24 - Helianthus: Aeternum

3.9K 382 12
                                    

Viginti quattuor punctum nulla: Caldev's engagement

_________

"Aku nggak memintamu harus datang, tapi selagi kamu mau ... kamu boleh pergi," ucapnya sedih.

Aku memandang miris dan sesak sebuah undangan mewah berwarna biru navy di tanganku. Mustahil aku tidak menampakkan muka di sana, seluruh pasang mata keluarga dan temanku pasti tidak akan melewatkan pestanya. Lagian, mana bisa mereka merelakan acara semewah ini. Tidak mungkin.

Aku bisa. Aku tentu bisa menghadiri pertunangan mantan kekasihku ini, tapi aku tidak yakin bisa mengendalikan perasaanku.

Entah! Aku juga bingung dengan arah hatiku. Di tengah hubunganku dan dokter Hisyam yang semakin membaik, tapi mengapa kabar tiba-tiba ini harus sampai padaku.

Aku sedih sekaligus senang, sahabat yang bertahun-tahun menemaniku akan segera melanjutkan kehidupannya bersama perempuan terbaik pilihan keluarganya. Yang aku sayangkan adalah, bagaimana bisa aku mengikhlaskannya begitu saja. Calvin, dia sahabatku. Dia yang memperhatikanku selama bertahun-tahun aku bernapas. Dia juga yang tahu banyak hal tentangku.

Apakah ini memang saatnya dia meninggalkanku?

"Mecca! Kamu baik-baik aja?" tanya Calvin menundukkan kepala melihatku.

Sesaat lamunanku buyar. "Ehm, I'll try it to be okay. Aku akan datang, tenang aja!" jawabku berusaha tegar.

"Jangan memaksa!"

"Aku akan datang. Aku akan datang sebagai sahabat kecilmu, jangan berharap lebih."

"Iya-iya, I know that. Dokter Hisyam pasti jauh lebih baik dari aku, benar?" ujarnya dengan kekehan yang terkesan terpaksa.

Yeah! Dia memang lebih baik dari Calvin-untuk akhir-akhir ini. Aku akui itu.

"As you can see, dia memang laki-laki baik. Dan aku percaya dengannya," kataku bangga.

"Okay, sampai ketemu besok yaa, aku pamit."

Aku mengangguk. Membiarkan laki-laki bertubuh tinggi itu meninggalkan pelataran rumah sakit.

Ya, Calvin. Dia akan melangsungkan pertunangan dengan Devina. Rencana ini lebih cepat dari perkiraanku, dan Calvin juga begitu cepat menghapusku dari daftar perempuan yang pernah ia cintai. Semudah itu dan sesingkat itu dia melenyapkan perasaannya.

Aku kembali melangkahkan kaki meninggalkan rumah sakit. Malam ini aku pulang sendiri, tidak seperti biasanya bersama dokter Hisyam. Dia sedang repot membantu keluarganya untuk acara besok. Aku tidak akan mengganggunya, biarkan saja. Toh hidupnya bukan tentang diriku seorang, ada orang lain yang perlu perhatiannya juga.

Setengah perjalanan menuju apartemen, sebuah mobil mendekat ke arahku. Aku tahu pemilik sekaligus pengemudi mobil itu.

"Mecca, masuk!" suruh Riyan padaku. Dia membuka kaca mobilnya setengah.

Aku menggeleng. "Nggak usah Yan, tinggal dikit lagi," kataku.

"Udah gapapa, gue pengin ngopi samping apart lo. Temenin!"

Terpaksa aku mengiyakan tawarannya, padahal jarak apartemenku hanya tinggal beberapa langkah saja.

Riyan melajukan mobilnya pelan sampai tiba di sebuah coffee shop mini di samping apartemenku.

"Matcha latte," ucapku pada Riyan sebelum membiarkan dia sampai di kasir.

"Ok."

Aku mengambil duduk di dekat pintu, angin yang berhembus dari luar mungkin saja mampu mencairkan perasaan gelisahku.

Helianthus: Aeternum [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang