46. Tragedi Pernikahan

5.3K 313 4
                                    

"Sah!!!"

Satu kata itu menggema. Dengan kompak tanpa mengurangi kesan hikmat yang tercipta. Hal yang tentu saja melegakan untuk dua anak manusia yang baru saja dipersatukan oleh Tuhan di hadapan semua saksi yang hadir pada malam itu.

Bagian yang menegangkan telah berlalu, tapi bukan berarti semua telah selesai. Satria tau itu. Ia belum sepenuhnya bisa bernapas lega. Masih ada momen lainnya yang menanti. Itu adalah ....

Eriana menyambut uluran tangannya. Dengan takzim mencium punggung tangannya. Dan Satria tidak tau kapan ia pernah merasakan seseorang mencium tangannya seperti itu. Mungkin memang tidak pernah sebelumnya. Mungkin. Dan mungkin karena itulah mengapa hal itu seperti memberikan sensasi yang berbeda pada dirinya. Tak pernah ada wanita sebelumnya yang mencium tangannya seperti itu. Tak pernah ada ... hingga akhirnya Eriana yang melakukannya.

Lantas tanpa perlu dikomando, Satria meraih tubuh gadis itu. Eriana tampak pasrah saja tatkala pria itu membawanya dalam tarikan lembut.

Mata Eriana terpejam. Respon alamiah ketika ia merasakan bagaimana bibir Satria jatuh dengan lembut. Mendarat tepat di dahinya. Di saat itu, sedikit mengagetkan bagi Eriana karena otaknya masih sempat berpikir. Mempertanyakan untuk gelenyar asing yang merambati tubuhnya saat kecupan itu ia rasakan. Satu-satunya pemikiran yang ia percaya adalah bahwa mungkin karena itu pertama kalinya ada seseorang yang mencium dahinya selain orang tuanya. Mungkin. Dan mungkin itu adalah satu-satunya alasan yang masuk akal. Karena jelas, tak pernah ada pria sebelumnya yang mengecup dahinya seperti itu. Tak pernah ada ... hingga akhirnya Satria yang melabuhkannya.

*

Kali ini bagian yang paling menegangkan benar-benar telah terlewati. Satria dan Eriana sudah bisa bernapas lega sementara para undangan mulai menikmati sajian malam itu sementara mereka berdua memilih untuk duduk di satu meja bersama dengan orang tua mereka. Bercakap-cakap. Dan menyaksikan kebahagiaan yang terpancar di wajah mereka.

Eriana meraih gelas air minumnya. Menikmati seteguk dan meletakkannya kembali. Di sebelahnya, Satria tampak menutup sendok makannya. Pria itu melirik. Pada piring Eriana yang nyaris tidak benar-benar tersentuh.

"Kamu nggak makan?" tanya pria itu kemudian.

Eriana berpaling. Mengembuskan napasnya melalui mulutnya dan menunjukkan tangannya pada Satria.

"Jangankan mau makan," katanya lirih. "Tangan aku aja gemetaran kayak gini. Aku bahkan nggak yakin bisa megang sendok sekarang ini, Sat."

Satria menurunkan pandangannya. Dan menemukan kebenaran di balik perkataan wanita itu. Hal yang membuat ia menarik napas. Sedikit mencondongkan tubuh ke arah Eriana, ia berbisik.

"Segitunya kamu gemetaran karena pernikahan?"

Mata Eriana membesar. Balas berbisik.

"Karena pernikahan ini melibatkan kita berdua."

Satria melirik. "Pernikahan nggak pernah menjadi hal yang hanya melibatkan satu pihak."

"Tentu saja," kata Eriana dengan penuh penekanan.

Satria lantas menarik tubuhnya. Menciptakan jarak seperti semula yang memisahkan mereka berdua. Lagi-lagi, matanya tertuju pada piring Eriana.

"Kamu bukan maksud minta disuap kan?" tanyanya. "Soalnya ... aku nggak yakin bisa nyuap kamu di hadapan banyak orang kayak gini. Kita bukan bocah SD."

Bibir Eriana mengatup dengan rapat untuk beberapa saat. Tanpa basa-basi, ia pun mengulurkan tangan. Meraih sendoknya.

"Aku yakin aku bisa makan sendiri."

Sekantor Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang