52. Hidangan Utama

7.2K 314 4
                                    

"Yang seksi ... yang mana?"

Pertanyaan dengan nada menggoda itu membuat Lina membeku. Badan pelayan itu terasa mendingin. Terasa kaku dan salah tingkah. Hingga membuat ia tampak kesusahan ketika mencoba tetap tersenyum ketika menjawab.

"Mungkin yang putih, Nyonya. Bahannya sedikit menerawang."

"Aaah ...." Eriana mengangguk. "Kamu benar. Ini kalau di bawah lampu," lanjut Eriana seraya mengangkat gaun itu ke bawah sinar lampu. "Keliatan banget menerawang."

Lina mengangguk kaku sekali lagi. Tapi, ia memilih untuk tidak berkomentar karena perilaku Eriana terang saja membuat ia menjadi kikuk. Hal yang sama sekali tidak diperhatikan oleh Eriana yang justru sibuk membayangkan imajinasi di benaknya. Saat ia mengenakan gaun tidur bewarna putih itu. Berputar di tengah kamar dan memberikan senyuman menggoda.

Emmuach!

Ehm ....

Tapi, apa nggak terlalu menggoda untuk malam pertama?

Lagipula ... kalau dilihat dari sikap Satria di kamar bayi tadi, cowok itu lebih suka permainan yang smooth.

Semacam slow slow but sure.

Apa dia nggak kaget kalau melihat semua pesona aku di malam pertama?

Kalau dia jantungan gimana pas ngeliat body super model aku?

Ckckckckck.

Benar.

Kalau dia jantungan, percuma aja aku tampil menggoda 100%.

Eriana sudah mengambil keputusannya.

"Aku pake hitam aja."

"Ah ...."

Lina hanya manggut-manggut walau menyadari bahwa pilihannya tetap saja tidak dipilih sang majikan.

"Jadi," lanjut Eriana lagi. "Aku mau mandi. Kamu siapkan busa di bak. Aroma mawar. Ehm ... mawar merah ya. Aku nggak suka yang mawar kuning."

"Baik, Nyonya."

Seraya bersenandung lagu tak tau judul, Eriana lantas menenggelamkan tubuh polosnya di dalam bak mandi. Busa-busa beraroma mawar membuat ia semringah dengan begitu berbinar-binar. Membawa busa lembut itu di atas telapak tangannya. Meniupnya dengan kegembiraan yang begitu natural. Menikmati waktunya dengan begitu santai.

Selepasnya, Eriana langsung mengenakan gaun tidurnya. Berikut dengan jubahnya. Dan membiarkan Lina untuk menyisir rambutnya.

Eriana melihat jam dinding. Lalu tangannya menyentuh tangan Lina.

"Udah, Lin. Kamu boleh istirahat. Makasih ya."

Lina meletakkan sisir. "Baik, Nyonya."

Sepeninggal Lina, Eriana langsung bangkit dari duduknya. Menarik napas dalam-dalam dan melihat pada jam dinding.

"Kira-kira ... jam berapa Satria bakal ke kamar?"

Eriana mempertimbangkan beberapa pilihan yang ia miliki. Mungkin salah satunya adalah dengan mendatangi Satria di ruang kerja pria itu. Tapi ....

"Yang benar aja. Kalau aku keluar, berarti aku harus ganti pakaian dulu. Ah! Peraturan etika berpakaian."

Eriana menepis ide itu. Sementara ia teringat hal lainnya.

"Sabar, Ri, sabar."

Mengibaskan rambutnya sekilas, Eriana lantas meraih remot televisi. Menyalakannya dan mencari-cari saluran yang bisa menyenangkan matanya. Tapi, debaran jantungnya yang tidak tenang membuat ia benar-benar tidak bisa fokus.

Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang