"Selamat datang, Tuan Muda."
Satu sapaan menyapa telinga Satria ketika ia baru masuk ke dalam rumahnya. Tepat setelah pintu terbuka mempersilakan dirinya.
Satria melangkah. Mengabaikan sambutan sopan kepala pelayan malam itu, namun tak urung juga langkahnya diikuti.
"Apa Tuan menginginkan sesuatu?"
Satria menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh ke belakang. Pada seorang pria yang terlihat sudah mulai memasuki dunia senjanya. Tampak beberapa helai rambut bewarna putih menghiasi kepalanya. Namun, tubuh dan wajahnya terlihat masih begitu bugar.
"Pak Herman bisa meminta siapa saja menyiapkan aku teh hangat?" tanya Satria kemudian. "Aku membutuhkannya."
Pak Herman tersenyum. "Diet Tuan bulan ini melarang teh di malam hari. Tapi, saya bisa menggantinya dengan teh chamomile saja, Tuan. Bagaimana?"
Satria buru-buru mengangguk. "Terima kasih," kata pria itu seraya berencana untuk kembali melanjutkan langkah kakinya. Namun, suara Pak Herman menghentikan langkah kakinya.
"Tuan Muda, Nyonya menunggu di atas."
Satria membeku. Menarik napas dalam-dalam dan lalu merutuk di dalam hati.
Bagaimana bisa aku ngira urusan aku dan Mama selesai begitu saja?
Napas Satria mengembus dengan pelan. "Antarkan teh itu ke kamar aku saja, Pak. Aku akan menemui Mama dulu."
Pak Herman mengangguk. Berdiri di tempatnya dengan sikap yang sopan layaknya seorang kepala pelayan. Menunggu hingga majikan mudanya itu menghilang dari pandangan matanya di lantai atas, baru ia beranjak. Menuju ke dapur. Memanggil salah seorang pelayan untuk menyediakan teh kamomil untuk Satria.
Sementara itu, di atas Satria langsung menuju ke satu ruangan yang pintunya setengah terbuka. Seberkas cahaya yang keluar dari sana cukup menjadi bukti bahwa ada orang di dalamnya. Yang tak lain dan tak bukan adalah kedua orang tuanya.
Satria mengetuk pintu dua kali. Lalu masuk. Menyapa sopan pada kedua orangnya baru duduk.
Seorang pria yang terlihat sedikit letih tampak melepaskan kacamata yang bertengger di atas hidungnya. Di sebelahnya Mega terlihat menawarkan segelas air putih.
"Minum dulu, Pa."
Pria itu bernama Sigit. Seorang pria yang nyaris berusia enam puluh empat tahun. Tampak sudah tua dengan istri yang masih terlihat muda. Bagaimanapun juga itu lantaran usianya yang terpaut sepuluh tahun dengan Mega.
Sigit menerima gelas itu. Meminum isinya seteguk dan menyerahkan kembali gelasnya pada Mega. Sementara wanita itu meletakkan gelas ke atas meja, Sigit pun berkata.
"Papa sudah melihat video kamu, Sat."
Satria meneguk ludahnya.
Sebenarnya berapa sih kecepatan orang-orang ngirim video itu?
Lebih dari itu, Satria bingung harus menanggapi perkataan ayahnya seperti apa. Kalimat itu tidak terasa seperti kalimat pertanyaan.
"Iya, Pa."
Akhirnya hanya kalimat itu yang mampu Satria katakan. Ia menguatkan hatinya.
"Namanya Eriana."
Sigit angguk-angguk kepala. "Mama sudah cerita banyak hal tentang wanita itu," kata Sigit. "Dia sekretaris kamu?"
Satria mengangguk. "Dia baru bekerja dua minggu."
Terdengar suara helaan Sigit. Ia tampak berdiam diri sejenak. "Papa sudah melihat profilnya tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: Sekantor Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Dewasa (18+) Status: Tamat Cerita Ketiga dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********************************* "BLURB" Di mata Eriana Dyah Pital...