Eriana bisa merasakan bagaimana insomnia yang ia derita menjadi lebih parah lagi ketika malam itu. Ketika di jam satu dini hari ia masih terjaga dan di benaknya ia tau bahwa ia harus bangun setidaknya pada jam lima pagi. Ada serangkaian kegiatan yang harus ia lakukan di pagi itu demi kelancaran prosesi pernikahan yang akan diselenggarakan pada malam harinya.
Tapi, setiap kali ia memikirkan tentang pernikahan, maka Eriana seperti mendadak mendapatkan serangan kecemasan yang berlebihan. Membuat ia tak nyenyak tidur dan tak kenyang makan. Entah berapa kali ia mencoba untuk meyakinkan dirinya bahwa pernikahan itu bukanlah hal yang menakutkan, ternyata itu tak berdampak terlalu banyak padanya.
Hingga pada satu titik, Eriana merasa terlalu letih menghadapi itu sendiri dan tangannya meraih ponselnya. Ia seperti tak menyadari dengan apa yang ia lakukan sampai pada akhirnya ia melihat bagaimana ponselnya sedang dalam mode menunggu panggilannya diangkat.
Mata Eriana membelalak. Melihat ada nama Satria yang terpampang di layar ponselnya.
Ngapain aku nelepon dia?
Berniat untuk segera memutuskan sambungan itu, Eriana justru tak bisa berbuat apa-apa saat menyadari bagaimana panggilannya sudah diangkat.
"Eri ...."
Itu benar suara Satria yang ia dengar dari seberang sana. Sejenak membuat ia tertegun hingga membuat ia justru membisu.
"Eri?"
Eriana mengerjapkan matanya. Seperti baru tersadar akan sesuatu yang menggelaplan mata.
"Oh ...," lirih Eriana tergagap.
Bingung dan salah tingkah. Menyadari kecerobohan dirinya yang menelepon Satria di jam satu malam. Tapi, sekarang ia bisa berbuat apa selain menyahut panggilan pria itu.
"Satria ...."
"Kamu ngubungi aku?" tanya Satria dengan nada tak yakin di suaranya. "Ada apa?"
Eriana menggigit bibir bawahnya. Tampak seperti petarung yang putus asa. Tak ubahnya layaknya seorang tersangka yang pasrah menghadapi vonis hukuman mati yang akan ia terima sebentar lagi.
"Aku ...," ujar Eriana dengan terbata mencoba untuk menjawab. "... nggak bisa tidur."
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Eriana memejamkan matanya. Seperti merasa malu dan ingin menenggelamkan dirinya ke sumur terdekat.
Gimana bisa aku nelepon dia dan justru ngomong hal yang memalukan kayak gitu?
Eriana meringis. Merasa benar-benar tak berdaya menghadapi itu semua. Hingga kemudian terdengar suara hela napas Satria di seberang sana.
"Kamu mau tau sesuatu?" tanya Satria kemudian.
Mata Eriana terbuka seketika. "Apa?"
"Kamu nggak sendirian."
Eriana melongo. Berusaha untuk mencerna maksud dari perkataan Satria. Tapi, yang ada justru dahinya yang mengerut.
Aku nggak sendirian?
Itu pasti bukan kalimat bermakna konotasi kan?
Eriana refleks memutar pandangannya. Melihat ke tiap sudur kamarnya. Tak ada siapa pun di kamar itu selain dirinya.
Terus ....
"Aku juga nggak bisa tidur."
Pemikiran di benak Eriana menjadi buyar saat suara Satria kembali terdengar di telinganya. Dan lebih dari itu, ia terkesiap langsung. Matanya melotot dan mulutnya menganga. Lalu di detik selanjutnya ia justru mengerjap-ngerjapkan matanya berulang kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: Sekantor Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Dewasa (18+) Status: Tamat Cerita Ketiga dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********************************* "BLURB" Di mata Eriana Dyah Pital...