Aliran rejeki

1K 256 27
                                    

Happy reading, cieee... pada kaget, waswas dan bingung, ya.... tenang, akan ada jawabannya kok, pasti kalian seneng, hahaha...
____________

"Madhan, siapin laporan hasil foto klien minggu lalu. Saya mau rekap semuanya, detail total berapa foto yang diambil dan berapa yang dipilih. Termasuk, yang di cetak."

"Siap, Mbak Mutia," jawab Madhan yang segera berdiri dari duduknya saat Mutia menghampiri kubikel.

"Makasih," ujar wanita itu. Madhan mengangguk. Semua mata, termasuk Deni menatap heran sambil bertepuk tangan pelan. Ada apa dengan Mutia, tumben-tumbenan dia datang ke kubikel orang lain, biasanya minta tolong staf lain untuk panggil orang yang diminta laporannya.

"Mbak Mutia kenapa? Tumben?" celetuk Caca.

"Iya, kesambet pesona lo kali, Dhan," sambung Deni.

"Pesona apaan, ada-ada aja lo berdua, gue siapin laporan dulu, puasa-puasa, jangan ngerumpi." Madhan kembali fokus menatap layar komputer, ia merapikan tugas yang diberikan Mutia.

Di dalam ruangannya, Mutia justru membaca profil Madhan yang ia minta salinannya ke bagian HRD, mendadak Mutia mengulum senyum sembari duduk menyandarkan tubuh pada kursi. Ia memasukan kertas berisi data diri Madhan ke dalam laci, lalu kembali fokus bekerja.

Siang hari, Madhan segera melanjutkan pekerjaannya mengedit foto untuk katalog yang sudah dipilih Mutia. Ia juga diskusi dengan tim kreatif untuk tau konsep tiap foto. Tebal katalog itu tiga puluh lembar yang akan dicetak layaknya majalah, jadi memang disiapkan tim dengan baik.

Madhan tampak membaur tanpa sungkan, teman-teman kantor WO itu juga begitu ramah. Mutia melihat dari balik pintu ruangannya, ia berdecak, lucu melihat ke arah Ramadhan. Tangannya mendorong gagang pintu, ia kembali berjalan melewati kubikel tenpat Ramadhan bekerja. Tak banyak bicara, Mutia hanya menyerahkan draft materi katalog untuk foto yang terpilih.

"Siap, Mbak," ujar Madhan. Mutia tak acuh, ia kembali dengan mode judes. Wanita itu izin pulang cepat, ia harus menjemput putrinya di tempat mengaji, karena Kia tidak enak badan.
Deni dan Caca kembali duduk merapat ke Madhan yang sedang membaca draft tersebut.

"Fix, Mbak Mutia naksir lo, Madhan," bisik Deni.

"Luar biasaaa... belum sebulan lo kerja di sini, udah bisa ngegaet pimpro yang judesnya wow sekali, congrats, Bro," kikik Caca.

Madhan menutup lembaran kertas itu. Menghela napas, kemudian ia melirik bergantian ke Deni dan Caca. "Jangan menuduh, jangan spekulasi tanpa bukti. Mbak Mutia bisa aja mau ospek gue dengan kerjaan ini. Wajar, kan, gue anak baru."

Caca dan Deni berdecak kompak. "Masalahnya, kalau yang diginiin cuma elo doang sebagai anak baru, wajar lah, kita curiga?" tukas Caca. Madhan tersenyum sembari menggelengkan kepala. Jujur saja, Madhan tidak berpikir akan dekat dengan wanita mana pun untuk lebih dari teman. Ia punya target lain dihidupnya. Permasalahan intern keluarga juga sudah membuatnya menahan batin, urusan asmara biar Allah yang kasih kapan waktunya yang tepat. Madhan tak akan menolak jika waktunya tiba, dengan siapa pun itu.

"Dhan, bisa ke ruangan gue sebentar," panggil Tina, manajer keuangan.

"Baik, Mbak," jawab Madhan kemudian beranjak. Deni dan Caca kembali ke pekerjaan masing-masing.

Ramadhan datang, Ramadhan pulang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang