Pagi ini Regan benar-benar pusing dengan keinginan Revan. Bocah empat tahun itu ingin dimasakan telur mata onta yang putihnya di dalam dan kuningnya diluar. Kira-kira bagaimana cara membuatnya?
"AYAAAAAAHHHH!!" jerit bocah laki-laki itu yang kini sudah berdiri diatas meja makan.
"Husstt!! Sabar nak, sabar..." Regan meletakan telunjuknya tepat di depan bibir memberitahu suapaya Revan jangan berisik.
"Telol mata onta, Lepan mau ituuuu..." Rengek Revan lagi dan lagi.
Regan menghela napas, bagaimana cara membuatnya? Masalahnya bocah itu minta putihnya di dalam dan kuningnya di luar.
"Lapalll lho Ayah, Lepan gak dikasih makan sama Ayah empat hali. Ayah kejam." ucap Revan dramatis.
Regan berdecak kesal, mana ada Ayah yang tega tidak memberi makan anaknya selama itu, lagian mana percaya orang-orang jika Revan bisa berhenti makan selama empat hari jika menahan untuk tidak mengunyah selama empat menit saja dia tidak bisa. Anak itu akan terus mengoceh dan mengomeli siapapun yang tidak memberikan makanan kepadanya.
"Fitnah lo bocil, gue masukin ke perut mak lo lagi tau rasa." Gumam Regan mulai jengkel dengan kelakuan Revan.
"Ayah omong apa?" Tanya Revan kepo.
"Berita anak durhaka matinya kecemplung gilingan semen." Sahut Regan malas.
Revan bengong, bocah itu menelaah kata-kata ayahnya tadi. "Apa Lepan ganteng ini anak dulhaka?" Gumam Revan bertanya pada dirinya sendiri.
Revan turun dari meja perlahan-lahan dengan cara menginjak benda-benda yang bisa dia pijak, seperti kursi makan dan kursi pendek. Bocah laki-laki itu berlari ke kamarnya dan pergi menghadap cermin.
"Lepan anak baik kok, gak nakal, gak cengeng, suka makan sayul, nulut sama Bunda, soleh mana ganteng lagi. Gak mungkin dulhaka." Monolognya sembari menatapi diri di depan cermin.
Bocah itu asyik berceloteh sampai tidak sadar jika sang Ayah memperhatikannya di pintu kamar, pria dengan celana bahan hitam serta kemeja putih yang digulung sebatas siku itu mengamati gerak-gerik lincah anak pertamanya. Bibirnya tersungging melihat betapa aktifnya Revan belakangan ini, anak itu semakin sulit dikendalikan dengan rasa penasaran terhadap suatu hal yang sangat tinggi.
"Ekhem!" Dehem Regan yang berhasil mengalihkan atensi Revan.
"Ihh Ayah kagetin!" Protesnya.
"Udah ayo ganti baju habis itu ke kantor Ayah, nanti kita sarapan di luar aja. Ayah bingung masak telor mata onta gimana." Ujar Regan, Ayah satu anak itu segera mengganti pakaian anaknya dengan pakaian rapi, setelah menyiapkan barang-barang putranya dia pun segera menggendong bocah tersebut membawanya turun.
Sudah empat hari dia tinggal sendirian dengan Revan, Aileen istrinya belum pulang dari Austria bersama Bunda Dania, ibu kandung Regan. Mereka berlibur dengan Oma gaul paling julid sejagad maya, yaitu Oma Rumi. Katanya mereka akan pulang lusa dan Regan tidak tahan lagi jika harus menunggu selama itu bersama Revan.
Dia merasa kuwalahan menjaga putra pertamanya itu sendirian, dia juga tidak percaya menitipkan Revan pada siapa pun kecuali mbak Lina, sedangkan asisten rumah tangganya itu meminta cuti pulang kampung karena anaknya sakit. Jadi Regan terpaksa membawa Revan ke kantor, kadang dia pun harus merelakan jika ruangannya jadi taman bermain dadakan.
"Ayah, kenapa loda itu namanya loda?" Tanya Revan mulai menguji kesabaran sang Ayah sambil menunjuk roda pesawat mainannya.
"Kalau rodi kerja paksa." Jawab sang Ayah.
Revan menggut-manggut mengerti, "Yah, kenapa bulan halus di langit, kenapa gak tenggelam di ail aja?"
Siapa sih yang ngajarin ni bocah nanya-nanya kaya gini, gue lempar golok juga tuh orang. Batin Regan.
KAMU SEDANG MEMBACA
READEN
Fiksi Remaja#1 in lifeschool April 2023 "Jangan mencintai orang yang belum selesai dengan masa lalunya" Mungkin kebanyakan orang berpegang teguh dengan kalimat tersebut, tapi bagaimana ceritanya jika kita mencintai orang lama dan orang baru di waktu yang bersa...