17. for goodness sake go in peace

250 27 4
                                    

Meskipun semuanya memang tidak ada yang kekal abadi, usahakan semuanya tetap bisa terjalankan dengan baik-baik saja. Agar yang pergi nantinya, tidak perlu di tangisi terlalu banyak. Mereka bukan pergi untuk menemukan hal-hal yang menyakitkan, mereka pergi karena sudah saatnya beristirahat.

Haruto belum sepenuhnya bisa menerima, dia masih terus memohon agar Tuhan memberikan Jeongwoo kesempatan sekali lagi. Karena bagi Haruto, hidup bersama Jeongwoo merupakan sebuah kebahagiaan yang luar biasa. Namun, cepat sekali untuk di akhiri. Jika terus dipikirkan, dan diharapkan. Rasanya Haruto seakan-akan menyiksa dirinya sendiri, dan justru membuatnya bersikap egois.

"Kau yang bilang, Jeongwoo akan tinggal di sini. Kau enggak perlu memaksanya menetap. Lihatlah dia tersiksa karena kesakitan!" Jaehyuk benar-benar membentak Haruto saat ini. Sebab anak itu terus memaksakan kehendak seseorang untuk tetap bertahan.

Bahkan dalam keadaan Jeongwoo yang tak memungkinkan. Haruto seolah-olah tidak mengetahui apapun. Dia hanya peduli pada harapannya sendiri.

"Kau jangan egois, Haruto. Jeongwoo pasti bertambah sakit karena kau menahannya. Dia sudah berusaha yang terbaik. Jeongwoo juga bertahan dengan kehidupannya yang layak, apa yang kau mau lagi? Memarahinya karena dia payah dalam bertahan. Tolong, jangan lakukan itu lagi," sambung Asahi menitihkan air matanya, tidak menyangka jika Haruto seegois itu pada adiknya sendiri. Meminta banyak hal, hanya karena dia takut kehilangan.

Lagian, bukan hanya Haruto yang akan kehilangan nantinya. Melainkan, orang-orang yang sangat peduli pada Jeongwoo. Serta berharap anak itu baik-baik saja. Namun, tidak ada yang bisa meminta lebih.

Apalagi untuk sekarang, ketenangan milik Jeongwoo sesungguhnya. Adalah kepergiannya, dia sudah cukup baik dalam bertahan. Jadi, sudah seperlunya dia beristirahat dengan tenang. Terlalu lama bertahan untuknya juga tidak baik, Jeongwoo tidak akan menemukan ketenangan.

"Ak-aku ngerasa enggak bisa hidup tanpa Jeongwoo," lirihnya dengan menatap Asahi dan Jaehyuk. "Aku cuma ingin Jeongwoo tinggal bersamaku."

"Haruto, kau lihat sendiri kan keadaan Jeongwoo? Dia kesakitan. Dia kesulitan untuk bernapas, dan pernyataan dokter membuat ibu dan ayahmu nyaris kehilangan pertahanannya. Mereka kuat untukmu, Haruto. Tolonglah jangan seperti ini," setelahnya Jaehyuk langsung memberikan pelukan pada Haruto. "Kau enggak akan sendirian. Di kehidupanmu nanti, akan ada banyak hal yang membuatmu dibahagiakan.

Semuanya pasti sudah tahu, bahwa setiap manusia itu berbeda. Kekuatannya pada pertahanan juga tak bisa disamakan. Jadi, kesimpulannya setiap manusia pun tidak berhak untuk memastikan. Seakan-akan mereka pantas melakukannya, demi membuat seseorang bertahan pada kehidupannya sendiri.

Nanti, ada saatnya bertemu pada titik di mana tidak ada yang mengeluh pada rasa sakitnya.

"Kemarin Jeongwoo bilang, untuk terus tersenyum. Jangan memilih menangis, jika kepergiannya itu nyata. Apa kita bisa mengabulkan keinginan Jeongwoo? Apa kita hanya memikirkan keadaan kita sendiri. Jangan egois, kita sudah melihat Jeongwoo berpura-pura tidak merasakan apapun. Dan, giliran kita berpura-pura sedang membiarkannya memilih apa yang ingin dilakukannya," imbuh Asahi menghela napasnya berkali-kali, karena dia sebenarnya ingin sekali menangis.

Tidak, Jeongwoo tidak pergi secepat itu. Mereka hanya sedang ketakutan. Namun, belum menemukan caranya untuk melepaskan.

Yang paling tersulit itu, mempertahankan sesuatu yang tak pernah di inginkan untuk dipertahankan. Sampai saat ini saja masih sulit jika terus dipikirkan.

"Aku apa bisa melakukannya?" lirih Haruto mengelap air matanya yang sudah membuat kedua pipinya itu sembab. "Aku bahkan masih ingin Jeongwoo menetap, aku tau ini egois. Tapi aku belum pernah sebahagia ini bersama Jeongwoo. Karena waktuku bersamanya memang singkat sekali."

Power Flower[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang