18 :: Lo siapa?

1.6K 302 239
                                    

Saga dilarikan Ke rumah sakit. Mina, Sekala, Liza, Jaka dan Alesya membantu memanggil ambulan. Aneh sekali, kenapa tiba-tiba Saja seperti itu? Ia dimasukkan ke ruang ICU untuk diperiksa keadannya.

Mina menangis, tersedu, bahkan sampai tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Ia trauma setelah kepergian Sega, walaupun saat Segara sakit-sakitnya, ia tak ada.

"Tante, jangan sedih. Kak Saga pasti gak akan kenapa-napa, kok! Percaya sama aku!" cicit Liza, sedikit menenangkan Mina.

Tiba-tiba, pintu ruang ICU terbuka, menampakkan seorang pria dengan sebuah stetoskop yang terlilit dilehernya.

Mina sontak berdiri, menghampiri pria tersebut dengan napas tersengal, "bagaimana dengan keadaan anak saya, Dokter?!" tanya Mina, penuh kekhawatiran.

"Anak anda atas nama Sagara Cakrawala Pradikta didiagnosis mengalami penyakit pneumonia atau bisa disebut juga sebagai paru-paru basah," jelas Dokter dengan sebuah name tag yang terpasang bernamakan "Dr. Ardean".

"Apa paru-paru basah berbahaya?" Liza dibelakang bersahut dengan wajah khawatirnya.

"Umumnya, pneumonia berbahaya apabila keterlambatan pengobatan," jawab Dokter Ardean kemudian.

"Apa anda bisa menjamin keselamatan anak saya?" Mina meraih tangan Dokter Ardean dan ia genggam sekuat mungkin, berharap agar Dokter Ardean dapat melakukan yang terbaik untuk Sagara.

"Saya bisa, tapi ikuti saja bagaimana kedepannya nanti," ujar Dokter Ardean, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan Mina yang semakin blank keadaannya.

•••

Jesia membuka matanya perlahan, menatap langit-langit ruangan yang teramat asing baginya. Sebuah selang infus yang terpampang dan suara alat EKG memenuhi satu ruangan. Ia mencoba memegang keningnya yang masih terpakaikan perban, dan ia meringis karena tak sengaja menekan bekas luka pada kepalanya.

"Jesia sayang, kamu udah sadar, nak?!" Nesia datang, mengelus pipi mulus Jesia dengan suara bergetar.

"Dek? Kamu inget, kan, sama abang?!" Rino ikut bersuara dengan suara leganya.

Tatapan Jesia kosong, melihat sekitaran kanan dan kiri dengan mulut yang perlahan terbuka.

"S– Saga... Mana..."

Nampak, Jesia mengharapkan datangnya sang kekasih. Nyatanya, Saga juga sedang terbaring lemas sepertinya saat ini karena penyakit.

"Saga belum datang, sayang. Dia pasti datang, kok!" tutur Nesia. Sebenarnya, dari kemarin-kemarin, Nesia dan Rino benar-benar menunggu kedatangan Saga walau sebenarnya mustahil karena adanya Aji dan sang Ayah, Pak Jenda. Mereka juga harus tahu, bahwasanya, Saga sudah menyusun rencana hari ini, namun ia malah terkena suatu masalah dengan kondisi kesehatannya.

"Tante, Jesia udah sadar?!" Aji datang, bersama Pak Jenda dibelakang. Ia menatap Jesia dengan tatapan penuh khwatir, dan meraih tangannya.

Tatapan Jesia masih kosong, memandang ke atas, enggan menatap lelaki yang kini menggenggam tangannya.

"Saga belum datang? Dia ke mana... Aku mau dipeluk sama dia..." Sungguh, kalimat Jesia membuat hati Aji terbakar.

"Ada aku di sini, Jesia!" gerutu Aji, sedikit menekankan.

•••

Keesokan hari kemudian, keadaan Jesia mulai membaik. Namun, ia mengalami cedera pada bagian mata kiri yang membuat ia dipakaikan perban pada bagian yang cedera itu.

Saat ini, ia boring. Bosan, karena ia sendirian. Aji pergi bersama Ayah nya untuk membahas persoalan bisnis pekerjaan, sedangkan Rino dan Ibu nya pergi untuk bekerja di Cafe. Belum lagi, chatting darinya tak kunjung dapat balasan dari Saga.

Saga dan Dirinya | PARK SUNGHOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang