Karena memang pada dasarnya kondisi Jeongwoo yang tidak bisa dinyatakan baik-baik saja pun, membuatnya sakit dengan mudah. Dia demam, suhu tubuhnya tinggi dari semalaman. Obat penurun panas pun tidak memberikan perubahan apapun, saat di ajak ke rumah sakit anak itu terus saja menolaknya.
Ada Haruto yang menemani Jeongwoo sepanjang waktu, dia bilang takut jika kembarannya akan kenapa-kenapa. Haruto bahkan tidak ingin lagi dipisahkan, mereka sudah lama sekali dipisahkan. Dan kemudian Jeongwoo ternyata masih membuatnya ketakutan sampai sekarang, sebenarnya apakah dia bersungguh-sungguh tidak kenapa-kenapa?
Haruto entah kenapa merasa ragu untuk hal sedemikian. Dilihat dari bagaimana kondisi Jeongwoo sekarang, dan saat Haruto menemaninya untuk berjaga-jaga Jeongwoo sering merintih kesakitan. Meskipun tidak mengatakan secara langsung, ringisan dari anak itu dapat Haruto tebak apa yang sedang di rasakan olehnya. Apa bener Jeongwoo hanya demam biasa? Jika memang begitu adanya Haruto tidak akan terlalu ketakutan.
"Sebenarnya ibu tidak berbohong kan? Jeongwoo baik-baik saja sesuai yang ibu bilang ke Haruto," ucap Haruto berdiri tepat di hadapan Rose, sementara wanita baya itu hanya bisa terdiam beberapa saat tanpa memberikan jawaban.
Sesekali ada keputusan untuk bertahan, kemudian dihadirkan dengan segala permasalahan yang enggan terasakan.
Seseorang akan menyerah dan membiarkan semuanya terjadi padanya. Namun, nantinya juga yang diperjuangkan akan terasa sangat sia-sia. Jadi memang tak ada salahnya menyerah terlebih dulu, agar tidak begitu terasa menyakitkan.
Jeongwoo menjadi satu-satunya yang tahu caranya menenangkan, apalagi membahagiakan orang lain. Tapi tidak banyak yang bisa dilakukannya terhadap dirinya sendiri.
"Ibu, kenapa tidak memberikan jawaban? Haruto membutuhkan penjelasannya juga dari ibu sekarang," Haruto kembali menyuarakan suara, sebuah kalimat yang terus dipikirkan akhir-akhir ini untuk berani dia bahas dengan sang ibu.
Wanita baya itu enggan menatapnya lagi, yang kemudian menarik selimut Jeongwoo sambil memijati kedua kakinya. Haruto ikut terdiam, dia tidak lagi mempertanyakan sesuatu yang membuatnya penasaran. Barangkali yang sedang dipertanyakan merupakan bentuk kesalahan. Seseorang yang telah hidup dalam rasa takut, sekalipun sudah terbebaskan tidak akan sepenuhnya benar-benar merasa bebas.
Rose masih berada di titik ketakutannya, dia belum mempertahankan Jeongwoo. Karena sebenarnya di sini kebohongan sedang tersembunyikan.
"Ibu, aku mempercayaimu tentang kondisi Jeongwoo. Dan aku tidak akan mempertanyakannya lagi, karena ibu lebih tahu bagaimana Jeongwoo menaklukkan semua rasa sakitnya sampai dia bisa kembali," tuturnya yang segera pergi dari kamar sang adik.
Setelah di rasa Haruto benar-benar sudah pergi, Rose menumpahkan segala air matanya. Menyalahkan diri sendiri sebab tidak dapat mengatakan apapun, kemungkinan akan jadi lebih buruk jika terus disembunyikan. Haruto bahkan tidak memaksanya untuk mengatakan apa yang telah terjadi, Haruto hanya terlalu percaya itu sebabnya Rose merasa sangat tidak berguna di sini.
Ada ruang yang tak bisa memberikan ketenangan di dalamnya. Yang kemudian membuat hati tak layak mendapatkan kebebasan dari rasa sakit yang sering singgah. Nyatanya semesta juga selalu tak tahu caranya membuat kebahagiaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Power Flower[✓]
FanfictionSebuah bunga yang menjadi sumber kekuatan untuk Park Jeongwoo yang tak punya banyak kekuatan dalam hidupnya. Yang hampir menyerah, lantas mencoba untuk terus-terusan kuat demi kebahagiaan. Bunga yang indah, benar-benar membantu Jeongwoo. Setidaknya...