Berondong Nekat

2.1K 64 10
                                    

Pagi ini suasana rumah begitu hening. Tak seperti hari-hari kemarin. Biasanya setiap pagi selalu terdengar canda tawa dari ruang makan. Saga yang bersenda gurau dengan Adam, lalu Ibu yang ikut tertawa memerhatikan tingkah mereka berdua.

"Kayanya si bocah tengil udah balik deh ke rumahnya. Baguslah. Berhari-hari tinggal satu atap dengannya membuatku tidak nyaman."

Aku menarik kursi meja makan sambil mengolesi beberapa lembar roti dengan susu kental manis.

Sambil menggigit roti, tatapanku berkeliling ke setiap sudut bagian rumah yang terlihat olehku. Hingga suara seseorang menghentikan gerakan mataku.

"Hei ka." Tegur Saga sembari menarik kursi di sampingku. Saga ikut mengambil beberapa roti yang langsung Ia makan.

Rasanya ragu untuk bertanya. Namun dengan segenap jiwa dan ragaku, aku memberanikah diri untuk bertanya. "Adam kemana Ga?"

"Udah balik dia tadi subuh-subuh. Orang tuanya udah dateng tadi subuh." Jawab Saga sambil terus mengunyah roti di mulutnya.

"Oh gitu." Jawabku dengan nada suara datar. Terbesit perasaan sedih dan sepi. Rasanya ada yang berbeda setelah Adam sudah tidak menginap lagi di sini.

Plakk!

Buru-buru kupukul pelan pipi kananku.

Ngga waras kamu Ta! Sadar Mareta! Dia cuma berondong teman adikmu! Jangan coba-coba kamu bermain hati dengannya. Batinku.

Aku hanya penasaran. Aku belum sempat bertanya pada Adam tentang kejadian kemarin malam. Dia berlagak seolah dia ayahku, kakakku, adikku, atau bahkan kekasihku? Ah sudahlah. Makin dipikirkan rasanya makin menyebalkan.

Ku rapikan baju kerjaku lalu beranjak dari kursi makan.

"Kaka ke kantor dulu ya. Kamu ke kampus ngga?"

"Iya ka nanti agak siangan."

"Ibu mana?"

"Udah di kedai dari subuh. Mba Ayu sama Mas Hilman juga sudah datang. Mungkin sekarang sedang membantu ibu bersiap-siap membuka kedai."

Fyi, Mba Ayu dan Mas Hilman ini adalah pegawai ibu yang selalu membantu di kedai setiap hari. Mereka berdua adalah orang kepercayaan Ibu. Mereka juga bertugas untuk mengawasi 5 karyawan yang lainnya.

Setelah berpamitan dengan ibu di kedai. Aku langsung keluar dari rumah. Memakai sepatu lalu bergegas keluar dari pagar.

"Pagi Ka."

Sayup-sayup terdengar suara setelah ku kunci gembok pagar. Adam sudah duduk menopang kaki di atas motornya sambil tersenyum manis ke arahku.

Mataku membulat. Terkejut tentu saja. Apa yang bocah ini lakukan di depan rumahku? Rasanya tak nyaman melihat dia bersikap terlalu santai padaku. Tunggu dia masih berhutang penjelasan tentang malam kemarin.

"Heh. Kamu. Kemarin malam itu, maksudnya apa?" Tanyaku ketus selagi mendekatinya. Namun tetap menjaga jarak aman.

Adam tersenyum lagi. "Kenapa? Kamu suka ya Aku perhatiin? Sudah satu jam lebih loh aku menunggumu di luar rumah."

Mataku membulat seketika seakan benar-benar akan keluar dari tempatnya."Apa yang kamu katakan barusan? Coba ulangi!" Nada suaraku meninggi. Rasanya campur aduk. Sepertinya ada yang tidak beres dengan otak bocah ini.

"Aku semalam menunggumu di depan rumah. Dingin banget loh." Jawab Adam santai sambil mengerucutkan bibirnya terlihat persis seperti anak kucing yang memelas minta makan pada ibunya.

Menggemaskan sekali! Ah tidak! Apa-apaan ini? Dia kenapa? Ada apa denganku hari ini? Mareta Annora... Kamu sudah benar-benar gila jika tertarik pada berondong itu!

"Kamu tidak sopan Adam. Aku 8 tahun lebih tua darimu. Tidak seharusnya kamu memanggilku dengan kata-kata kamu. Aku ini kakaknya Saga. Kakak temanmu!" Aku menggeleng-gelengkan kepala. Mengibas-ngibas tanganku ke muka. Karena mukaku rasanya merasakan hawa panas yang sangat kuat. Anak ini menyebalkan!

Adam membenarkan posisi duduknya di atas motor Kawasaki Ninja hitam miliknya. Kali ini dia seperti bersiap untuk pergi dari hadapanku.

Hah? Mau pergi? Begitu saja? Tidak sopan! Dia belum menjawab pertanyaanku.

Dia memakai helm fullfacenya lalu menyalakan gas motor dan melajukannya dengan cepat tanpa menghadap lagi ke arahku.

Rasanya Aku mulai naik pitam. Aku hanya melihat punggungnya yang berlalu begitu saja. Apa maksudnya? Mengapa tingkahnya tidak masuk akal! Dasar bocah! Berani-beraninya bermain-main denganku.

Aku tak lagi melihat sosok berondong itu. Aku berdecak kencang. Mengacak-acak rambutku lalu kembali merapikannya lagi, karena terlalu malu saat tetangga lewat dan tersenyum memerhatikan tingkah lakuku.

Tak lama suara motor berhenti tepat di sampingku. Dia membuka kaca helm fullfacenya. "Adam?" Teriakku dalam hati dengan mataku yang benar-benar membulat sempurna. Sedikit aku mengernyitkan dahi untuk memastikan bahwa lelaki ini adalah bocah yang baru saja melakukan hal yang menyebalkan barusan.

"Kamu! Ngapain kamu ke sini lagi?" Tanyaku heran sekaligus masih menahan kesal.

Adam lalu kembali membuka helm full facenya.

"Aku suka kakak."

Mataku membulat sempurna. Rasanya hatiku seperti dihantam batu dengan sangat kuat. Ia menatapku dengan tatapan serius. Tanpa senyuman. Tidak seperti biasanya.

"Kakak tidak menjawabku."

Aku masih terdiam di tempat. Mencubit pipiku dengan kencang. Lalu kembali mengelus-elus pipiku yang tentu saja kesakitan. "Aku tidak bermimpi kan?" Batinku.

Adam masih terus dengan raut wajah yang serius.

"Ah? Ahaha..Ahahahaha.. Berhenti bercanda Dam. Aku tidak mengerti apa yang baru saja kamu bicarakan. Sekarang lebih baik kamu pulang, lalu siap-siap berangkat ke kampus. Kakak harus buru-buru ke kantor." Jawabku cepat mencoba mengalihkan percakapan.

"Mareta Aku serius. Aku tidak suka melihatmu dengan laki-laki lain." Adam tiba-tiba saja menarik tanganku yang cukup terjangkau dengan posisi Ia masih terduduk di atas jok motornya.

"Adam!" Tentu saja Aku terkejut karena tiba-tiba saja Ia meraih lengan kananku, dan barusan apa? Barusan dia memanggilku Mareta? Bukan kakak!

Adam tetap tak melepaskan genggamannya walaupun Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk melepasnya.

"Aku tunggu jawaban kakak nanti malam sepulang kerja. Aku tunggu di sini, di depan rumah."

Aku tak membalas perkataannya yang justru lebih terdengar seperti perintah.

Mungkin lelah menunggu karena Aku masih tak menghiraukan ucapannya, Adam menyalakan kembali motornya. Menutup kaca helmnya. Lalu melaju entah kemana tempat yang akan Ia tuju.

"Hahhhh.." Nafasku yang sedari tadi tertahan karena rasanya sangat sesak kini bisa keluar dengan teratur.

"Apa-apaan dia? Bicara seenaknya saja. Aku tahu dia pasti hanya bermain-main denganku. Kita lihat saja nanti. Apa sebenarnya yang sedang kamu rencanakan Adam!" Ucapku dengan suara yang hampir tak terdengar.

***

Wah wah wah jadi ini berondong yang namanya Adam! Ganteng sih.. Tapi berondong. Gimana dong? 🤭

 Gimana dong? 🤭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bukan Berondong BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang