Hari bahagia

1K 242 18
                                    

Happy reading!
_______________

Madhan dan Ayah masih saja perang dingin, pria itu tak peduli. Ia pulang karena alasan untuk Asya dan bunda. Madhan sudah tampil rapi dengan baju batik lengan panjang, jam tangan ia lingkarkan pada pergelangan tangannya juga.

Langkahnya begitu pasti menuju kamar Asya yang sederet dengan kamarnya, hanya terpisah kamar mandi di posisi tengah. "Kak...," sapa Madhan sembari membuka pelan gagang pintu. Ia bersedekap kemudian, menatap Asya yang mematut dirinya di cermin.

"Udah siap?" tanya Madhan berjalan pelan ke arah Asya yang menjawab dengan anggukkan pelan. Madhan memeluk Asya dari belakang, keduanya saling menatap ke arah cermin. "Be happy, jadi istri sholeha, dan bisa selalu sabar hadapin suami. Laki-laki akan selalu butuh perempuan kuat. Madhan yakin Kakak mampu." Satu kecupan Madhan berikan di pipi Asya yang menggenggam jemari adiknya.

"Dhan, aku akhirnya undang Kakaknya Ayah, cuma dua karena yang tiga masih di luar kota. Nggak enak juga rasanya, takut aku dibilang lupa sama mereka." Asya sedikit tak enak hati dengan Madhan yang mendadak wajahnya sedikit ditekuk.

"Nggak papa. Mau sama aku ke bawahnya atau Kak Lena, dia udah datang, rombongan temen Kakak dari kantor." Madhan berditi tegak. Asya meraih jemari adiknya itu.

"Sama kamu aja, Dhan," jawab Asya. Ia beranjak, mengatur napasnya untuk menghilangkan perasaan berdebar. Keluarga Iksan sudah datang, lima belas orang saja, membawa seserahan sederhana yang memang Asya tak mau berlebihan.

"Madhan," panggil Asya.

"Apa?" toleh pria itu.

"Udah kirim lamaran kerja di WO temen aku?" tatap Asya. Madhan mengangguk seraya tersenyum.

"Besok wawancara," jawabnya.

"Alhamdulillah." Kelegaan timbul di dalam hati Asya. Ia melihat sekeliling kamar yang sudah dihias sedemikian rupa layaknya kamar pengantin.

Setelah mendengar aba-aba pembawa acara yang dilakukan oleh adik bunda, Asya dan Madhan turun perlahan menuju ke ruang tamu tempat akad nikah berlangsung. Madhan membantu Asya duduk, keduanya saling menatap, Asya memeluk erat Madhan sejenak, entah mengapa hatinya merasa haru. Ia akan melangkah ke dunia rumah tangga, rasanya seolah pergi meninggalkan Madhan. Semua tampak haru, karena Madhan menitikan air mata bahagia untuk kakaknya, sedangkan Asya, menitikan air mata karena Madhan ada di saat ia menikah. Madhan mengurai pelukan, ia menggenggam jemari tangan Asya yang tersenyum sembari mengangguk. Chemistry keduanya layaknya anak kembar, bunda dan Bi Sari bahkan ikut menangis.

Sejak kecil, di mana ada Asya, disitu ada Madhan. Asya dengan sepedanya menjemput Madhan pulang sekolah saat TK, dibelakangnya di susul bi Sri. Madhan selalu senang dijemput Asya yang sudah SD, dipeluknya sang kakak setelah berlari menghampiri. Hal itu berlanjut hingga keduanya kuliah, Madhan akan selalu sigap mengantar jemput kakaknya, karena satu arah walau beda kampus.

Iksan tersenyum saat Asya menatapnya sembari tersipu malu. Akad nikah berlangsung, Ayah sempat menangis karena rasa itu penuh debaran tak menentu, melepaskan anak gadisnya untuk dinikahkan, hal tersulit bagi seorang Ayah.

Madhan duduk di sebelah bunda, ia sadar, sejak tadi dua kakak ayahnya terus memerhatikan dengan tatapan sinis, Madhan sesekali menunduk sembari tertawa miris. Ia mengatur emosinya, takut terpancing dan menjadi hal tak nyaman untuk semua orang.

Asya sah menjadi istri Iksan, keduanya tampak bahagia. Pun, rekan kantor Asya yang menyemparkan hadir. Madhan memeluk Iksan yang kini sudah menjadi kakak iparnya, lalu berganti ke Asya yang menangis haru memeluk Madhan, cukup lama, "Kakak harus bahagia, ya," ucap Madhan sembari mengusap punggung Asya.

Ramadhan datang, Ramadhan pulang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang