10. Tekanan Dimulai

5.4K 406 16
                                    

Ini jelas bukan sarapan yang dibayangkan oleh Eriana. Melihat melalui lirikan matanya yang cepat dan lincah, gadis itu jelas mulai bisa meraba situasi apa yang sedang ia alami. Sepintas lalu, Eriana sudah bisa menyimpulkan bahwa sarapan pagi itu bukanlah sarapan yang biasa ia lakukan selama hidupnya.

Nasi uduk sambal tempe nggak ada ya?

Lontong sayur tetelan ayam juga nggak ada?

Ehm ....

Satria menggamit sedikit tangan Eriana, memberikan isyarat untuk mengikuti dirinya. Mereka berdua pun mendekati meja makan berukuran besar itu. Satria menarik satu kursi. Nomor dua dari kursi utama hingga membuat Eriana bisa dengan jelas melihat pada Sigit.

Eriana duduk setelah Satria mendorong pelan kursi tersebut. Lalu ia sendiri duduk di kursi nomor satu. Tepat berhadapan dengan Mega di seberang meja.

Gadis itu memulas senyum tipis yang kemudian tak dibalas oleh Mega. Alih-alih wanita paruh baya itu justru berpaling pada suaminya.

"Pa," kata Mega. "Dia Eriana. Gadis yang aku bicarakan malam tadi."

Sigit menoleh pada Eriana. Tatapan tanpa ekspresi itu membuat Eriana bersyukur karena sudah duduk. Kalau tidak, mungkin ia sudah gemetaran jatuh ke lantai.

Sigit hanya mengangguk sekali. "Nanti kita perlu bicara."

"Baik."

Membawa kembali tatapannya mengitari seluruh orang di meja makan, Sigit kemudian berkata.

"Silakan dinikmati."

"Sreeet."

"Sreeet."

Eriana tak bisa menahan kesiap kagetnya ketika mendadak ada satu tangan muncul dari belakang tubuhnya. Yang mana itu ternyata ada seorang pelayan yang akan melayani dirinya.

Di sebelahnya, Satria memberikan lirikan tajam. Melihat ke sekeliling, Eriana baru menyadari bagaimana kesiapnya itu membuat empat belas pasang mata itu kembali menatap pada dirinya.

Eriana menghirup napas dalam-dalam. Berusaha untuk menenangkan diri di bawah intimidasi tatapan-tatapan itu. Daripada memikirkan hal tersebut, Eriana justru memilih untuk memerhatikan kehadiran enam belas orang pelayan yang bertugas untuk melayani mereka masing-masing.

Sekilas melihat, Eriana bisa melihat bahwa masing-masing pelayan tersebut melayani setiap orang yang berbeda. Dan selagi orang-orang meraih serbet yang terlipat rapi dalam bentuk bunga di atas piring masing-masing dan meletakkannya di atas pangkuan, pelayan mereka menyajikan sarapan yang berbeda di tiap piringnya.

Eriana bingung. Ada pelayan yang meletakkan salad sayuran di piring seseorang, namun justru meletakkan telur orak-arik dengan jagung kukus di piring lainnya. Sementara Satria menerima beberapa potong alpukat dengan telur orak-arik, dirinya justru mendapati roti gandum dengan beragam isi di dalamnya.

Eriana semakin terheran-heran, namun ingin menanyakan hal tersebut tentu saja ia tidak berani. Bagaimanapun juga ia bisa melihat bahwa tak ada yang bicara saat itu. Membuat ia menelan kembali rasa herannya.

Dan selagi menepikan keheranannya mengenai menu sarapan yang berbeda, Eriana kembali dibuat terbengong-bengong. Itu adalah ketika ia menyadari begitu banyaknya perlengkapan makan di hadapannya. Pisau, garpu, sendok. Dan bukan hanya itu, melainkan bagaimana ketiga alat bantu makan itu tersedia dengan beragam ukuran.

Ya Tuhan.

Aku justru aneh kenapa nggak ada garpu tanah ikut-ikutan ada di sini.

Eriana meneguk ludah. Karena ketika ia melihat, ia pun baru menyadari ada tiga gelas dengan ukuran yang berbeda turut berada di hadapannya.

Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang