23 - Bukit Bintang

236 17 1
                                    

Sabtu siang Ravel menjemput Shera di dalam mobil Shera sibuk penasaran mencari tahu seperti apakah Bukit Bintang. Dari semalam dia berusaha mencari tahu tempat itu tapi tidak menemukan informasi apapun. Perjalanan menuju Bukit Bintang cukup menantang mereka harus melewati jalanan terjal dan meliuk serta hutan pinus yang membentang luas di kiri dan kanan jalan. Menjelang sore mereka tiba disebuah pedesaan yang asri. Ravel memarkir mobilnya di sisi jalan.

"Kita agak jalan nanjak sedikit kesana." Ravel menunjuk ke sebuah jalan setapak tak jauh dari tempat mereka parkir.

"Oke." jawab Shera.

Turun dari mobil Ravel menghampiri sekumpulan orang yang sedang duduk santai di dekat jalan setapak setelah meminta ijin mereka melanjutkan berjalan kaki melewati jalan itu menuju ke atas. Jalan setapak itu kiri kanannya dipenuhi dengan tanaman dan pohon besar yang rimbun. Sesekali Ravel menggenggam tangan Shera jika jalanan yang mereka lalui licin. Sepuluh menit berlalu mereka akhirnya sampai di puncak bukit, suasana yang tadinya teduh rimbun penuh pepohonan berganti dengan sebuah hamparan rumput hijau membentang luas dengan pemandangan kota Jakarta dikejauhan.

"Bagus banget !" Shera mengagumi pemandangan sekitar. Ravel berdiri disampingnya menatap puas idenya mengajak Shera ke tempat ini adalah pilihan yang tepat. Ravel menggenggam tangan Shera mereka berkeliling melihat keindahan dari puncak bukit lalu duduk bersebelahan di bangku kayu sambil melihat kota Jakarta dari kejauhan.

"Kalau malam lebih bagus lagi karena kerlip lampu dari sana." Ravel menunjuk kearah kota Jakarta. "Makanya tempat ini disebut Bukit Bintang karena kerlip lampu-lampu itu, tapi kalau langit sedang cerah waktu malam hari kamu juga bisa lihat bintang-bintang di langit." 

"Kamu tahu tempat ini dari mana?"

"Ini tempat pelarian saya kalau pikiran lagi suntuk saya kesini awalnya cuma iseng jalan muter-muter daerah sini ga sangka malah ketemu tempat ini."

"Masih sepi, sepertinya masih banyak yang belum tahu."

"Iya, hanya warga sekitar sini saja yang tahu. Mereka juga suka buat acara lampion disini biasanya setiap awal panen sebagai doa meminta keselamatan agar usaha mereka dilancarkan dan berharap di panen berikutnya hasilnya baik."

"Wah....pasti indah banget."

"Kamu suka tempat ini?"

"Suka banget. Jarang nemuin tempat sebagus ini padahal jaraknya enggak jauh dari Jakarta. Alamnya juga masih asri. Bisa betah seharian saya disini."

Ravel tersenyum menatap Shera dari samping, tangannya membelai lembut kepala Shera lalu mendekapnya. Untuk beberapa saat mereka tenggelam dalam kasmaran. Matahari sudah meredupkan sinarnya, warna oranye kemerahan berpendar di ufuk barat Ravel tak menyia-nyiakannya segera diambilnya ponsel dari dalam saku celana lalu mengabadikannya bersama dengan Shera.

"Coba lihat hasilnya?" pinta Shera. "Kirim ke saya ya."

"Sudah saya kirim barusan." sahut Ravel setelah mengirim hasil foto ke ponsel Shera.

Shera memeriksa ponselnya . "Thank you." ujarnya.

Setelah menyimpan fotonya Shera sibuk mengabadikan pemandangan sekitar lalu mengatur tampilan foto sebelum posting di Instagram.

"Lagi ngapain?" Ravel menghampiri sambil mengintip layar ponsel Shera.

"Em... foto pemandangan disini mau saya posting di Instagram." mata Shera tetap fokus menatap layar ponselnya. "Kamu kenapa enggak punya Instagram?" Shera balik bertanya.

"Kok tahu saya enggak punya akun instagram?"

"Ya tahulah, dulu awal-awal kamu datang ke kantor saya satu kantor langsung sibuk stalking kamu di sosial media tapi ga berhasil. Sok misterius banget sih!"

I'm Already YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang