7. Mencintai Makhluk

279 46 10
                                    

"Qifti, tadi Aa ketemu Om Arkan di rumah sakit," ucap Qahtan pulang kerja yang langsung mengajak Qifti bicara empat mata di kamar,

Arkan adalah sahabat baik orangtua Qahtan, persahabatan yang begitu erat hingga hubungan keluarga Arkan dan Azzam terbangun persaudaraan yang kuat. Arkan jugalah yang menginspirasi Qahtan menjadi seorang dokter, pamannya itu meninggalkan banyak kesan baik seorang dokter pada masa kecilnya.

"Terus?" Tanya Qifti,

"Aa takut ketahuan," tutur Qahtan dengan polosnya,

Semua orang tentu tahu berbohong memiliki banyak dampak negatif untuk diri sendiri dari menderita secara batin hingga kehidupan menjadi tidak tenang.

"Aa kita semua tau kalau berbohong itu bukan hal baik dan ya pasti kebenaran akan terungkap cepat atau lambat," jelas Qifti,

"Dan Aa jangan lupa, percetakan paman Luqman juga ada cabang di kota ini," tambahnya.

"Kok Aa gak tau?" Tanya Qahtan,

"Selama ini kan Aa sibuk ngebucin dan berbohong jadi gak fokus kan sama obrolan keluarga?" Ucap Qifti apa adanya,

"Kamu ngelawan Aa?" ucap Qahtan,

"Tidak, hanya memberikan sekilas informasi," jawab Qifti,

"Oh ya satu lagi A, Qasim sama istrinya mau main ke sini pas balik ke Indonesia tapi gak tau kapan jadi siaga aja ya A," tutur Qifti kembali sambil tersenyum,

Qasim adalah adik kandung Qahtan, anak kedua dari kedua orangtuanya. Qasim juga menikah lebih dulu dari Qahtan, ia menikah di usia muda 20 tahun.  Qasim lebih dewasa dan bijaksana dari saudara-saudara nya yang lain, ia sangat tertarik di bidang keagamaan, saat ini ia masih di menetap di Madinah melanjutkan pendidikannya.

"Hati-hati juga A bisa aja Qais ikutan datang," ucap Qifti

Qais(baca : kois) adalah adik paling bungsu Qahtan, ia masih duduk di bangku SMA. Saat ini bersekolah di pesantren namun, sesuai keinginannya ia sekolah bukan di pesantren milik orangtuanya. Keluarga Qahtan tidak pernah mengekang anak-anaknya selama itu baik dan tidak melanggar syariat Islam.

"Kok bisa kayak gini sih?" Ucap Qahtan,

"Gak usah panik A, mereka pasti menghubungi jika mau berkunjung. Kan belum ada keluarga kita yang mengunjungi rumah Aa," ucap Qifti sambil mengusap punggung suaminya.

Qifti sadar ucapannya membuat suaminya panik. Tapi, jauh di dalam hati kecilnya ia sangat ingin Qahtan bisa berhenti untuk berbohong. Qifti tau benar dampak buruk dari kebiasaan berbohong, ia takut Qahtan akan merugi pada akhirnya.

"Apa aku beli rumah baru aja ya?" Ucap Qahtan,

"Ya biar jika ada yang berkunjung perginya ke rumah baru," lanjutnya.

"Aa mau terus berbohong? Terus menyembunyikan Grisha dan Talitha? Sampai kapan A?" Tanya Qifti,

"Aa tidak mau Ummi dan Abi kecewa," jawab Qahtan,

"Aa sadar gak? Jika terus di sembunyikan justru akan lebih membuat ummi dan Abi kecewa!" Ucap Qifti tegas,

"Kamu tau apa soal mereka? Dengar aku lebih tau, aku anak kandung mereka! Sedangkan kamu siapa?" Ucap Qahtan langsung keluar kamar sambil membanting pintu.

Tanpa perintah air mata Qifti keluar dengan deras, ucapan Qahtan menusuk relung hatinya. Ia terus bertanya pada dirinya sendiri. Kemana Qahtan yang ia Kagumi? Seorang kakak yang ia banggakan? Laki-laki yang sabar dan tidak pemarah, laki-laki yang tidak pernah berkata pedas meski ia mau, laki-laki yang tidak suka menyalahkan orang lain. Kemana sebenarnya Qahtan? Bagaimana ia bisa kehilangan jati dirinya hanya karena rasa cinta pada seorang makhluk?

Imam Dua Makmum (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang