Bagian Enam

1.9K 146 3
                                    

Albar menatap kamar Lukman dengan seksama, bayangan Raisa tanpa Hijab, tanpa gamis dan berpakaian santai selalu membayanginya. Gadis itu terlalu cantik untuk diabaikan dan ia baru menyadarinya sekarang. Setelah bertahun-tahun menikahinya, ia baru bisa melihat wajahnya sebentar, sebab suasana pondok mewajibkan semua wanita yang beraktifitas menggunakan niqab.

Albar mendekati gagang pintu kamar Lukman dan berusaha membukanya. Namun Raisa lebih pintar dengan menguncinya dan membawanya pergi bersamanya.

"Kenapa Albar?" Hafiza mengamati perilaku Albar yang mencurigakan.

"Umi ada kunci kamar Lukman?" Albar mendekati ibunya yang sedang menatapnya penuh kecurigaan.

"Tidak. Itu milik Raisa." Hafiza menatap Albar dengan seksama.

"Umi, apa umi merasa ada hal aneh dari Raisa?" Albar ikut duduk di sofa.

"Apa?"

"Soal kamar?"

Hafiza menghembuskan nafas dengan kasar. Ia mulai mengelus dadanya dengan perlahan, menahan sesak yang terasa.

"Semua salah umi dan abi. Seharusnya Raisa bisa bahagia seperti gadis pada umumnya. Bukan bersuamikan pria yang mempoligaminya secara brutal." Hafiza menatap pintu kamar Lukman.

"Maksud umi?" Albar tak percaya.

Kemudian Hafiza mulai bercerita sambil menangis dan terus mengusap air mata dan dadanya, mengenang masalalu Lukman dan Raisa.

Raisa adalah salah satu kerabat jauh dari keluarga Pondok tempat ayah Lukman mengajar. Raisa adalah gadis cantik keturunan indonesia pakistan. Raisa saat itu menjadi santriwati mereka. Raisa adalah gadis yang sangat cantik dan pintar. Semua guru yang lajang dipondok itu tertarik untuk menikahinya, namun ayah Lukman bergerak cepat untuk melamarnya.

Raisa menikah saat usianya hampir delapan belas tahun dengan Lukman, saudara kembar Albar. Setelah upacara pernikahan, keluarga mereka membawa Raisa ke rumahnya. Seminggu kemudian Lukman berpamitan akan pergi ke Amerika mendapatkan pekerjaan sembari menempuh pendidikan. Semua orang sangat bersedih karena itu.

Empat bulan kemudian, hari terburuk itu tiba. Lukman pulang sudah dalam keadaan tidak bernyawa, diantar seorang wanita yang hamil enam bulan dan mengaku sebagai istrinya. Dan perempuan itu adalah Azizah. Sebuah kehebohan yang sangat besar. Hal itu mengguncang mental Raisa.

Dihari pemakaman itu, Raisa tidak menangis. Tatapannya kosong, memadang jenazah Lukman tertutup kain. Sesekali ia melirik Azizah dan perutnya yang membuncit. Semua orang sibuk menghibur Azizah dan Raisa.

Selama tiga bulan, Raisa hanya diam, tidak berbicara tidak berekspresi dan tidak menyahut saat diajak bicara. Sampai suatu hari, Hafiza mendengar Raisa berbicara dengan bahagia didalam kamar Lukman, seolah-olah gadis itu bertemu dengan suaminya.

Sejak saat itu, Raisa langsung diobatkan ke pskiater. Pelan-pelan Raisa mulai ada harapan, sampai akhirnya saat Albar mengantar ibunya mengunjungi Raisa, Raisa tersenyum manis, dan mengatakan. "Dia, dia suamiku sudah pulang." Raisa begitu girang.

Demi membantu mengobati jiwa Raisa, Hafiza terpaksa mengorbankan Albar. Memaksa anak nya untuk menikahi gadis yang memiliki penyakit mental. Dan untuk pemulihan, Raisa sebisa mungkin dijauhkan dari Kamar Lukman. Tetapi Raisa memilih meminta kamar Lukman. Hanya itu yang ia minta.

Pemulihan mental Raisa cukup cepat. Ia kemudian ikut tes seleksi kedokteran dan akhirnya lolos. Sekarang ia mulai mengenyam pendidikan, dan perlahan-lahan depresi itu hilang, namun sisa-sisa diam Raisa saat melihat Albar menikahi Azizah menunjukkan tekanan besar dalam dirinya.

"Aku akan bertanya pada Azizah." Albar mulai berdiri.

"Apa yang akan kau tanyakan?"

RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang