Octo punctum nulla: one step faster
___________
Tepat pukul enam pagi, para anak koas berkumpul di gazebo taman rumah sakit. Mereka berjumlah sepuluh orang, dengan bagian stase yang berbeda-beda. Kami menyempatkan melahap sepotong roti dan secangkir kopi sebelum benar-benar kesetanan bergerak ke sana-ke mari. Tahu sendiri lah kalau anak koas jarang sekali bisa bersantai ria. Dan ini juga detik-detik kami akan rolling ke stase selanjutnya.
“Liana kok diem aja? Berantem sama Mas Pacar nih kayaknya,” seru Jul keras. Jul ini memang hobi menggoda orang.
Liana yang digoda seperti itu bukan marah dia malah cuek, pura-pura tidak mendengarkan pekikan Jul.
Aku menatap Liana sebentar, kemudian memutar kepala ke kiri berganti menatap Agas menyelidik. Tumbenan juga mereka membisu, biasanya sudah teriak-teriak seperti tukang penjual bak.
Agas X Liana adalah dua manusia yang lebih sering cosplay Tom & Jerry. Walaupun memang benar, mereka pacaran. Tapi gaya pacaran mereka sungguh aneh, delapan puluh persen isinya hanya berantem atau saling mengolok. Parahnya lagi mereka ini beda keyakinan, tapi masih kekeh mau saling berjuang.
“Gas, lo enggak putus kan?” tanyaku penasaran.
Agas menghela napas pelan tanpa menjawabku. Lalu beberapa saat kemudian tawa anak-anak meledak bebas memenuhi setiap sudut gazebo.
“Udah ah kalian iki tetep ngeyel wae. Wis tahu beda agama sek diterusno,” ini suara Haris -anak jawa metal.
“Tapi kalau udah jodoh enggak akan ke mana-mana. “Chill out man!” timpal Risa yang mendapat anggukan kuat dari Amy dan Dian.
Riyan yang sedari tadi memperhatikan Agas di sampingnya lantas merangkul bahu laki-laki itu. ”Putus kan enggak berarti kehilangan dia selamanya Bung. Lagian masih ada Jul noh yang siap gantiin lo,” ucapnya meledek.
Mata Agas melotot tajam ke arah Riyan. “Enak aja, nggak ya. Jul jangan macem-macem sama gue. Gue beberin pula nanti ke konsulen kalau lo kemarin bolos jaga.”
“Wah! Ngancem nih, gue diem ya Gas Elpiji. Siapa pula yang mau cewek tengil lo. And sorry cuz she's not my type,” sarkas Jul tidak terima.
“Ya enggak usah duduk deket dia dong.”
“Dih siapa yang deket, noh ... udah jauh, puass lo!” Jul menggeser tubuhnya menjauh dari Liana.
“Kalian apaan sih, Agas dipanggil dokter Tia. Cepetan!” sentak Liana usai mengintip pop-up notifnya, kemudian beranjak berdiri menarik tangan Agas untuk mengikutinya.
Beda agama memang tak selalu berakhir dengan kata “sampai di sini” -seperti mereka yang memilih jalur berpisah. Namun dari sekian banyak hubungan beda agama, tak jarang pula yang tetap berlanjut dengan mengikuti salah satu keyakinannya.
Agas setia menggelar sajadah dan Liana setia melangkah ke arah lonceng berdentang. Agas berasal dari keluarga yang kental dengan agama islam, karena ayahnya adalah seorang pemilik pesantren. Liana pun tak bisa bertindak apapun. Jadi, sudah bisa ditebak kan? Pilihan apa yang paling baik untuk mereka? Karena Liana sendiri juga tak ingin berpaling dari Tuhannya.
Sepeninggal pasangan beda agama itu, kami melanjutkan acara bincang-bincang ... tidak, tepatnya acara saling meledek.
“Vi, rambut lo bagusan sepinggang gitu deh. Kalau gitu kek anak SD.” Jul kembali memulai aksinya. Sasarannya adalah Vio si cewek cantik mungil dari stase penyakit dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Helianthus: Aeternum [COMPLETED]
Dragoste"Kamu ngeselin banget ya ternyata," kataku sebal. Dia kembali menarik bibirnya ke atas. "Baru tahu kamu ... " " ... Habisin sarapannya. Aku mau siap-siap sebentar," lanjut laki-laki itu. Dia menggiring kakinya berjalan untuk mencuci piring kotornya...