Tanpa sengaja

1K 259 14
                                    

Hai... semangat puasa ya,  😁
______________

Puasa sudah lewat dua minggu, Madhan menjalankan dengan caranya sendiri. Yaitu dengan tak peduli ocehan ayah yang setiap Madhan bisa buka puasa di rumah, saat makan bersama selalu ada sindiran. Madhan tak membalas, ia diam, hanya jika ditanya ayah jawabannya 'Iya' atau 'nggak'.

Seperti kala itu, di mana ayah bertanya tentang jenjang karir seorang fotografer, bisa dapat duit berapa dan apa ada tunjangan hari tua kelak. Madhan yang malas bicara panjang lebar hanya menjawab, 'semua udah Allah yang atur, Ayah nggak perlu mikirin juga khawatirin nasib masa depan Madhan.'

Terdengar berani, namun itu faktanya. Iksan pun hanya bisa menyimak keadaan yang selalu tegang jika Madhan dan ayah bertemu dalan satu tempat.

"Saya udah kirim hasil editannya, Mas, ke Deni." Madhan menjawab saat Vino, bos besar yang juga teman Iksan memanggilnya.

"Oke, bagus. Berarti siap tempur setelah lebaran nanti?" tantangnya.

"Insyaa allah siap, Mas. Oh iya, perihal lensa sama kamera, kalau saya bawa sendiri, supaya ada cadangan, nggak papa, kan?"

"Boleh. Nanti klaim ke bagian keuangan ya, jadi kita sewa kamera lo," timpal Vino.

"Nggak, Mas, nggak perlu. Ini karena kamera di sini mau saya service, kemarin saya ngerasa ada yang janggal, udah waktunya di service kayaknya."

"Oh iya bener, perawatan kamera, ya, gue malah lupa. Sebenta ...." Vino mengambil sticky note, ia mencatat sesuatu. "Bawa ke staf keuangan, Mutia lagi ke bank, biasanya langsung ke dia kalau soal ginian. Terus ...." Vino tampak membuka laci meja kerjanya. "I...ni, bawa mobil.  Mobil kantor, kok, diparkir di basement, berangkat sana, mumpung masih jam sepuluh pagi." Perintah Vino sambil memberikan kunci dan STNK mobil.

"Baik, Mas," jawab Madhan. Ia berjalan ke arah pintu, kemudian ke studio untuk merapikan kamera mana saja yang mau ia service karena ada tiga kamera di sana. Ia meneliti dengan seksama, tapi, fokusnya terganggung karena satu pesan masuk dari grup keluarga ayahnya.

Madhan membaca, isi pesan itu ....

Gaes, Jadwal buka puasa bersama minggu ini ya, di rumah Mama. Jangan lupa dress codenya. Terus... bagi yang nggak bisa berdress code, usahain beli ya, biar kita kompak. Khusus Ramadhan, kalau nggak bisa datang nggak papa kok. Kita semua ngerti kondisi lo, tanpa mengurangi rasa hormat ya, Madhan juga Asya.

Madhan beristighfar, tak dipungkiri ia kesal hingga meremas ponsel. Semakin blak-blakkan si Tania. Madhan mengatur napasnya, membuang emosi yang mencuat tiba-tiba ada hal fokus lainnya yang meminta lebih ia perhatikan dibanding hal sia-sia. 

Ia segera berangkat setelah memutuskan membawa dua kamera yang ia tetakkan pada satu tas khusus. Ia juga sudah mendapat uang transport, padahal saat ia tiba di mobil, bensin penuh dan e-toll terisi lima ratus ribu. Untuk apa uang transport lagi? Saat ia menelpon Tina, wanita tersebut menjawab dengan entengnya 'Buat lo, simpan aja. Udah S.O.P kantor.' Madhan hanya bisa terheran-heran, Wedding organizer tempatnya bekerja memang begitu memfasilitasi semua karyawan. 

Mesin mobil dinyalakan, Madhan melajukan ke arah lokasi tempat service kamera. Jalanan lengang, karena sedang puasa juga, jadi tidak ada antrian mobil padat merayap saat jam makan siang tiba. Tak butuh waktu lama, tiga puluh menit Madhan tiba di lokasi. Ia segera turun setelah memarkirkan mobil dengan sempurna. Mal terasa lengang juga, ia merasa senang karena tak perlu berdesakan, maklum saja, tempat yang Madhan datangi memang hampir tak pernah sepi soal urusan elektronik, HP hingga kamera. 

"Siang, Koh," ucap Madhan saat masuk ke toko yang diinformasikan Deni, sudah langganan WO-nya. Lelaki dengan mata sipit segera melayani Madhan, mereka memberitau jika waktu service tak kan lama, maksimal dua jam karena kembetulan toko tak begitu ramai. "Kalau gitu, saya tinggal aja, ya, untuk biaya service, diminta kirim email invoice-nya ke Mbak Tina." 

Ramadhan datang, Ramadhan pulang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang