BAB 10

14 1 0
                                    


     Di Sebuah ruangan seorang pria menghisap rokoknya sambil berdiri di depan jendela, pria itu merasa harinya terusik karena ada wanita yang mencoba masuk di hidupnya.

      Pria itu terlalu fokus memandangi jendela dengan tatapan kosong, sampai tidak sadar ada yang sedang memperhatikannya. Dia tersadar saat suara deheman seorang pria berumur yang berdiri di sampingnya, dengan sedikit terkejut lalu senyuman kecil mulai muncul di bibirnya.

" Abi… Sejak kapan Abi disini?, kenapa aku tidak dengar ada yang masuk. "

     " Putraku… Tentu saja kamu tidak mendengarku masuk jika pikiran dan pandanganmu tidak sejalan. Kau memandang kedepan dan pikiranmu entah kemana itu membuatmu melamun, dan tanpa sadar kau hanyut dalam pikiranmu, apa kau memikirkan wanita itu. " Ucapnya sambil sedikit tertawa.

" Ya Abi benar… Aku hanya merasa takdir mempermainkanku, takdir mengambil istriku dan aku menutup hatiku untuk yang lain. Tapi wanita itu datang dan memberikan Rara harapan untuk memiliki seorang Ibu, tentu saja aku tidak akan menerimanya. Lalu Rara akan kecewa dengan harapan. "

    Sambil menghela napas dia berkata. " Kamu yakin tidak akan memberinya kesempatan? Abi rasa dia cocok untukmu. "

" Apa menurut Abi aku masih bisa menerima wanita lain? Saat sepenuh hatiku masih milik mendiang istriku. "

" Nak… Lupakan prinsipmu kasih kesempatan Rara memiliki Ibu, melupakan prinsipmu mungkin akan sedikit melukai egomu. Tapi itu sebanding dengan kasih sayang yang akan Rara dapatkan dari wanita itu. "

" Aku tidak tahu Abi tapi kurasa tidak bisa. "

     Kemudian Rizwan mematikan rokoknya, lalu keluar ruang kerjanya meninggalkan Abinya yang masih menatap punggungnya. Sesampainya di kamar dia langsung merebahkan diri di kasur sambil menatap atap langit kemudian tertidur.

Rizwan pov

      Hidupku yang tenang dengan putri dan keluargaku terusik seketika dengan kedatangan wanita bernama Ratna, wanita itu dengan beraninya datang kerumah dan meminta izin untuk mendekatiku pada semua keluargaku.

       Aku tidak tahu dia dapat rasa percaya diri itu dari mana, tapi yang pasti tingkahnya membuatku sakit kepala. Dia menyuruh putriku memanggilnya Mami dan mengatakan akan jadi Ibu sambungnya, tidak hanya itu dia juga mengajak Rara ke kantorku untuk makan siang bareng.

      Aku tidak tahu kenapa dia sangat percaya diri sekali akan bisa mendapatkan hatiku, dan dia biasa saja saat aku terang-terangan menolak perasaannya.

    Sebenarnya apa yang ada dipikiran wanita itu? Kenapa dia bersikeras ingin jadi bagian hidupku dan Rara. Padahal dengan umurnya yang masih mudah dia bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dariku, seharusnya saat aku menolaknya dengan tegas dia mundur bukan malah semakin mendekatiku.

      Ya… Wanita itu sekarang ada di ruangan ku, dia sedang menata makanan yang dibawanya.Aku menatapnya dengan tajam sambil menghembuskan napas ku dengan kasar.

" Anda kenapa ke kantor saya lagi? Mau caper? Sudah saya bilang kalau saya tidak tertarik menjalin hubungan dengan wanita lagi. Sebaiknya anda cari laki-laki lain, dan jangan berikan Rara harapan bisa punya mama lagi. "

     " Rizwan sudah kukatakan kan kalo aku akan mendekatimu, lalu masuk ke dalam hidupmu dan aku akan terus melakukannya. Aku bakal berhenti kalo aku lelah, tapi aku yakin kalo aku gak akan nyerah. Dan apa itu? Kenapa kamu berbicara saya anda, memangnya kita lagi berbisnis? Bicaramu terlalu formal. "

" Pakai aku kamu saja, aku kan lagi mendekatimu jadi jangan kasih jarak dengan bicara formal. " lanjutnya

   " Itu anda yang melakukan pendekatan tapi saya tidak berniat menanggapi pendekatan anda."

" Sudah kamu makan gih… Kamu mungkin belum suka sama aku mungkin juga kesel sama aku, tapi kamu jangan lampiaskan kekesalan padaku pada makanan yang ku bawa. " Ucapnya dengan tersenyum.

       Ada apa dengan wanita ini, kenapa dia tidak marah saat aku menolaknya, biasanya wanita lain yang di posisinya langsung pergi saat ku tolak terang-terangan. Sebaiknya ku makan makanannya supaya dia cepat pergi dari sini. Saat dia pergi dari ruanganku aku duduk dan membayangkan saat dimana masih bersama istriku.

     Masih ku bisa rasakan begitu hangatnya pelukannya yang terakhir saat dia memelukku. Senyum indahnya juga mata yang menatapku penuh cinta, dia begitu cantik menggunakan gaun berwarna biru.
" Mas… Rasanya kebersamaan kita begitu lengkap dengan adanya Rara, apa kamu juga merasakan yang sama? "

" Tentu saja istriku… Kebahagian ini begitu lengkap, tapi akan lengkap lagi kalo kita punya anak lagi. " Tanyaku menggodanya.

" Apaan sih Mas… Rara kan masih 4 tahun, nanti aja kalo Rara sudah lebih besar. " jawabnya dengan wajah merona.

    " Hahaha… Kamu lucu banget pas bahas anak mukanya langsung merah. Kita nikah udah lama tapi kamu masih aja malu-malu. "

     Itulah hari terakhir aku bisa tertawa dengannya dan merasakan pelukannya, jika saja waktu itu aku tidak membawanya pergi ke luar kota untuk urusan bisnis maka saat ini dia masih ada. Mungkin aku masih bisa melihatnya tersenyum, merasakan hangatnya pelukannya dan melihat wajah meronanya saat aku menggoda dan menciumnya. Lamunanku buyar saat sekertarisku mengetuk pintu untuk menyerahkan laporan.

     Rizwan pov end

Love You My DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang