Dikal bersiul senang dengan buku dongeng ditangannya, meskipun ia baru mendapatkan buku yang sama persis dengan milik Callan di toko buku keempat yang di singgahinya tapi ia cukup puas. Saking senangnya Dikal sampai menyapa semua orang yang ditemuinya termasuk para pelayan toko buku yang menatapnya aneh.
"Sore mbak cantik?" Sapanya dengan mengedipkan sebelah matanya ketika salah seorang pelayan toko menatapnya. "Buku." Dikal menunjuk buku yang di pegangnya dengan telunjuknya. Si pelayan tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah aneh Dikal, semua orang juga tahu kalau ke toko buku yang di beli dan ditemui ya buku.
Tapi Dikal tidak peduli ia terus bersiul dan melangkah menuju meja kasir Tap.....tiba-tiba Dikal menghentikan langkah dan siulannya, matanya tidak berkedip sedikitpun menatap ke satu titik dimana seorang perempuan sedang berdiri sambil membolak-balikan buku yang dipegangnya, sesekali si perempuan bertanya kepada seorang pelayan yang berdiri di hadapannya. Benar-benar sempurna pikir Dikal. Jantungnya tiba-tiba saja berdetak duakali lebih cepat dari biasanya seolah-olah ia habis mengikuti lari marathon yang jauhnya ribuan mil.
Pucuk dicinta ulampun tiba, jodoh tidak akan lari kemana, kalau Tuhan berkehendak apapun akan terjadi contohnya sekarang ini, saat ini. Meskipun Callan tidak pernah mau lagi diantar les olehnya tapi ia tetap bisa bertemu dengan Fio. Seperti terhipnotis, tanpa sadar kaki Dikal berbelok arah menuju perempuan yang sedang berdiri tidak jauh darinya hanya beberapa meter saja.
Sedikit senyum tersungging di bibir Dikal ketika mendengar Fio berbicara dengan salah seorang pelayan yang tadi sempat memberikan buku dongeng pesanannya.
"Sepertinya salah deh mbak, buku yang aku pesan itu judulnya passionate photographer bukan yang ini."
"Tunggu sebentar ya mbak saya cari dulu." Si pelayan mengambil kembali buku dari tangan Fio dan pergi meninggalkannya.
"Aku tunggu." Fio berharap buku yang sudah dipesannya satu bulan lalu ada. Ia tidak ingin mengecewakan Syam.
"Hai." Tahu-tahu Dikal sudah berdiri di samping Fio dan menyapanya sedikit gugup, beberapa kali tangannya meremas buku yang di pegangnya. Butuh nyali besar untuk menyapa perempuan yang mampu menggetarkan hatinya itu.
Fio menatap orang yang baru saja menyapanya dan memberikan senyuman terbaiknya, membuat Dikal ingin pingsan seketika.
"Hai." Fio kembali meyapa Dikal dengan menautkan alisnya, mengingat-ingat apa mereka pernah bertemu sebelumnya atau baru kali ini. Karena tidak jarang orang menyapa Fio dan menayakan kabarnya seolah-olah mereka teman lama yang baru kembali bertemu.
"Fio ya? Aku Dikal Omnya Callan. Masih ingat? Orang yang tempo hari mengantar Callan les ke tempat kamu." Dikal mengenalkan diri dengan sekali tarikan napas.
"Callan punya Om sejak kapan? setauku Omnya Callan hanya Mas Ares."
Jadi benar Fio tidak mengetahui kehadiranku. Keluarga macam apa yang aku miliki sampai mereka tega menyembunyikan kehadiranku.
"Aku adiknya Mas Fere. Bukan adik kandung hanya adik sepupu."
"Oh maaf, aku baru tahu kalau Om Fere punya seorang adik. Tapi kenapa aku tidak pernah lihat kamu sebelumnya ya?" Jelas kamu tidak pernah melihatku, keluarga besar membuangku. Pikir Dikal kecut.
"Seberapa dekat kamu dengan keluarga Callan sampai mengenal Mas Ares segala?" Ada nada cemburu yang keluar dari mulut Dikal, ia sendiri heran kenapa ia tidak suka mendengar kedekatan Fio dengan keluarganya.
"Cukup dekat. Aku bahkan menjadi salah satu relawan di yayasan keluarga milik Tante Dina."
"Mulai sekarang berhenti menjadi relawan!" Dikal berbicara penuh penekanan, ia merasa tidak rela Fio dekat dengan Ares adik dari Dina yang notabene adalah saudaranya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIKAL
RomanceDIKAL Aku bersumpah tidak akan pernah menikahi siapapun seumur hidupku tapi gara-gara perempuan itu aku melanggar sumpahku sendiri. FIORENZA Resolusi hidup yang telah aku susun sejak SMU berantakan semua, gara-gara pria itu masuk di lingkaran keluar...