Part 8 "Bertemu atau menemukan?"

11.1K 1.5K 204
                                    

Woyy aku harap kelen bacanya gak cepet-cepet yak, ini nulisnya berjam-jam kelen bacabya ga sampe 5 menit, komen kek hayati gitu, scroll ae😑🤌

Yodah happy reading
🖤🥀🖤

Sepulang dari rumah neneknya Aiden benar-benar tidak langsung pulang ke rumah, dia menyempatkan untuk datang ke jembatan pinggir kota hanya untuk menyaksikan suasana malam kota Jakarta yang sangat padat itu ditemani angin malam yang berhembus tenang.

Aiden duduk di pinggir jembatan, tepatnya duduk di luar tralis pembatas. Cowok itu menoleh ke samping kiri, biasanya di sebelah kirinya ada Nadira yang sedang duduk sambil bersender di pundaknya. Jujur Aiden sangat merindukan masa-masa itu, masa dimana dia merasa menjadi orang paling beruntung karena bisa mendapatkan Nadira.

"Ra, lo lihat gue kan..." gumam Aiden sembari menatap langit.

Uhuk! Uhuk uhuk!

Aiden sontak menoleh ke samping kanan, matanya menangkap sosok perempuan dengan hodie abu-abu kebesaran yang menutupi tubuhnya, sosok itu duduk persis seperti dirinya, agaknya sosok itu juga tengah menikmati angin malam sambil melihat pemandangan kota Jakarta dari sini.

Aiden tidak peduli karena tidak hanya dirinya yang ada disini. Banyak orang lain, bahkan penjual makanan ringan pun banyak. Jembatan besar ini memang sudah seperti angkringan, sangat banyak pengunjungnya setiap malam dan mayoritas para remaja.

Mata Aiden melirik ke arah sosok tadi duduk, tudung hodie di lepaskan oleh sang empu membuat wajahnya terlihat dari samping, jika dilihat-lihat Aiden seperti kenal dengan sosok itu hingga pada akhirnya perempuan itu bangkit berdiri, kaki-kaki mungilnya melangkah mendekati penjual bakpao.

"Pak, bakpaonya dua ya yang isi kacang." pinta cewek tersebut.

Aiden malas berpikir keras, dia memutuskan untuk kembali ke posisinya. Sosok perempuan itu menoleh ke arah dimana cowok dengan jaket baseball itu duduk, matanya menyipit. Setelah membayar bakpao dia mendatangi cowok tersebut, kemudian memberikan satu bakpaonya untuk cowok itu. Entah, tiba-tiba dia ingin berbagi.

"Nih, buat kamu." ujarnya menaruh sebuah bakpao di pangkuan cowok tersebut.

Setelah itu dia bangkit dan ingin kembali ke tempatnya lagi, namun tangannya seperti di cekal hingga dia kembali berjongkok, untung tidak jatuh dari jembatan, jika sampai jaguh tamatlah riwayatnya karena dia tidak bisa berenang, sebab dibawah sana adalah sungai.

"Aruna?"

Aruna menoleh, matanya membelalak kaget. "Kok kamu, sih."

Aiden mengerutkan kening, "Kenapa lo?"

"Nggak, heran aja. Kok kamu di sini, ngapain?" Tanya Aruna.

"Nyangkul." Sahut Aiden seadanya.

Aruna mengangguk, cewek itu bangkit dan pergi mengambil minumnya dan kembali ke tempat Aiden duduk, dengan percaya dirinya dia duduk di sebelah Aiden sembari mengukur kakinya dengan kaki Aiden. Aiden sendiri hanya diam memperhatikan apa yang di lakukan oleh Aruna, segabut itukah cewek ini sampai mengukur kaki yang jelas-jelas sangat jauh.

"Ngapain?" tanya Aiden datar.

"Nggak kok, cuma lihat doang." Jawab Aruna.

Cewek itu menyingkap rambutnya yang berkibas menutupi wajah, dengan santai seperti tidak ada apa-apa Aruna memakan bakpaonya sambil bersenandung kecil dan kaki terayun. Karena merasa di perhatikan Aruna pun menoleh, diam menatap Aiden dengan tampang wajah polos tanpa dosanya.

"Kenapa?" tanya Aiden, cowok itu kembali menahan tawa melihat pipi Aruna yang mengembung penuh bakpao.

"Kenapa lihatin aku? Jangan minta punyaku, kan udah aku kasih." Tanya cewek itu penuh selidik, bahkan tangannya menggenggam bakpaonya erat-erat yang masih tersisa takut di minta oleh Aiden.

READENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang