Semuanya sudah dipastikan akan sementara, tidak ada yang kekal abadi. Setelah memikirkan banyak hal mengenai putra bungsunya, Rose berpikir dia sudah melakukan kesalahan.
Jeongwoo memang sudah sepantasnya berbahagia bukan karena kedua orangtuanya tidak mampu memberikan kesembuhan. Mereka sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk Jeongwoo.
Maka dari itu tanpa memberikan banyak larangan dengan kebahagiaan Jeongwoo tersendiri, Rose berusaha untuk membiarkan putranya memilih apa yang di anggapnya sebagai bentuk kebahagiaan. Tidak apa-apa jika tidak bisa bahagia dengan bentuk luar biasa, bahagia pun bisa tercipta oleh banyak hal sederhana lainnya.
Lagi pula Jeongwoo juga tidak pernah memikirkan hal-hal luar biasa untuk menemui kebahagiaannya. Dia selalu mempergunakan cara sederhana di dunia ini, asalkan kebahagiaannya pun bisa terasakan.
"Kapan main ke taman bunga?" tanya Haruto setelah keluar dari kamarnya. Padahalkan dia baru saja bangun tapi sudah mempertanyakan hal sedemikian pada Jeongwoo. Adiknya itu pun baru menyadari keinginannya hari ini, Jeongwoo benar-benar lupa.
Barangkali banyak yang perlu di ingat olehnya, sehingga memenuhi kebahagiaannya sendiri Jeongwoo mudah sekali melupakannya.
"Nanti kita ke sana, aku juga belum ngapa-ngapain," sahutnya membersihkan beberapa mainannya yang berada di atas lantai, Jeongwoo sebenarnya tidak suka mengoleksi mainan apapun. Hanya saja setelah tahu umurnya tidak lagi panjang, dia merasa kesempatannya pasti akan bisa terasakan sekali saja.
Haruto pun bingung adiknya itu benar-benar berbeda setelah dia pulang ke rumahnya. Segala sifat dan sikapnya berbeda seperti dulu. Namun, setidaknya bagi Haruto adiknya itu sudah tidak kenapa-kenapa lagi.
Saat Haruto mengembalikan badannya untuk pergi ke dapur menemui sang ibu. Suara gitar terdengar dengan nada berirama, Haruto menolah ke arah sumber suara. Mendapati Jeongwoo yang memain alat musik tersebut.
"Kau bisa bermain gitar? Sejak kapan?" Haruto bertanya sambil duduk di dekat Jeongwoo menatap kagum pada adiknya itu.
"Kak Asahi yang ngajarin."
"Sejak kapan?" tanyanya lagi mulai penasaran padahal mereka juga tidak pernah saling membahas permainan alat musik tersebut. Yang mereka lakukan hanyalah bersenang-senang di sungai Han.
Jeongwoo tidak mengatakan apa-apa hanya memberikan jawaban. Dia terus memainkan gitarnya yang entah sejak kapan di beli olehnya. Haruto yang merasa di abaikan kemudian mengambil alih gitar milik Jeongwoo, anak itu butuh jawaban dia juga di buat semakin penasaran dengan apa yang kini di lihatnya.
Setelah gitarnya di ambil alih oleh sang kakak, Jeongwoo menghela napasnya perlahan. Dia sudah seharusnya memberitahukan apa yang dilakukannya selama ini, Haruto saja yang tidak menyadarinya.
"Setiap kita main ke sungai Han, aku terus meminta kak Asahi mengajariku bermain gitar. Dan gitar yang ku punya itu hadiah dari ayah, entahlah sudah berapa hari aku belajar. Yang ku ingat sepertinya tidak sampai seminggu, aku berkeinginan bisa memainkannya sebelum semuanya berakhir," ujar Jeongwoo mengatakan apa yang baru saja membuat Haruto penasaran.
Dari kata 'sebelum semuanya berakhir' ada beberapa hal yang seharusnya dipertanyakan. Kenapa Jeongwoo mengatakan hal sedemikian, Haruto tidak mampu mencernanya. Tapi dia tidak berniat untuk mempertanyakannya.
"Kau belajar dengan cepat, Jeongwoo. Aku bangga padamu."
Jika semuanya dengan mudah menjadi sebuah kenangan, sementara belum sempat membuat kebahagiaan bersama lebih banyak lagi. Rasanya akan sangat menyakitkan nantinya, dan kemudian justru menjadi sebuah penyesalan juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Power Flower[✓]
FanfictionSebuah bunga yang menjadi sumber kekuatan untuk Park Jeongwoo yang tak punya banyak kekuatan dalam hidupnya. Yang hampir menyerah, lantas mencoba untuk terus-terusan kuat demi kebahagiaan. Bunga yang indah, benar-benar membantu Jeongwoo. Setidaknya...