Delapan bulan bekerja di bengkel itu. Aku tahu Bang Roy dan Aga bukan cuma punya geng motor yang hobinya balap liar. Mereka salah satu penjahat kelas kakap yang masih bisa bernapas dengan bebas di tanah Indonesia.Tapi aku belum tahu apa saja yang mereka lakukan. Aku selalu menolak mengikuti apa saja yang mereka lakukan. Sampai suatu malam.
“Ayolah, Rir. Udah lama kita gak kaya gini. Hey, Angel udah jauh-jauh dateng dari Bandung, cuma mau lihat kekuatan. Kita gak ada apa-apa tanpa Elu,” bujuk Bang Roy.
Aku sedang mengganti accu-nya motor Satria Fu. Aku sadar kenapa motor itu agak eror. Aku selesai, bangkit berdiri, mengelap tanganku. Mengeleng kuat-kuat.
“Gue itu pemula, Bang roy. Ada atau gak ada gue, itu sama saja,”tukasku.
Aku berjalan duduk di sebelah Biru, seperti biasa masih pake seragam SMA.
“Jarir, Fisika,” dia memberikan buku dengan pensil, menyuruhku mengerjakannya.
Aku memang tidak sekolah. Tapi Biru selalu datang dan aku selalu membaca buku sekolahnya. Aku sama saja dengan Biru, hanya saja aku tidak duduk di bangku sekolah, aku tidak punya guru dan aku tidak punya seragam. Aku mengerjakan soal Biru. Seringnya aku juga yang mengerjakan PR-nya. Aku menggaruk-garuk kepalaku.
“Njelimetin banget angka-angka ini!”
“Jarir, gue masih ngomong sama Elu!” protes Bang Roy.
“Iya, Bang. Hanya kita udah sampe pada kesepakatan. Gue gak mau,Bang, gak mau,” kataku, masih memegang pensil, menatapnya.
“Tapi, Jarir, Elu harus mikir sekali lagi.”
“Bang Roy,” panggil seseorang menghentikan kata-katanya. Aku gak kenal siapa yang datang, tapi kayaknya dia kenal baik dengan Bang Roy.
“Di bagasi,”kata Bang Roy.
“Bagasi mana?”
“Itu, tuh, motor bebek ujung tuuh,” tunjuk Bang Roy.
Cowok umur 20-an itu menuju ujung ruangan. Membuka bagasi motor itu, mengeluarkan satu kresek hitam.
“Bang, satu berapaan?” pemuda itu mengeluarkan satu papan obat berisi 6 butir.
“Satu papan 500 ribu itu,” kata Bang Roy.
“Gak bisa kurang,Bang?” tanyanya.
“Elu mau beli berapa emang?” tanya Bang Roy.
“Enem.”
“Enem doang, gak sepuluh?” pancing Bang Roy.
“Gak bawa duitnya,Bang.”
“Enam ya? Lu bayar dua juta delapan ratus aja.”
“Gak dua juta lima ratus aja, Bang?”
“Gak bisa, bro, udah dari dokternya begitu.”
“Ya, udah deh,” pemuda itu mendekati Bang Roy, mengeluarkan segepok uang dari tas ransel yang dibawanya.
“Eh, iya. Gue baru metik lho,”kata Bang Roy memberi tahu pemuda itu ketika uang sudah di tangannya.
“Aaah, enggaklah, Bang. Lagi gak dulu, kalo ada yang cair boleh lah.”
“Waah, lagi susah yang cair,” kata Bang Roy.
Pemuda itu memasukkan kresek obat itu dalam tasnya.
“Ya, udahlah, Bang, gue pergi dulu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kakakku, dan sebaik-baiknya cerita
Espiritual📌Cerita Jarir up disini! Jarir, pria yang usianya sudah kepala dua menginjakkan kaki di pondok pesantren Darussalam untuk daftar mondok. Bukankah mondok pada umumnya dilakukan oleh anak yang masih usia sekolah? Tamat SD misalnya? Mondoknya Jarir te...