51. Sang Nyonya

5.7K 291 6
                                    

"Gimana? Apa infusnya boleh dicopot, Dok?"

Eriana benar-benar tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Maka setelah Entang bangkit dari duduknya di tepi tempat tidur, ia pun langsung melontarkan pertanyaan itu dengan cepat. Tentu saja dengan harap-harap cemas.

"Eri ...."

Eriana menoleh. "Aku yakin aku udah beneran sembuh, Sat."

Tak menghiraukan pembelaan diri Eriana, Satria lantas berpaling pada Entang. Bertanya langsung pada dokter tersebut.

"Bagaimana, Dok? Apa keadaan Eri sudah membaik?"

Entang tersenyum. "Keadaan Nyonya sudah membaik, Tuan. Lebih cepat dari perkiraan saya."

"Oh yes!"

Eriana berseru senang. Tak menghiraukan tatapan Lina, Sinta, ataupun Entang. Ia terlihat begitu semringah. Terutama ketika mengangkat tangan kirinya.

"Kalau gitu," katanya kemudian. "Infusnya dicopot kan, Dok?"

Entang mengangguk. Beralih pada Sinta dan berkata.

"Tolong copot infusnya, Sin."

"Baik, Dok."

Eriana mengulurkan tangannya pada Sinta dengan penuh semangat. Memerhatikan bagaimana perawat itu perlahan-lahan melepas jarum infus yang menancap di sana. Setitik darah timbul dan dengan segera Sinta menahannya dengan segumpal kapas.

"Aku aja."

Eriana mengambil alih kapas tersebut. Menekannya untuk beberapa saat ketika Entang dan Sinta tampak berpaling pada Satria. Mengucapkan permisinya, lantas keluar dari kamar. Meninggalkan Satria, Eriana, dan Lina. Pada saat itulah Eriana berkata pada Satria.

"Aku udah sembuh loh, Sat. Itu artinya malam ntar aku boleh dong makan malbi?"

Satria mengembuskan napas panjangnya. "Cuma ada makanan ya di otak kamu?"

"Ehm ... nggak juga kok."

"Donat dan sosis?" tanya Satria. "Iya kan?"

Eriana buru-buru menutup mulutnya dengan satu tangan. Merasa geli.

"Ehm ... sebenarnya, Sat ...."

Eriana menggantung ucapannya dan itu otomatis membuat Satria menyipitkan matanya. Memasang ekspresi menyelidik. Dan mencoba bersabar menunggu bukanlah sifat Satria.

"Apa?"

"Ehm ...."

Eriana mendehem. Lalu ketika ia akan lanjut bicara, mendadak saja Eriana sadar bahwa masih ada Lina di sana. Hingga ia buru-buru berkata pada Lina.

"Lin, kamu keluar dulu. Nanti aku panggil kalau aku butuh."

Lina mengangguk. "Baik, Nyonya."

Dan ternyata, menunggu pun bukanlah sifat Eriana. Itu terlihat dari ekspresi wajahnya yang tak sabaran melihat Lina beranjak hingga menutup pintu kamar mereka dari luar.

Ketika pintu itu sudah menutup, Eriana dengan buru-buru menghampiri Satria. Menahan satu tangannya seraya mengangkat wajahnya.

"Donat dan sosis ...," katanya kemudian. "... itu bukan donat dan sosis beneran."

Satria mengerutkan dahinya. "Ehm?" Pria itu sedikit menelengkan wajahnya ke satu sisi. "Apa efek infus itu masih ada?"

Dooong!

Eriana melongo.

"Begini, Sat. Kita kan udah nikah."

Satria mengangguk.

Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang