Oxa, Zhio lalu berpamitan untuk pulang. Sebenarnya ia ingin melihat keadaan Oxa terlebih dahulu, tetapi rasanya tidak sopan ia yang baru berkenalan dengan kedua orang tua gadis itu seenaknya meminta izin memasuki kamar sang pemilik. Setidaknya, Zhio benar-benar menjunjung tinggi privasi ya ... walah tidak sepenuhnya, sih.

Aran, Papa dari Oxa cukup bersahabat dengannya. Obrolan mereka pun cukup nyambung apalagi ketika membicarakan terkait masalah kampus dan politik, mungkin memang benar kata Oxa ia lebih cocok masuk jurusan hukum. Namun, bukan berarti dia mengiyakan, rasanya ia benar-benar bersyukur menjadi mahasiwa pertanian yang kerap kali dipandang sebelah mata.

Ia ingat ketika Amanda--Mama Oxa-- bertanya padanya ketika memperkenalkan diri sebagai mahasiswa fakultas pertanian di jurusan ilmu tanah.

"Bukannya Tante mengecilkan, tapi apakah kamu pernah berkecil hati masuk di fakultas pertanian? Hm, bukannya tante rasis ya, cuma dari zaman Tante kuliah banyak yang menganggap remeh jurusan dan fakultas itu," pungkas Amanda hati-hati takut menyingung Zhio.

Zhio sendiri menggeleng pelan dan berbicara mantab. "Saya nggak pernah berkecil hati, Tan. Bahkan saya bangga berkuliah di jurusan dan fakultas yang memang saya inginkan, orang-orang pernah bilang saya lebih cocok di FEB, FT, ataupun di FK. Tapi bagi saya, basic saya ada di fakultas dan jurusan ini, jikapun bertemu mereka yang memandang sebelah mata saya selalu membalas dengan bertanya kembali pada mereka," jelasnya.

Aran yang merasa tertarik dengan pembicaraan ini pun bertanya," Pertanyaan seperti apa?"

"Hmmm ... mungkin seperti 'sehari-hari kamu makan apa? Jika kamu masih makan makanan yang berasal dari alam yang dikelola petani, tidak pantas untuk kamu meremehkan fakultas dan jurusan yang nantinya melahirkan para petani muda yang berjuang memberikan bahan makanan berkualitas untuk tubuh kamu' mungkin ya ... seperti itu Om, Tante."

Setelahnya, entah bagaimana Zhio semakin percaya diri kalau jalannya untuk mendapatkan hati Oxa akan semakin dipermudah. Ia pikir jawabannya cukup memuaskan kedua orang tua calon gadisnya itu. Bukankah ada pepatah mengatakan dapatkan hati orang tuanya, maka hati anaknya pun akan mudah dimiliki.

Ketika sudah setengah jalan, ponsel Zhio tiba-tiba berdering. Ia pun segera menepikan motornya itu di bawah sebuah pohon.

"Evony?" gumamnya ketika membaca sebuah nomor dengan nama yang tertera di layar.

"Asalamualaimum, kenapa?" tanya Zhio.

"Di mana, Zhi?"

Zhio melirik sebuah kedai yang tak jauh dari tempatnya sekarang. "Depan Kedai Mama Bohai, kenapa?"

"Bisa jemput gue nggak? Nggak jauh kok dari tempat lo sekarang."

Dahi Zhio mengerut bingung, tumben teman satu angkatannya itu meminta dijemput seperti ini.

"Memangnya di mana?"

"Di gang 3, Zhi. Gue tunggu, ya."

Setelah itu sambungan pun terputus. Ingatkan Zhio kalau ia tadi lupa bertanya kenapa Evony tiba-tiba minta dijemput. Zhio lalu segera menghidupkan motornya dan melaju dengan kecepatan sedang menuju alamat yang tadi diberikan Evony. Ia menepi ke sebelah kanan ketika melihat siluet temannya yang tak asing lagi.

Setelah Evony naik, barulah Zhio bertanya pada cewek itu. "Ini lo mau ke mana? Tiba-tiba minta di jemput."

Evony sedikit gelagapan, ia tadi hanya iseng menelepon Zhio. Namun, kepalang tanggung otaknya segera berpikir menemukan jawaban selogis mungkin.

"Gue mau ke JNT, tapi motor tadi masih di bengkel terus iseng telepon lo eh ternyata beneran di jemput," jawabnya setengah jujur dan bohong.

Wajah Zhio yang tertutup helm full face nya pun tak dapat menyembunyikan raut kesalnya. Ia pikir ini sesuatu yang urgent.  Tiba-tiba ia merasa seperti ojek pribadi Evony, yang ketika di telepon akan datang dan siap mengantar dengan layanan terbaik.

"Ah, apa nanti gue minta bayaran aja ya? Biar memperdalam rasa jadi kang ojeknya?"

"Lo nggak keberatan kan, Zhi?" tanya Evony takut-takut.

"Nggak, santai aja. Gue juga tadi emang lagi di deket sana."

"Owh, abis makan ya?" tanya Evony mencari topik pembicaraan.

Zhio membalas. "Habis dari rumah jenguk temen sakit."

(Pas sama bokap mokap Oxa ngenalin jadi Pacar, pas sam cewek lain dibilang temen, dadar crocodile ya 👀 *author)

"Oh ya, siapa yang sakit? Dimas?" tanya Evony lagi, setahunya Zhio memang sangat dekat dengan Dimas.

"Bukan, adalah temen cewek." Tanpa ia sadari, jawabannya sudah membuat cewek yang ia bonceng itu memasang wajah tak suka.

Ketika sudah sampai di tempat JNT, Evony pun segera turun dengan sebelumnya meminta Zhio menunggu sebentar.

"Fix! Gue bener-bener ngerasa jadi tukang ojek."

Sembari menunggu Evony, matanya memindai bangunan-bangunan di daerah itu, atensinyaa tertarik ketika melihat ada sebuah toko di seberang jalan yang sepertinya menjual pernak pernik lucu dan menarik. Kurva di bibirnya semakin melengkung mengetahui toko itu juga berdekatan dengan toko buku. Ingatkan Zhio untuk menjelajahi toko tersebut nanti, iya ... nanti. Setidaknya setelah mengantar Evony balik. Ia tidak ingin menjadi cowok yang menyakiti hati perempuan dengan meminta bantuan memilihkan kado ataupun buah tangan untuk cewek lain.

Walau Zhio tak tahu apakah Evony tipe yang baperan atau tidak, setidaknya ia harus sedia payung sebelum hujan, bukan? Jangan sampai membuat anak orang itu baperan dan berujung sakit hati, mengingat sifat Oxa rasanya cewek incarannya itu akan dengan senang hati memberikannya pada cewek lain dan mengalah.

"Balik?" tanya Zhio ketika Evont kembali dengan membawa sebuah paket berukuran sedang.

Bibir Evony mengerucut kecil. "Baru juga jam lima, Zhi. Enaknya sore gini ke pantai, nikmatin sunset dengan es kelapa muda pasti seger banget!" seru Evony menggebu-gebu.

Zhio lagi-lagi mengalah, ia pun mengangguk menyetujui dengan Evony yang tersenyum manis menatapnya. Ia cukup tak nyaman ketika Evont naik ke motornya dan berpegangan erat ralat, sepertinya lebih ke memeluknya erat.

"Semoga nggak seperti yang gue pikirin," batinnya.

"Kapan lagi bisa berdua jalan di sore hari apalagi ke pantai bareng Zhio, cowok yang paling sibuk seangkatan sampai jarang banget liat dia di duduk-duduk doang fakultas. Ah ... rasanya seperti lagi kencan ...," batin Evony dengan hati berbunga-bunga.

Sejak semester satu Evony memang telah menaruh rasa pada Zhio, siapa juga yang tidak menyukai cowok itu. Cowok yang ketika ospek begitu menonjol dan kharismatik, ia tidak akan lupa ketika pertama kali melihatnya. Saat itu Zhio menjadi ketua kelompok di mana Evony berada di dalamnya, masih teringat jelas sikap Zhio yang benar-benar care dan berjiwa pemimpin. Evony seketika jatuh cinta detik itu juga, hatinya lemah bila bertemu cowok seperti itu.

Apalagi Zhio masuk kategori cowok tampan di atas rata-rata dengan otak cemerlang dan dompet yang tebal. Tuhan, ia benar-benar ingin disandingkan dengan Zhio di pelaminan!

Agak ngeri ya sama Evony😂Duh, kayaknya Oxa bakal rela lahir batin nih kalau Zhio diambil Evony, wkkwkwk😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Agak ngeri ya sama Evony😂
Duh, kayaknya Oxa bakal rela lahir batin nih kalau Zhio diambil Evony, wkkwkwk😂

Sense of Stability[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang