"Ayo, ditambah lagi lauknya. Nggak usah malu-malu. Masih banyak di belakang."
"Ah, iya, Bu, iya."
"Aa' suka pohpohan nggak?"
"Suka kok."
"Pake sambal, A'. Enak banget loh."
"Ah, iya iya."
"Ini deh biar pohpohannya untuk Aa'."
"Ah, makasih."
"Dihabisin, A'. Kalau kurang masih ada kok."
"Nggak usah. Ini udah banyak."
Aa'?
Sejak kapan Satria dipanggil Aa'?
Yhang ... behnar ... sahja ...!
Eriana merasakan tubuhnya merinding atas bawah. Melihat bagaimana seluruh anggota keluarganya menikmati makan siang itu dengan begitu santainya bersama dengan Satria membuat gadis itu malah tak mampu menikmati makanannya. Alih-alih menyuap nasi ke dalam mulutnya, ia justru tampak menganga mendapati bagaimana keakraban tak masuk akal itu tercipta dengan kesan begitu alami. Tanpa pemanis buatan!
Nanik terlihat menambahkan sesendok nasi putih di piring Satria. Di lain pihak ada Rozi –ayah Eriana- yang menunjuk piring lainnya.
"Itu, Bu. Ikan tongkolnya kasih ke Satria."
Satria tersenyum. Dan itu membuat Eriana tanpa sadar mencibirkan bibir bawahnya. Terutama ketika cowok itu berkata.
"Aduh, Pak, masa semuanya saya habisin?"
Rozi geleng-geleng kepala. "Kamu pasti makannya banyak. Tambah lagi."
"Makasih, Pak."
Iiih!
Sok-sok mau nolak, tapi piring diangkat juga.
Dasar cowok.
Omongannya emang nggak bisa dipercaya.
Dan walau sebanyak apa Eriana mengubah posisi duduknya di atas tikar anyaman itu –mengingat mereka menikmati makan siang dengan duduk di lantai, alih-alih di meja-, tetap saja Eriana merasa benar-benar resah melihat pemandangan itu. Rasanya tak nyaman hingga membuat kakinya merasa kesemutan bergantian. Hal yang kemudian membuat Nanik mendelik padanya.
"Itu pasti karena kamu nggak suka makan sayur. Padahal udah dibilangin, sayuran itu bagus untuk badan. Lihat kan? Masih muda udah keseringan kesemutan kan?"
"Ckckckck." Rozi geleng-geleng kepala. "Anak gadis nggak suka makan sayur, kamu sendiri yang susah nanti, Ri."
Eriana melongo sejenak mendengar omelan tentang sayuran yang ia dapatkan siang itu. Sebenarnya bukan hal yang aneh. Orang tua Eriana seringkali mengaitkan antara wanita, sayuran, dan produksi ASI yang akan datang. Tapi, masalahnya saat itu Eriana bukannya sedang bermasalah dengan sayuran, melainkan dengan Satria. Dan ketika ia baru saja akan membantah perkataan kedua orang tuanya, Eriana justru mendapati Satria yang lebih dulu mengambil tindakan.
"Nih, Ri. Pohpohan, kol, kemangi, dan kacang panjang." Satria tersenyum lebar seraya menaruh tiap sayuran mentah itu pada piring Eriana. "Semuanya e ... nak dicocol dengan sambal." Lalu, Satria menoleh pada keempat orang adik Eriana. "Benar kan?"
"Benar, A'!"
Belum lagi sayuran lalapan itu masuk ke dalam mulutnya, tapi Eriana mendadak sudah merasa mual-mual saja. Satu pertanyaan berputar-putar di benak Eriana.
Gimana bisa ini orang-orang rumah jadi yang kayak nganggap Satria anak kandung sementara aku anak pungut?
Hal itu tentu saja tidak berlebihan mengingat bagaimana sikap seluruh keluarganya yang sangat menyambut kehadiran Satria di tengah-tengah mereka. Terutama kedua orang tuanya yang Eriana pikir bahwa akan mempersulit Satria malah bersikap sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: Sekantor Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Dewasa (18+) Status: Tamat Cerita Ketiga dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********************************* "BLURB" Di mata Eriana Dyah Pital...