3▪ worries have

219 49 0
                                    

Jeongwoo senang akhirnya dia bisa memberikan kebahagiaan untuk seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya. Termasuk juga dengan Jaehyuk dan Asahi, selain Haruto mereka berdua itu luar biasa sekali. Bagaimana tidak, keduanya selalu memastikan padanya jika kehidupan tidak sepenuhnya tentang rasa sakit. Dan Jeongwoo mempercayainya, dia yang hampir putus asa dikembalikan untuk percaya pada Tuhan semuanya bisa baik-baik saja.

Mungkin alasan kenapa dia belum sembuh sampai sekarang karena Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuknya. Lagian, Tuhan tidak mungkin membiarkan Jeongwoo keterusan dalam rasa sakit. Semuanya punya batasan, barangkali Jeongwoo yang terlalu kuat menghadapi semuanya sendirian.

Cowok berkulit sawo matang itu tidak sekalipun berpikiran Tuhan memperlakukannya tidak adil terhadap kehidupan miliknya. Semuanya punya alasan tersendiri, Jeongwoo senang sebab dia dijadikan manusia kuat di dunia ini.

Kini Jeongwoo sedang kesulitan mengembalikan pernapasan agar bisa sedikit lebih normal dari sebelumnya. Sial, dia kambuh lagi. Seharusnya bukan di saat seperti ini, padahalkan Jeongwoo punya beberapa kegiatan yang harus dihabiskan bersama orang-orang berharga itu.

Ya meskipun begitu, tidak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi nantinya. Jeongwoo yang terus mengusahakan agar tidak kenapa-kenapa justru membuat dirinya tersiksa.

Beruntung sekali saat kejadian itu berlangsung, Rose tak sengaja melihatnya. Dan segera memberikan pertolongan pertama, Rose paling tahu apa yang semestinya dia lakukan. Membantu Jeongwoo agar dengan perlahan menghela napasnya, dan setelahnya pun Jeongwoo sedikit membaik.

Meskipun begitu raut wajah Rose tidak dapat dibohongi, dia benar-benar mengkhawatirkan putranya sekarang. Tidak dia duga kejadian seperti ini terus terulang. Sampai kapan dia harus menyaksikan Jeongwoo kesakitan, tapi tetap mengaku jika baik-baik saja untuk menjalaninya. Bahkan di saat seperti itu saja Jeongwoo nyaris tidak bernapas dengan baik. Jeongwoo benar-benar pandai sekali untuk berbohong.

"Jeongwoo," panggil Rose dengan lirih sambil sesekali mengusap wajah mulus milik Jeongwoo.

"Ibu jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja. Hanya kambuh sebentar setelahnya aku tidak akan mengalaminya lagi," Jeongwoo tidak suka atas kekhawatiran yang ibunya tunjukan padanya itu. Entah kenapa, Jeongwoo selalu bersikap seolah-olah semuanya tidak terjadi apa-apa.

Tidak mungkin pula Rose bisa tenang setelahnya, Jeongwoo itu sudah banyak membohonginya. Mau sesakit apapun yang dikatakan oleh Jeongwoo tetap tidak apa-apa, anak itu tak sekalipun mau mengeluhkan rasa sakitnya. Seakan-akan dia bisa menahannya sendirian, tanpa di bantu untuk caranya tersembuhkan.

Rose menatap wajah Jeongwoo begitu lekat sekali, dapat dilihatnya juga bibir milik si bungsu kesayangannya semakin membiru. Rose segera meraih tangan Jeongwoo, bukan hanya bibirnya yang kini mulai berwarna biru juga. Ujung jarinya juga sama saja, hal semacam ini tidak pernah terlepas dari Jeongwoo. Sebab dia memang belum benar-benar sembuh.

"Kenapa kau terus berbohong, katakan jika memang menyakitkan. Jeongwoo pasti kesulitan bernapas, Jeongwoo terus-terusan batuk dan Jeongwoo tidak tahu caranya untuk membuat semuanya sedikit membaik. Karena sebenarnya Jeongwoo pun---"

"Bu, Jeongwoo tidak tahu sampai kapan bisa bertahan. Jujur memang menyakitkan bahkan lebih menyakitkan dari sebelumnya. Tapi jika waktuku dipergunakan hanya untuk memikirkan penyakit ini, kapan aku bisa berbahagia? Hidupku punya batasan aku tidak punya hari-hari normal dengan yang lainnya. Jadi cara satu-satunya adalah berbohong," sahut Jeongwoo membuat Rose tidak dapat berkata-kata lagi.

Anaknya tidak melakukan kesalahan pada hidupnya sendiri, dia berkeinginan bebas dan menikmati kebahagiaannya. Sekalipun harus berbohong mengenai kondisinya, Jeongwoo tidak pernah sembuh. Dia masih sakit, dan terus menahan sakitnya sendirian.

Power Flower[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang