Bagian Delapan

1.8K 133 0
                                    

Semua orang yang ada di kontrakan Raisa, segera berkumpul di sudut ruangan. Raisa segera berdiri dan mengatakan pada mereka agar menunggu sebentar di kostnya, sementara Raisa mengajak Azizah dan Hasya segera ke halaman menjauh dari kost.

"Ada apa?" Raisa berkata sinis menatap mereka berdua.

"Jadi seperti ini perilakumu di Jogja." Azizah mulai cemberut dan menatapa Raisa penuh kematahan.

"Katakan, apa yang kalian perlukan sampai harus ke sini?" Raisa melirik keluar, diseberang jalan terlihat sebuah mobil putih terpakir dengan kaca jendela terbuka. Didalamnya terlihat Albar berbicara dengan supir.

"Mas Albar ingin berjumpa denganmu. Nanti malam Raisa diminta ke hotel untuk menemuinya." Hasya menatap kecewa pada Raisa.

"Hari ini aku sudah ada jadwal bersama teman-temanku. Katakan pada Mas Albar kalau mau, suruh bicara sendiri pada Raisa." Tantang Raisa.

"Mas Albar tidak punya nomor hp kamu." Hasya menatap Raisa sendu.

Satu tamparan keras buat Raisa, pria yang sangat ia cintai, mengikatnya dalam pernikahan, nyatanya tidak memiliki apa yang membuat mereka bisa saling berdekatan dan terikat.

Albar menatap dari kejauhan tiga istrinya sedang mengobrol. Ia baru tahu, jika Raisa hanya memakai cadar saat masuk area pesantren karena memang itu aturan pondok mereka.

Albar menatap Raisa yang begitu anggun dengan pakaiannya. Wajahnya yang tirus, hidung mancung, berkulit putih khas timur tengah sangat sempurna dengan riasan sederhana. Hati Albar mulai merasakan getaran aneh saat menatap gadis itu.

Dari lantai dua Rio menatap mereka semua. Hatinya begitu teriris perih, gadis yang ia sukai hanya diperlakukan sedemikian. Ia menatap Albar dari kejauhan. Betapa beruntungnya pria itu, dicintai gadis secantik dan sebaik Raisa. Tapi sayang pria itu terlalu tidak tau diri, sehingga memperlakukan Raisa dengan mempoligaminya.

Raisa, melirik ke sebrang jalan, menatap Albar yang ada disebrang. Jantung Raisa berdegup kencang, bayangan pernyataan Albar tadi siang berputar dikepalanya. Tak terasa air matanya meleleh. Kepingan jawaban dari banyaknya pertanyaannya sudah mulai terjawab.

"Kalian pergilah. Tolong katakan pada beliau, aku tidak akan datang. Raisa sibuk, tugas full". Raisa pergi meninggalkan mereka berdua, namun ia sempat melihay ke atas, ada Rio yang berdiri ditepian balkon memandangnya.

Albar begitu kecewa melihat Raisa tidak menyapanya dan meninggalkan Hasya dan Azizah dalam kondisi menangis. Pandangan Albar terus mengikuti arah Raisa sampai di tepian balkon dimana Raisa dan Rio terlihat berbicara berdua sejenak, kemudian Raisa tersenyum manis kemudian masuk ke dalam kamar kost berdua.

"Ayo pak, kembali ke hotel." Hasya dan Azizah masuk.

"Raisa nggak akan datang Mas." Azizah berkata dengan wajah masam.

"Kenapa?" Albar menatap wajah Azizah, sementara mobil bergerak perlahan.

"Full tugas dan ada janji dengan temannya." Jawab Hasya santai.

"Sudahlah Mas. Aku heran, dikamarnya ada dua pria. Akhlaknya patut dipertanyakan." Azizah mulai menyulut emosi.

"Ada dua gadis lain juga Zah. Mungkin mereka kerja kelompok." Hasya mencoba menetralisir.

"Kerja kelompok kok ada bilang, kalo kamu mau, aku siap jadi pacarmu." Azizah begitu sinis.

Hati Albar tersentil. Ia mengingat tadi seorang pemuda menunggunya di balkon dan tak berapa lama berbicara dengan instrinya sehingga memunculkan senyumnya.

"Mungkin cinta lokasi. Siapa tau?" Azizah mulai menganalisa

RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang