Viginti quinque punctum nulla: new people and new past
________
Bukan permintaan Calvin maupun Devina untuk menggelar acara pertunangannya dengan mewah bak petinggi negara. Semuanya berjalan atas kendali para tetua dari keluarga mereka. Walaupun ayah Devina tidak bisa menghadiri acara putrinya pun, laki-laki itulah yang hampir sembilan puluh persen pecicilan bertanya ini-itu.
Pertunangan dilangsungkan di hotel milik Agam. Hotel mewah dengan segala pelayanan kelas atas. Kurang beberapa menit lagi rangkaian acara pertunangan akan segera dimulai. Seluruh keluarga, teman dekat Calvin dan Devina sudah hadir menjadi saksi sekaligus pelaku yang akan memeriahkannya.
Namun, dari ratusan orang itu. Hanya Mecca yang lebih menuruti ucapan Hisyam, dan memilih berdiam diri di apartemennya.
"Passwordnya udah kamu ganti kan? Terus jangan keluar apartemen kalau aku belum jemput kamu. Paham?"
Mecca berdecak kesal. "Syam, kamu pikir aku anak kecil yang mau diculik apa. Nggak usah berlebihan deh."
"Bukan gitu Ca. Perasaanku dari tadi nggak enak."
"Kangen kali," sahut Mecca dengan kekehan kecil.
Senyum Hisyam mengembang di seberang sana. "Iya itu sembilan puluh delapan persennya sih."
Mendengar itu, Mecca cepat-cepat menjauhkan ponselnya dari telinga. Dia sudah cukup penat mendengarkan rentetan kalimat dari Hisyam. Sejak kemarin, manusia itu cemas sekali dengan dirinya.
"Udah ya Mas Dokter, aku tutup dulu. Assalamu'alaikum," tutur Mecca cepat, sedetik kemudian ia menekan ikon merah.
Mecca jadi penasaran dengan isi perasaan Hisyam. Sejak kemarin kekasihnya itu tidak henti membuntuti dia ke mana saja pergi. Ke kamar mandi pun mata elang lelaki itu masih tajam memantau dirinya, dari balik pintu maksudnya.
Sebenarnya apa yang akan terjadi. Hisyam bikin orang merinding saja.
Usai mematikan panggilan dari Hisyam, Mecca berkelut kembali dengan tumpukan kertas-kertas dan buku tebal yang harus ia pelajari sebelum ujian.
Kalau seperti ini dia tidak fokus dengan materi-materi, biasanya kan Hisyam yang menemaninya belajar. Atau kadang memberikan pertanyan-pertanyaan spontan yang harus Mecca jawab dengan tepat, cepat, dan benar. Lalu sekarang? Dia sendiri, sendirian di tengah pesta meriah mantan kekasihnya.
Miris memang.
Baru beberapa menit netranya fokus dengan buku di tangannya, Mecca kembali dibuat kesal dengan dering ponselnya. Pikirnya, siapa lagi kalau bukan Hisyam. Jadi, dia memilih untuk membiarkannya saja.
Sekali, dua kali, sampai ketiga kali panggilan sudah cukup membuat Mecca emosi setengah mati.
Tangannya membanting pulpen ke atas meja. Sesaat kemudian dia menyambar ponsel dengan cepat.
"Ya ampun Syam, apaan lagi sih. Aku udah lakuin semua perintahmu, kurang apa lagi," sungut Mecca buru-buru. Tanpa melihat siapa subjek yang menelepon dirinya.
"Mecca! Ada apa? Kamu di mana sekarang?" tanya orang di seberang sana sedikit panik.
Seketika hati Mecca mencelos. Kalau perlu dia harus melayang ke udara saat itu juga. "Calv, maaf. Aku kira dokter Hisyam."
"It's okay. Jawab pertanyaanku yang tadi."
Mecca menghirup udara rakus lalu menghembuskannya pelan. "Aku di apartemen. Maaf Calv, aku nggak bisa datang. Ada kerjaan penting yang nggak bisa ditinggal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Helianthus: Aeternum [COMPLETED]
Romance"Kamu ngeselin banget ya ternyata," kataku sebal. Dia kembali menarik bibirnya ke atas. "Baru tahu kamu ... " " ... Habisin sarapannya. Aku mau siap-siap sebentar," lanjut laki-laki itu. Dia menggiring kakinya berjalan untuk mencuci piring kotornya...