Happy reading!
_______Dengan motor barunya yang sudah terpasang plat nomor, Madhan berangkat kerja membelah jalanan Ibu kota yang ramai lancar. Kedua matanya menatap pada spanduk di jalanan yang terpasang dengan wajah salah satu sepupunya yang mencalonkan diri sebagai anggota dewan. Madhan tersenyum sinis, lalu kembali melajukan motor ke arah gedung kantor.
Libur puasa sudah di depan mata, hari itu juga akan diadakan buka puasa bersama staf kantor di hotel bintang lima. Madhan diminta memakai seragam kantor yang sudah diberikan khusus untuk acara tersebut.
Tiba di kantor, ia berdiri di depan pintu lift sambil mengalungkan Id card ke lehernya. Kedua mata Madhan menangkap satu pemandangan yang membuatnya urung masuk ke lift. Ia berjalan ke arah lobi lagi, menjaga jarak dari sumber objek yang ia ikuti.
Langkah kakinya berhenti di kedai kopi yang ada di gedung. Ia sempat ragu mau masuk, namun kekesalannya mendorong ia untuk bergerak melangkah.
"Pagi...," sapanya berdiri di sisi meja. "Nggak puasa?" lanjutnya. Sepasang mata dibalik kaca maya yang terpasang terkejut melihat Madhan muncul.
"Bandel juga, lo. Ini siapa? Kayaknya bukan tunangan lo, deh?" tunjuk Madhan lagi ke arah perempuan yang tampak panik.
"Madhan!" geram pria yang merupakan sepupunya. Anak dari Tino, yang dibanggakan sampai ke angkasa lepas, di elu-elukan karena setiap bicara selalu bawa-bawa agama. Seolah yang lain bodoh.
"Apa? Gue ganggu? Oh... sorry, lanjutin, habisin kopinya anak sholehnya Uwak Tino." Madhan mundur satu langkah, lalu berbalik badan. Ia memejamkan mata, lalu mulutnya beristighfar.
'Ya Allah, maaf, Madhan manusia biasa yang punya emosi tertahan. Maaf puasa-puasa cari perkara sama Roy. Astaghfirullahaladzim.' Madhan ke arah toilet gedung. Ia mencuci wajahnya, mengatur emosinya yang membuncah. Roy... selama ini dianggap paling hebat, karena masih usia dua puluh sembilan tahun sudah menduduki posisi CEO perusahaan komunikasi. Memang pintar, sekolahnya juga diluar negeri. Tapi apa yang digembar gemborkan saat bicara membawa-bawa agama, mental semua setelah Madhan melihat Roy tak puasa padahal kondisinya sehat.
Ia sudah lebih segar, siap melangkah ke kantornya di lantai atas. Namun, ia dicegat Roy di depan pintu toilet. "Madhan. Sampai lo bocorin kejadian hari ini, lo habis sama gue." Ancamnya. Madhan tak mau terpancing, ia berjalan meninggalkan Roy begitu saja.
Di kantornya, Madhan tetap fokus bekerja, tinggal sedikit lagi karena ia sedang menyusun jadwal pekerjaannya setelah lebaran. Mana yang akan ia dahulukan. Ia pintar mengatur jadwal, time management hidupnya jempolan.
"Dhan! Nanti bareng aja, ya, yang kerja bawa motor semuanya ditinggal di kantor dulu, biar seru aja. Jangan lupa kamera bawa, tugas lo juga dokumentasiin acara bukber kita." Vino berbicara di dekat Madhan.
"Siap, Mas, udah ready, nih, saya bawa kamera sendiri," sahutnya. Vino menepuk bahu Madhan, pria itu lanjut ke meja staf lainnya. Kedua mata Madhan menatap ke tangannya yang bertatto, mau tak mau ia memperlihatkan gambar di tubuhnya itu karena kaos seragam yang dijadikan dress code berlengan pendek."
"Dhan, alasan lo tatto badan apaan?" tanya Deni sambil mendekat ke meja kerja Ramadhan. Pria itu tertawa pelan.
"Pelarian, karena kesel sama keadaan waktu itu, hampir empat tahun lalu. Semua gambar ini ada artinya tapi... nggak usah dibahas. Bukan sesuatu yang bisa gue banggain juga, malah gue sesali banget." Madhan menatap layar komputer lagi.
"Sesal emang selalu belakangan, ya, yang penting lo beneran bakal hapus itu tatto."
Madhan mengangguk, "walaupun jadinya kulit gue kayak kena bekas luka bakar. Sorry kalau nanti rusak pemandangan orang-orang pas lihat gue pakai lengan pendek," lanjutnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/306411707-288-k838037.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhan datang, Ramadhan pulang (TAMAT)
SpiritualTiga tahun lamanya, Madhan tak pulang ke rumah, ia kabur karena tak tahan dengan perselisihan ia dan kedua orang tuanya. Asya, kakak perempuan Madhan, ia menginginkan adiknya pulang, ia mencari keberadaan sang adik atas informasi yang akhirnya ia da...