13. PESTA RAKYAT

16.4K 1.5K 43
                                    

Maaf-maaf-maaf, comment di part sebelumnya tidak sempat
aku balas. Jaringan error, signal lemot.

Fio POV

Kalau kalian berpikir aku bisa lolos dari masalah besar yang sedang aku hadapi saat ini, kalian salah besar karena sekarang aku sedang duduk di sebuah cafetaria rumah sakit bersama dua orang wanita yang sangat berharga di dalam kehidupan Dikal yaitu Ibu dan Kakak iparnya.

Tidak mudah bagi kami untuk bisa duduk bertiga seperti sekarang ini karena sebelumnya kami harus menenangkan Callan terlebih dahulu, membujuknya dan memberi ia pengertian. Sangat susah membujuk Callan yang belum mengerti apa-apa, ia sempat melakukan aksi mogok bicara dan mengancam akan kabur dari rumah kalau sampai aku menerima lamaran Dikal. Tapi beruntung Callan punya Ibu seperti Tante Dina yang pintar sekali membujuk, meskipun aku yang jadi korbannya.

Callan baru bisa tenang dan mau mengerti setelah aku berjanji tidak akan menikah dengan Omnya. Dan sekarang dia sedang ikut Kakeknya keliling bangsal rumah sakit.

"Jadi bisa tolong jelaskan semuanya pada kami." Tante Dina meminta penjelasanku dengan tidak sabar dan itu membuat aku semakin gugup.

"Baiklah." Ku tarik napas dalam dan menghembuskannya. "Kalau maksud Ibu dan Tante kami berdua sedang menjalin hubungan, Ibu dan Tante salah. Kami berdua tidak pernah menjalin hubungan apapun. Semua yang terjadi diantara kami hanya kebetulan."

Maka mengalirlah semua cerita dari mulutku. Aku memulai cerita dari pertemuan pertama kami, penculikan sampai dengan aku berkewajiban merawat Dikal karena merasa bersalah.

"Dan aku betul-betul marah ketika tau Dikal membohongiku selama aku merawatnya. Tapi melihat kondisi Dikal sekarang ini aku malah merasa bersalah tidak mau memaafkannya. Ibu, Tante. Fio minta maaf secara pribadi karena telah membuat Dikal sakit." Terus terang aku hanya bisa menundukkan kepala tidak sanggup menatap dua orang wanita di hadapanku. Apa lagi mendengar cacian mereka.

"Fio." Ibu Lili menyentuh tanganku dan mengusapnya. "Harusnya kami yang minta maaf karena telah merepotkanmu. Maafkan kelakuan Dikal ya." Ku lihat senyum tulus yang berusaha diperlihatkan Ibu Lili. "Apa yang dilakukan Dikal untuk menahanmu supaya tetap tinggal, nak?" Lanjutnya.

"Banyak hal." Aku tersenyum membayangkan hal-hal bodoh yang sering kami lakukan contohnya bertengkar dan tidak saling bicara. "Dikal bahkan mogok makan kalau tidak aku suapi."

"Dia melakukannya?" Tante Dina memekik tidak percaya. "Dan kamu menuruti kemauannya karena merasa bersalah."

"Ya, apa yang bisa aku lakukan untuk menebus semua rasa bersalahku."

"Ibu pikir Dikal tidak tahu siapa kamu. Sekali lagi Ibu minta maaf. Ya Tuhan, anak bodoh itu betul-betul memalukan." Ibu Lili bergumam sendiri.

"Bu Lili baru sadar ya kalau putra Ibu satu-satunya memang bodoh." Tante Dina menimpali

Ibu Lili terkekeh "Aku pikir setelah sepuluh tahun tinggal jauh dari keluarga kelakuan Dikal akan berubah tapi nyatanya? Aku malu dan merasa tidak pantas untuk menjadi bagian dari keluargamu Fio. Tolak lamaran Dikal dan carilah pria yang lebih pantas untuk mendampingimu." Ucapnya sungguh-sungguh.

"Ibu bicara apa sih? Orang lain akan merasa senang kalau aku menerima lamaran anaknya tapi Ibu sepertinya Ibu tidak mendukung niat baik Dikal."

"Bukan begitu Fio, Ibu merasa Dikal tidak pantas untukmu nak."

"Cinta tidak ada yang tidak pantas Bu."

Tante Dinapun tidak setuju dengan apa yang diucapkan Ibu Lili tentang cinta." Bu, Ibu Lili melupakan satu hal, Ibu lihat aku. Aku bahkan tidak pernah berpikir akan dinikahi seorang Fere. Jangankan berharap mimpipun aku tidak berani untuk menikah dengannya. Jadi biarkan Fio yang menentukan. Aku rasa Fio tidak membutuhkan seorang suami yang sempurna. Betulkan Fio."

DIKALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang