"Turun! Turun! Turun! Pokoknya turun sekarang juga!"
Eriana melongo. Mulutnya membuka lebar dan mata membesar. Oh, jangan lupakan kedua tangannya yang masih terangkat dengan sepuluh jari yang masih bergerak-gerak menakutkan –setidaknya menakutkan di mata Satria.
Kyot! Kyot!
"Ya ampun, Tuhan!" jerit Satria. "Turun! Saya bilang kamu turun!"
Mata Eriana lantas mengerjap-ngerjap. Menghentikan gerakan tangannya, ia menoleh. Melihat melalui jendela pintu mobil. Menyadari bagaimana ternyata setelah melewati lampu merah tadi, Satria langsung melajukan mobilnya dengan cepat. Namun, anehnya pria itu justru menepikan mobilnya lima menit kemudian. Tepat di depan halte bus.
Dahi Eriana berkerut. "Turun?" tanyanya bingung. "Bapak nyuruh saya turun?"
"Iya! Memangnya ada orang lain di sini selain kamu?!"
Sekali, Eriana mengerjapkan matanya dengan ekspresi polos yang justru membuat Satria semakin mual.
"Kan ada Bapak juga."
Satria menahan napas di dadanya. Mulut terkatup rapat seolah mencegah semburan api yang akan keluar dari sana.
"Ya kali saya yang turun dari mobil saya sendiri?!" tukas Satria kesal. "Ya ampun, Ri! Please. Turun sekarang juga dari mobil saya."
"Loh, Pak? Saya kan belum sampe ke apartemen saya. Masa saya turun di sini?"
Kedua tangan Satria naik ke atas kepala ketika mendengar pertanyaan bernada keberatan Eriana. Meremas rambutnya sendiri dengan geram. "Please, kamu turun."
Tak menghiraukan perkataan Satria, Eriana justru mengerutkan dahinya. Karena entah mengapa, Eriana saat itu mendadak bingung. Tak yakin dengan yang telinganya dengar. Itu seperti ia sedang mendengar suara Satria yang tengah merengek. Tapi, itu tidak mungkin kan?
"Eh, Bapak kenapa?" tanya Eriana kebingungan. Pelan-pelan ia mengulurkan satu tangannya. Bermaksud untuk mencoba menenangkan pria itu. Tapi, nahas. Pergerakannya justru membuat Satria histeris.
"Aaah!"
Eriana melonjak dengan jeritan Satria. Semakin heran ketika melihat Satria menjauhi dirinya. Yah walau itu jelas-jelas percuma. Ada pintu mobil yang menahan punggungnya.
"Jauhkan tangan kamu, Ri. Please."
Kali ini Eriana tidak akan salah lagi. Satria benar-benar merengek. Lebih dari itu, pria itu terlihat memejamkan matanya.
"Tangan kamu, Ri. Jangan. Please."
"Loh, Pak? Memangnya ada apa dengan tangan saya?"
"Tangan kamu itu menakutkan dan dengar apa yang saya katakan. Pokoknya kamu turun!" bentak Satria kemudian. "Saya nggak mau ngantar cewek mesum kayak kamu!"
Eriana terdiam. Seperti membutuhkan waktu beberapa saat untuk mencermati maksud perkataan Satria. Hingga kemudian ia tersadar dan terkesiap.
"Cewek mesum?" tanya Eriana tak percaya. "Bapak ngomongi saya cewek mesum?"
"Memangnya saya harus nyebut kamu apa selain cewek mesum? Apa ada panggilan lain buat cewek yang terobsesi sama bokong cowok hah?! Apa coba?!"
Eriana seketika melotot. "W-wah! Bapak ngomongi saya cewek mesum cuma karena saya suka sama bokong Bapak?"
Satria menggeram. "Malah kamu omongi lagi? Dasar cewek nggak tau malu!"
"Gimana ceritanya suka sama bokong Bapak malah dibilang nggak tau malu?" tanya Eriana. "Memangnya cowok aja yang boleh suka payudara cewek? Terus cewek nggak boleh suka bokong cowok? Gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: Sekantor Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Dewasa (18+) Status: Tamat Cerita Ketiga dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********************************* "BLURB" Di mata Eriana Dyah Pital...