Raisa diam sepanjang perjalanan. Sedih, marah dan kecewa berkecamuk menjadi satu. Hidupnya selalu dikaitkan dengan masa lalunya. Rio menatap iba ke arah Raisa.
"Kita baikan?" Rio menatap depan.
"Ya. Aku ingin tinggal dirumah sendiri. Kita ngontrak saja." Raisa mengusap airmatanya.
"Boleh. Kita mau kontrak rumah atau kost atau gimana?" Rio melirik Raisa.
"Rumah. Aku nggak pingin tinggal di Kost. Sudah capek." Raisa membuka tas dan dompetnya.
"Aku akan kerja paruh waktu sambil menanti Ijazah kita keluar." Rio mengusap kepala Raisa.
"Apa Mas nggak malu kalo nikah dengan janda dua kali?" Raisa menatap Rio.
"Yang penting kan masih perawan. Apa masalahnya?" Jawab Rio.
"Kalo enggak perawan?" Raisa melengos.
"Ya gak masalah. Janda kan? Bukan gadis tapi nggak perawan?" Rio terkekeh.
"Emang virginitas itu penting?" Raisa menatap Rio.
"Bagiku penting. Virginitas itu bukan cuma soal darah atau selaput dara nya sayang. Tapi bagaimana soal perilaku dan sopan santun dari si wanita tadi. Mungkin terdengar munafik. Tapi aku pria yang menjaga harga diri dan martabat aku. Maka aku pasti akan meminta hal yang sama dari pasangan aku." Rio menyetir sambil mengurangi ketegangan.
"Kalau Janda? Kan nggak virgin." Jawab Raisa.
"Kalau janda, dia memiliki status pernah menikah. Kan sudah pernah terikat dalam hubungan halal. Status nya pun juga jelas." Rio menepikan kendaraannya disebuah warung makan.
"Ayo kita makan. Aku yakin pasti tadi menguras emosi." Rio membuka pintu.
Keduanya makan di sebuah rumah makan sederhana dipinggiran jalan. Terlihat pilihan menu yang ada hanya rujak cingur, soto, es degan dan mie instan. Keduanya menunggu antrian mereka.
"Mas. Aku kepikiran Mas Albar." Raisa menunduk.
"Apa kau masih menyimpan rasa untuknya?" Rio cemburu mendengar nama Albar.
"Sedikit. Dia cinta pertama aku mas." Raisa menjawab jujur. Rio mengepalkan jemarinya.
"Apa kurangnya aku Raisa?" Wajah Rio memerah.
"Tidak ada. Maaf." Raisa ketakutan melihat wajah Rio.
"Baik Raisa. Aku harus sadar diri. Perih Sa." Rio segera meminum es degan yang baru saja disajikan.
"Bantu aku Mas. Aku sudah ikhlas dengan semua. Tapi aku selalu dipanggil untuk masalaluku. Jika Mas tidak bisa menerima Raisa.. Raisa akan pergi. Mungkin Raisa tidak diberi kesempatan untuk bahagia karena menikah. Raisa menatap kosong ke arah jalan.
"Baik Sa jika itu maumu. Aku akan menurutinya. Aku akan tetap disampingmu, sampai seluruh rasa itu untukku." Rio menggenggam tangan Raisa.
"Yakin Mas?" Raisa tak percaya.
"Ya. Berikan hak ku malam ini Sa. Agar kamu tau, seperti apa cintaku padamu." Rio berbisik lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia
General FictionSemua akan terjawab, saat kau menanyakan dan mencobanya.~ Raisa