2▪ time opportunity

293 60 0
                                    

Kebohongan sebenarnya akan sangat buruk jika terus dilanjutkan. Tidak ada kehidupan yang bisa baik-baik saja dengan sebuah kebohongan, walaupun berbohong untuk kebaikan. Tidak selamanya itu akan jadi kebaikan.

Jeongwoo hanya tidak tahu tentang kehidupannya, dan tidak pernah tahu kapan dia berakhir. Setiap memejamkan mata, Jeongwoo pasti akan ketakutan. Dia sampai tidak tertidur dengan cara yang mudah, selalu berpikir apakah besok dia masih bisa hidup? Jeongwoo bukan manusia yang terbebas dari hal-hal mengerikan. Bahkan kematiannya pun terlihat jelas pada benaknya.

Namun, teruntuk kehidupan seseorang yang perlu dibahagiakan olehnya. Jeongwoo mempergunakan sisa-sisa waktunya untuk bersama si kembaran. Semua semata-mata dilakukan agar dia tidak menyesal jika lebih dulu menjemput kematiannya nanti.

Tidak ada yang berkeinginan untuk mati, Jeongwoo hanya tidak bisa menghindarinya saja. Di tambah lagi dengan segala perjuangan orangtuanya yang berusaha membuatnya sembuh, mereka pasti lelah dengan segala perjuangan. Tapi tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.

"Kalau memang lagi sakit kasih tau ibu, Jeongwoo. Kau selalu menyembunyikannya, ini hal yang paling ibu khawatirkan dari kau," ucap Rose menatap dengan sendu pada Jeongwoo.

"Aku baik-baik saja, memang seharusnya aku seperti ini. Agar tidak perlu merepotkan ibu apalagi ayah."

Rose seketika terdiam atas perkataan dari putranya, dia tidak menyangka Jeongwoo akan mengatakan sedemikian. Ternyata Jeongwoo lebih frustasi akan kehidupannya, dia pasti merasa sudah merepotkan. Ini alasan yang tepat untuk menyerah dengan mudah, Rose yang berusaha berjuang tanpa menyerah pun. Akhirnya berhenti dengan keputusan yang dipilih oleh anaknya sendiri.

Dari apa yang tidak bisa didengar itu justru lebih baik untuk dipertanyakan, ketimbang dibiarkan. Karena semua manusia ahli dalam berpura-pura sedang baik-baik saja, ketika mereka sedang kesakitan. Memang benar, bumi bukan milik satu orang saja tapi semuanya.

Pada akhirnya juga tidak ada yang harus diperjuangkan. Banyak yang mempersulit dan minim sekali di mengerti.

Tidak semua anak hanya senang di manja, tapi semua anak butuh waktu untuk terus bersama orangtuanya sendiri. Jeongwoo sedikit lebih tenang dari sebelumnya, sebab Rose selalu ada untuknya dan tidak berniat meninggalkannya.

"Terimakasih, Bu. Tidak meninggalkanku di saat aku sudah banyak menyusahkan."

"Jangan mengatakan hal seperti itu, semua cinta yang ibu punya hanya untuk kalian berdua putra-putra ibu. Caranya menjaga adalah tidak membiarkan kalian kesakitan, tapi ibu gagal membuatnya tidak merasakannya," lirih Rose menunduk dalam sembari menitihkan air matanya.

Dia benar-benar merasa tidak pantas menjadi orangtua bagi kedua putranya. Dia gagal, tidak sekalipun mampu memberikan kebahagiaan. Lihatlah Jeongwoo sampai terluka, dia kesakitan namun tak mampu mengungkapkan.

Rose tentunya akan terus merasa bersalah, apalagi dia harus mendengarkan segala rintih kesakitannya Jeongwoo saat dia kambuh.

"Ibu, berhenti menyalahkan diri sendiri. Aku yang kesakitan bukan karena ibu yang sengaja membuat kondisinya jadi seperti sekarang. Ibu sudah berjuang, dan aku sudah menyerah untuk sembuh," tutur Jeongwoo yang langsung mendapatkan pelukan dari Rose.

Waktu yang ada untuk Jeongwoo itu tidak banyak, dia malas untuk mempergunakannya agar bisa sembuh. Lagian, apa yang bisa didapatkannya. Itu tidak benar-benar jadi kenyataan, dia akan tetap sakit. Dari pada merugikan memang sudah selayaknya meminta agar membuat waktu yang tak seberapa ini, dinikmati untuk kebahagiaan.

Walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan harapan, Jeongwoo tidak akan kenapa-kenapa. Semuanya dia lakukan agar Haruto dibahagiakan. Dia masih punya kehidupan yang berharga di dunia ini, Haruto masih punya banyak kesempatan untuk hidup. Jadi, Jeongwoo akan menghadiahkan sekian banyak waktunya bagi sang kembaran.

Power Flower[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang