"Heh, dedemit gunung. Bisa gak sih kalo sehari aja gak gangguin gue. Gue empet banget sama lo." Jaemin menunjuk Jeno yang berada tepat di belakangnya. Sedari tadi lelaki ini tidak berhenti mengikutinya kemanapun dari kost sampai ke depan kelas. Layaknya anak ayam yang takut kehilangan induknya.
Dan itu membuat Jaemin kesal bukan kepalang. Dari semalam lelaki ini bahkan menganggunya dengan selalu menggedor pintu kamarnya. Membutuhkan sesuatu yang semua orang pasti punya. Misalnya, seperti sabun, odol, lalu crim cukur, pensil, kertas kosong, dan yang menyebalkan adalah Jeno menggedor kamarnya karena ingin meminjam charger. Jaemin sampai teriak-teriak tengah malam karena saking kesalnya dengan lelaki yang sekarang tengah tersenyum manis.
"Sekarang apalagi, hah. Lo butuh apa ?" Jaemin berkacak pinggang, dia menatap galak pada Jeno.
"Gue butuh elo." Jawab Jeno enteng.
"Denger sialan, gue bukan barang. Dan berhenti ikutin gue. Kita hari ini gak sekelas."
Jeno malah tertawa, dia menaik turunkan alisnya dengan main-main.
"Ey manis, lo sampe tau jadwal kuliah gue."
Jaemin berdecak. Tentu saja tau kalau Jeno sering sekali mengikutinya. Kadang-kadang teman-temannya bertanya kenapa Jeno ada di kelas padahal bukan jadwalnya.
"Gak ada perlu lagi kan ? Gue mau lo berhenti ikut gue apalagi sampe kedalem. Dan berhenti senyum-senyum begitu. Bukannya ganteng lo malah kayak kambing." Lalu Jaemin berbalik dan dengan cepat menaiki tangga ke kelas yang berada di lantai atas.
Jeno malah tertawa terbahak. Baru kali ini ada yang menyebutnya kambing.
"Oke manis, sampai jumpa istirahat ya. Abang nungguin kamu disini nanti." Teriak Jeno. Dia berdadah kecil sambil tersenyum ke arah Jaemin yang kini tengan menutup telinganya. Orang-orang sampai menoleh dan berbisik.
Arrrggghhh Jaemin malu mama...
***
Renjun mendesah pasrah. Dia menatap datar Guanlin yang tersenyum padanya. Dia menggeleng sebentar sebelum fokus lagi pada lukisannya. Pagi ini Renjun akan mengerjakan lukisannya yang masih belum selesai. Bukan tugas sebenarnya tapi hanya iseng saja. Jadi setelah mengantarkan Haechan tadi dia langsung masuk ke ruang lukis dan duduk di depan kaca besar sebelah kiri ruangan.
"Selamat pagi." Ucap Guanlin. Dia duduk di kursi kecil sebelah Renjun.
"Hm."
Jawaban Renjun membuat dia terkekeh kecil. "Bikin apaan nih ?"
Renjun hanya tengah melukis gambar abstrak saja. Semua warna ia campur-campurkan, hanya tengah menggambarkan suasana hatinya.
"Lain kali lukis gue, dong." Tawar Guanlin.
"Gak mau."
"Ya elah, cuma lukis doang. Kan bisa jadi cadangan ide. Gue bayar, deh, bakalan gue pajang di rumah."
Renjun menumpukkan warna biru dengan warna merah dan orange. Dia hanya melirik Guanlin dari sudut matanya lalu berdehem. Guanlin langsung tersenyum cerah. Diam-diam dia mengambil handphone dan mengaktifkan kamera untuk memotret Renjun.
"Jangan manis-manis dong, Jun.. gue gemes banget ini.." ucap Guanlin. Dia tersenyum lebar sampai menampilkan gigi putihnya ketika Renjun mendelik.
Lalu suara jepretan kamera membuat Renjun langsung sadar. Dia melotot, sumpah serapah langsung berkumpul di mulutnya tapi Guanlin keburu kabur dengan tawa renyah yang riang gembira.
"Sshh, awas aja si tiang."
Renjun dengan kesal menekan-nekan kanvasnya kencang, dalam pikirannya dia akan membuat Guanlin telanjang saat nanti minta untuk di lukis, biar malu sekalian. Agar nanti lelaki itu kapok berdekatan dengannya, lalu seringai miringnya tercipta. Dia terkekeh kecil sebelum mendengus kesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Love Triangle
FanfictionHaechan hanya seorang pemuda biasa. Si polos yang Renjun bilang menjurus ke bodoh. Tidak terlalu introvert tapi dia lebih senang menghabiskan waktunya di dalam kamar di banding mengenal dunia luar Tidak pernah mengenal cinta atau bahkan menyukai ses...