Misi pertempuran diatas kasur gagal sudah akibat uang gas LPG yg harus dibayar. Rio hanya menekuk mukanya sebab semalam Raisa berkata sudah malam dan mereka harus berangkat kuliah pagi.
"Kamu, makan jangan lambat." Ucap Rio dengan nada emosi kepada Juwita. Juwita cuma bisa menelan ludah.
"Mas Rio kenapa?" Bisik Deva.
"Lagi marah padaku." Juwita balik berbisik.
"Makan yang bener." Giliran Rio menyemprot Deva.
Raisa hanya diam menikmati sarapannya. Dari kemarin malam Rio emosi. Dan Raisa pun tau penyebabnya. Namun ia memilih diam. Kemudian ia selesai makan dan mulai menyalakan ponselnya.
"Raisa, simpan ponselmu atau aku akan.." Rio belum selesai berbicara namun disela Raisa.
"Ku cium." Sela Raisa enteng.
Deva dan Juwita cekikikan melihat wajah kikuk Rio. Raisa kemudian berdiri dan mendekati Rio, kemudian mencium pipi suaminya didepan semua adiknya.
"Dah beres. Jangan marah." Raisa beranjak pergi. Sementara wajah Rio merah padam menahan malu.
Sore hari usai kuliah, Raisa dan Ani ada didapur, menulis semua keperluan rumah tangga yang kurang dan mulai memberi arahan untuk segera belanja esok hari. Sementara itu ia juga mulai mempersiapkan makan malam.
"Enak juga masakan mantu. Papa juga jadi pingin punya istri." Harsono pulang lebih cepat dari jadwal membuat Rio semakin perih menahan hasratnya.
Juwita dan Deva ikut senang, sebab makanan kesukaan mereka berdua dihidangkan malam ini. Rio menatap Raisa yang asik menyeruput cangkang kerang, terlihat lucu dan menggemaskan.
"Segera berikan papa cucu." Harsono melirik putranya. Wajah Raisa merah padam.
"Nanti malam pa." Jawab Rio seenaknya. Raisa semakin malu.
"Nanti malam bilang Pak Tono Va, suruh bayar tagihan segera." Juwita menahan tertawanya.
"Kenapa?" Harsono mengernyitkan kening.
"Nggak papa." Juwita langasung tutup mulut.
⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐
Usai mengurusi peralatan makan, Raisa masuk kekamar untuk mengerjakan tugas dari dosennya. Ditengah-tengah beljarnya Raisa melihat layar ponselnya menyala. Ternyata ada sebuah pesan dari Albar. Raisa buru-buru membukanya.
Mas Albar😍
Maaf jika Mas mengganggu kamu. Mas cuma minta kelonggaran waktu kamu untuk menengok umi. Umi ada ditempat terapi Harapan Jiwa.Saat Raisa akan membalas pesan Albar, Rio masuk kamar. Dengan cepat Raisa meneyembunyikan ponselnya tanpa menutup aplikasi tersebut. Rio yang menatap gelagat aneh Raisa hanya bisa menahan rasa penasarannya menunggu kesempatan. Kemudian Rio bergegas akan tidur.
"Ngga ngerjain tugas Pak Hendra?" Raisa menatapnya.
"Dah selesai." Jawab Rio dingin.
"Kapan ngerjainnya?" Rasia terkejut.
"Pas kamu masak." Rio menatap Raisa sebal.
Raisa segera membuka buku lagi sambil mencuri kesempatan untuk membalas pesan dari Albar. Bagaimana pun Hafiza adalah orang yang ia cintai seperti orang tuanya sendiri.
Nanti kalo ada waktu Raisa akan datang. Terima kasih untuk informasinya.
Raisa asik meneruskan mengerjakan tugas dari dosennya. Sementara Rio memandang sebal istrinya. Sejak ia bilang memperbolehkan menyalurkan hasratnya, kini malah ia yang berusaha mengalihkan keinginan itu.
Raisa naik keatas tempat tidur dan terlelap mengira Rio sudah tertidur pulas setelah tidak bersuara lagi. Rio yang penasaran dengan apa yang disembunyikan Raisa akhirnya mencari benda pipih itu.
Hati Rio semakin dongkol dengan Raisa setelah membaca pesan dari Albar. Ditambah emoticon dibelakang nama Albar. Hatinya terasa tertusuk jarum suntik yang tajam. Ia teringat kata-kata Harsono. Bahwa menikahi Raisa harus bersiap berbagi dengan masa lalu gadis itu. Dan harus terima jika dirinya harus dibandingkan dengan pria tukang poligami itu.
"Kamu Jahat!" Rio menatap wajah polos Raisa yang terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia
General FictionSemua akan terjawab, saat kau menanyakan dan mencobanya.~ Raisa