"Kita nikah yuk?"
Eriana membalikkan pertanyaan itu ketika ia dan Satria sudah berada di kantor. Tepatnya di ruang kerja Satria. Dan itu adalah hal yang mengejutkan bahwa seorang Eriana mampu menahan emosinya untuk tidak pecah di meja makan tadi. Namun, pada akhirnya emosi yang ia tahan itu meledak juga saat itu. Ketika ia persis menyadari bahwa tidak akan ada orang lain yang akan melihat pertengkaran mereka pagi itu.
Satria –yang selalu melepas jas kerjanya sebelum memulai pekerjaan- tampak menggantungkan jas itu di satu gantungan berdiri bermotif pohon kayu yang terletak di belakang meja kerjanya. Menampilkan satu kemeja bewarna biru muda yang ia kenakan pagi itu. Ia menoleh pada Eriana, alih-alih langsung duduk di kursinya.
Wajah pria itu terlihat polos ketika berkata.
"Yuk."
Hal yang seketika membuat Eriana membulatkan matanya besar-besar. Mulutnya pun menganga. Tapi, ketika dilihatnya Satria melangkah mendekatinya, Eriana buru-buru mundur dua langkah seraya langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Lalu tangan Eriana turun satu. Mengarah pada Satria.
"Berenti di situ. Jangan dekat-dekat aku."
Satria mengerjap sekali. "Loh? Tadi katanya mau ngajak aku nikah." Ia mengangguk sekali. "Yuk. Sekarang juga kita bisa langsung nikah. Gampang kok."
"Kamu ini ...." Eriana meneguk ludahnya. "Wah! Yuk?" Eriana benar-benar dibuat menjadi susah bicara. "Kamu mau nikahi aku kayak yang mau ngajak aku main ke pasar malam aja, Sat." Ia mendengkus tak percaya. "Bisa-bisanya ...."
"Ehm ...."
Satria mendehem dengan penuh irama. Mengamati bagaimana perubahan warna pada wajah Eriana yang bisa terjadi dengan begitu cepat. Tadi merah, ketika ia mendekat berubah pucat, dan sekarang merah lagi. Melihat itu, Satria menyadari bahwa Eriana pasti merasa takut pada dirinya. Tapi, alih-alih tersinggung, pria itu justru merasakan hal lainnya.
Lucu.
Awas kamu ya, Ri.
Aku bakal buat kamu sampe mati ketakutan.
Hahahaha.
Maka pria itu membuat satu langkah kecil. Langkah yang langsung diantisipasi Eriana. Gadis itu mundur pula selangkah. Ia tak menurunkan antisipasinya sama sekali.
"Aku nggak tau sih kalau orang ngajak ke pasar malam itu kayak gimana," katanya seraya menaikkan kedua bahunya. "Soalnya aku nggak pernah ke pasar malam."
Eriana tidak heran sama sekali dengan fakta itu.
"Aaah. Tentu saja. Mana mungkin Tuan Muda kita pernah pergi ke pasar malam. Ck. Jangan, Sat. Kamu jangan ke pasar malam. Banyak nyamuk."
"Hahahaha."
Eriana memandang Satria horor. Pria itu tertawa dengan suara yang membahana. Yang mana sebenarnya hal itu seharusnya tidak mengejutkan untuk Eriana. Menilik dari tubuh Satria yang besar tinggi, ya otomatis saja tawanya besar.
"Perasaan aku kemaren ada yang ngebet mau nikah dengan aku kan?" tanya Satria. "Terus, kenapa sekarang kamu nggak mau nikah dengan aku lagi? Berubah pikiran secepat itu? Ckckckck. Jangan jadi cewek yang plin-plan gini dong, Ri."
Eriana terdiam. Mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Menyadari bahwa yang dikatakan Satria benar adanya.
Berpikir dengan cepat di dalam kepalanya, Eriana memutuskan untuk segera mengambil tindakan. Lagipula gadis itu bukanlah tipe orang yang suka menunda-nunda apa pun. Pekerjaan dan fakta, misalnya.
"Oke, Sat. Aku mau jujur ke kamu."
Satria menahan langkah kakinya yang dari tadi mengompori dirinya untuk terus mendekati Eriana. Alih-alih, ia bergeming dan bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: Sekantor Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Dewasa (18+) Status: Tamat Cerita Ketiga dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********************************* "BLURB" Di mata Eriana Dyah Pital...