Bagian Dua Puluh Tujuh

1.4K 99 1
                                    

Raisa terkejut, saat bangun pagi Rio sudah tidak ada di atas tempat tidur. Kemana pria itu sepagi ini? Ia segera mencari ponselnya dan betapa terkejutnya benda itu sudah berpindah dari tempatnya semalam.

Raisa buru-buru mencari Rio. Namun sesubuh ini, ia tidak menemukan motornya. 'Mungkin saja Rio pergi ke masjid' batin Raisa. Namun hingga sarapan pun Raisa tidak menemukannya.

"Mas Rio kemana Mbak?" Juwita bertanya.

"Ada agenda mendadak dikampus." Jawab Raisa sekenanya.

Raisa segera berangkat ke kampus. Ia lihat Rio berbincang dengan adik kelas mereka bernama Vanny, gadis manis semester dua yang kebetulan ada jam sama dengan mereka.

Raisa tau sejak lama jika Rio pernah menyukai Vanny saat mereka ospek. Tapi entah kenapa malah belakangan Rio mendekatinya. Raisa hanya berusaha menetralkan hatinya dan pura-pura tidak tau.

Rio menatap sekilas Raisa yang datang dan tidak mendekatinya malah semakin marah. Didalam kelas pun mereka juga tidak bertegur sapa. Dea yang melihat itu hanya diam saja. Dea tau bahwa Raisa adalah orang yang tertutup untuk masalah pribadinya.

Jam dua Raisa baru sampai di rumah. Ia segera membersihkan diri dan segera merebahkan badan. Teringat Rio mengobrol dengan Vanny. Bahkan siangnya pun mereka berdua berboncengan dengan motornya. Ia melihat ponselnya namun tak ada kabar darinya. Kemudian ia menulis pesan.

Mas dimana? Malam ingin makan apa?

Jam 21.30 malam, Rio masuk kamar. Dilihatnya Raisa sudah tertidur lelap diatas kasur. Batinya makin sakit merasa ia tak ditunggui. Padahal Raisa menunggunya hingga tertidur dan belum makan malam.

Raisa membuka mata saat merasa kasurnya bergerak. Ia menggeliat memandang Rio sudah ikut berbaring di sebelahnya. Raisa segera duduk diatas kasur. Diaraihnya tangan Rio untuk menyalaminya, wajah Rio tetap datar.

"Mas? Aku minta maaf kalau aku ada salah." Raisa menatap mata Rio. Rio tidak bergeming.

"Sudah makan? Kalau belum Aku siapin ya?" Raisa menatap wajah datar Rio. Rio tak menjawab.

Raisa mulai beranjak dari tempat tidur. Ia segera masuk kamar mandi. Ia duduk di dalam bathup dengan merapatkan lututnya menyembunyikan kesedihan yang mendalam. Ia menangis. Teringat kata ayahnya.

"Ingatlah, mereka berdua adalah pribadi yang berbeda. Maka berusahalah memahami dari sudut pandang mereka, bukan sudut pandangmu." Kata-kata itu menyemangati Raisa. Raisa segera beranjak dan mencuci mukanya.

Ia melihat Rio tertidur, suara dengkuran halusnya mulai terdengar. Raisa segera mengambil ponselnya dan berjalan menuju balkon. Rio terbangun mendengar suara Raisa dibalkon.

"Aku mohon sama padamu Mas. Aku sudah memulai hidup baru aku. Aku nggak ingin rumah tangga aku hancur Mas. Aku mencintai Rio. Dan soal umi, aku menyayanginya. Tapi aku punya hak dan kewajiban aku pada hidupku. Rio adalah duniaku sekarang. Tolong sampaikan salam ku pada Hasya dan umi. Tolong jika kau ingin memberi informasi padaku, sampaikan pada Hasya. Kita bukan mahram." Raisa segera mengakhiri pembicaraan itu dan memblokir nomor Albar.

Raisa duduk didelantai balkon, menatap langit malam yang mulai menggelap. Sepertinya hujan akan turun. Angin kencang mulai berhembus. Sementara Raisa masih asik dengan lamunan dan tangisannya.

Raisa menangis tersedu-sedu ditengah hujan. Sementara ponselnya tadi sudah ia amankan sebelum duduk ditempatnya menangis sekarang. Raisa merakasan kesedihan nasibnya. Menikah ketiga kali namun selalu sedih.

Sementara Rio berdiri dibalik jendela kamar dan menguping itu semua. Ia ingin mendekati Raisa, namun rasa sakit dihatinya telah menguasai hatinya.

RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang