Quattuor punctum nulla: all of a sudden
__________Sejak berganti ke stase bedah, aku rasa apartemenku hanya berguna untuk menaruh barang atau sekadar menenggak segelas air. Pulang pukul dua atau tiga pagi lalu kembali pukul enam. Yang paling parahnya di minggu kelima aku tidak menginjakkan kaki sama sekali di apartemen karena harus berjaga di IGD.
Aku menghembuskan napas pelan. Sekarang aku duduk di halte bus dekat dengan RS. Hari ini karena aku sedang tidak jaga dan pasien tidak begitu membludak, aku menyempatkan diri untuk pulang. Alasan pertamanya, karena mami dan papi akan berkunjung ke rumah. Mereka baru kembali dari Swiss, jadi bisa dipastikan hari ini aku akan mendapat kejutan kecil seperti biasanya.
Channel? Louis Vuitton? atau ... oke skip dulu.
Perihal kenapa aku memilih bus tidak taxi, atau ojek online. Itu dikarenakan again and again my phone is low bat. Of course I'm lazy if I have to charge it. So, it's better to just use the bus.
Begitu. Oke?
Seharusnya di jam seperti ini, untuk mendapatkan bus tidak akan sulit. Tapi, ini kenapa lama sekali ya. Apakah aku harus mengalah berjalan ke apartemen untuk mengambil mobil? Malas kali, ini udah terlanjur nyasar ke sini.
Baiklah. Dari pada aku lebih membuang waktu lagi, sebaiknya aku balik ke apartemen.
Akhirnya dengan seribu kemalasan aku beranjak dan melangkah pergi menjauhi halte bus.
Belum juga setengah jalan, sebuah mobil berwarna putih berhenti tepat di samping trotoar yang aku pijak. Seketika aku mendengus pelan, karena sudah bisa dipastikan jika itu adalah dokter dengan sejuta fans. Dokter Royyan Hisyam Ramadhan. Atau biasa disapa dokter Hisyam.
"Masuk!" suruhnya usai dia membuka kaca mobil. Matanya menghunus menatapku lekat.
Aku menggeleng. "Saya mau balik ke apartemen Dok."
"Tadi ketemu Ayah kamu, dan beliau berpesan ngangkut kamu sekalian. Kebetulan saya mau ke rumah temen."
Kebetulan mulu deh perasaan. Terus apa tadi? Ngangkut? Dikira aku sapi apa.
"T-tapi Dok..." sanggahku yang belum sepenuhnya lengkap. Karena detik berikutnya dia dengan bebas memotong.
"Masa saya perlu keluar bukain pintu? Dua jam, only two hours of your break. Lupa?"
Oh shit!
Aku terpaksa membuka pintu mobil lalu duduk di kursi sebelahnya. Tak berapa lama dia mulai melajukan mobil putih kinclong miliknya. Ini yang keberapa kali aku berduaan dengan dokter Hisyam ya?
Gosh!
"Tumben pulang?" Dokter Hisyam membuka percakapan.
Aku tetap lurus menatap depan. "Lagi ada tamu penting Dok," jawabku.
Dokter Hisyam manggut-manggut, lalu sudah ... I mean mulutnya hanya berbicara dua kata itu, lalu dia kembali fokus untuk menyetir.
Sialan memang!
Sudah kubilang bukan jika jarak RS dan rumahku lumayan jauh, hampir empat puluh menit waktu yang dibutuhkan. Dan di menit tiga puluh, dokter Hisyam berhenti atau tepatnya menghentikan mobil di depan sebuah toko cake.
KAMU SEDANG MEMBACA
Helianthus: Aeternum [COMPLETED]
Romance"Kamu ngeselin banget ya ternyata," kataku sebal. Dia kembali menarik bibirnya ke atas. "Baru tahu kamu ... " " ... Habisin sarapannya. Aku mau siap-siap sebentar," lanjut laki-laki itu. Dia menggiring kakinya berjalan untuk mencuci piring kotornya...