Dikal berjalan menuju pantry, membuka lemari es, mengambil air mineral dari dalam botol dan membawanya ke meja makan. Dia duduk dan memperhatikan Callan yang sedang memakan sepiring spaghetti. Callan bocah sepuluh tahun anak dari Fere kakak sepupunya. Cara makan dia persis seperti Fere, tenang dan teratur tidak menimbulkan suara sedikitpun.
"Mau?" Callan mengangkat garpunya menawari Dikal yang sedang menatapnya.
"Siapa yang bikin?" Tanyanya sambil kembali meneguk air minumnya.
"Bunda." Dikal mulai tertarik, ia menegakkan duduknya dan menggeser piring Callan ke hadapannya.
"Kenapa kamu tidak tawari Om dari tadi kalau ini buatan bunda kamu." Dengan cepat Dikal mengambil garpu dari tangan Callan dan menyuapkan spaghetti yang tinggal setengahnya lagi.
"Hueek.....kenapa rasanya aneh begini!" Dikal memuntahkan makanan yang sudah masuk ke mulutnya dan meminum air mineral dengan cepat. "Kamu yakin ini buatan bunda kamu?"
"Itu spaghetti sayur. Bunda bilang mienya campuran dari bayam dan terigu."
"Bayam?" Dikal merasa mual, dia berlari kearah wastafel dan memuntahkan semuanya. Sementara Callan hanya tertawa senang melihat Omnya muntah-muntah.
"CALLAN SIALAN, KAMU BERNIAT MERACUNI OM KAMU INI!" Teriak Dikal setelah membersihkan mulutnya.
Tiba-tiba tangan seseorang dari arah belakang menjitak kepalanya.
"Aww...." Dikal mengelus kepalanya.
"Bicara sama anak orang yang sopan anak muda!" Fere berdiri di samping Dikal sambil menyalakan kran dan mencuci tangannya. "Kapan kamu akan pulang dan berhenti merecoki keluargaku?" Lanjutnya dengan nada dingin berwibawa.
"Jadi Mas Fere keberatan aku tinggal di sini?" Di tatapnya Fere yang sudah jauh banyak berubah, waktu sepuluh tahun memang bukan waktu yang sebentar untuk mengubah sikap seseorang. Fere menjadi lebih tegas dan berwibawa dalam menyikapi hal apapun. Tapi Dikal yakin Fere masih tetap Fere yang dulu yang selalu menyayanginya, buktinya setelah dia menghancurkan tiga mobil dan satu sepeda motor, Fere masih mau menampungnya padahal ayahnya sendiri sudah mengusirnya.
"Sebaiknya kamu kerja untuk mengganti mobil dan sepeda motor yang telah kamu rusak." Fere dapat menebak apa yang sedang ada di pikiran Dikal.
"Aku pasti menggantinya." Jawab Dikal malas.
"Kapan?"
"Kapan-kapan!" Dikal melempar tissue ke tempat sampah yang ada di dekat kakinya dan berlalu meninggalkan Fere.
"DIKAL. AKU BELUM SELESAI BICARA." Teriak Fere sedikit kesal ketika melihat Dikal pergi meninggalkannya. Dengan cepat Fere membasuh tangannya dan bergegas menyusul Dikal yang sudah lebih dulu pergi ke taman belakang, di lihatnya Dikal tengah berbaring di salah satu kursi malas yang ada di dekat kolam renang sedang menikmati matahari pagi dengan mata terpejam.
Fere berdiri membelakangi matahari dan menatap Dikal yang masih acuh tak acuh. "Apa susahnya bekerja dan bantu kami. Kamu tinggal menjalankan apa yang sudah kami rintis. Ingat Dikal ayah kamu tidak akan muda terus. Apa kamu tega melihat ayah kamu banting tulang sendirian menjalankan usahanya." Sekali lagi Fere membujuk Dikal dan berusaha memberi pengertian. Dikal hanya membalikkan badan memunggungi Fere dan kembali memejamkan matanya. Ia sudah sangat bosan dengan permintaan kakak sepupunya yang selalu memintanya bekerja, sejak ia datang tiga minggu yang lalu Fere dan ayahnya tidak pernah bosan membujuknya agar mau bekerja dan mengambil salah satu posisi yang di tawarkan dikantor tapi nyatanya meskipun Dikal pulang dengan membawa gelar serjana bisnisnya, ia sama sekali tidak berniat untuk bergabung.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIKAL
RomanceDIKAL Aku bersumpah tidak akan pernah menikahi siapapun seumur hidupku tapi gara-gara perempuan itu aku melanggar sumpahku sendiri. FIORENZA Resolusi hidup yang telah aku susun sejak SMU berantakan semua, gara-gara pria itu masuk di lingkaran keluar...